Filosofi Ajaran Buddha

FILOSOFI AJARAN BUDDHA


A. Pengantar
Buddha Gotama, pendiri ajaran Buddha, hidup dibagian Utara India pada abad ke-6 SM atau sekitar 2553 tahun yang lalu. Nama pribadi-Nya adalah Siddhattha. Beliau dipanggil Buddha setelah mencapai pencerahan atau menyadari kebenaran sejati. Buddha berarti “ Yang Tersadarkan atau Yang Tercerahkan “, secara umum Beliau menyebut diri-Nya sendiri Tathagata, sementara pengikut-Nya memanggil-Nya Bhagava, “ Yang Terberkahi “. Ada pula yang menyebut-Nya Gotama atau Sakyamuni.
Apakah ajaran Buddha itu ? Pertanyaan ini telah membingungkan banyak orang yang sering bertanya-tanya apakah ajaran Buddha adalah suatu filosofi, agama atau jalan hidup. Jawaban yang sederhana adalah ajaran Buddha terlalu luas dan terlalu dalam untuk ditempatkan dengan rapi di dalam suatu kategori biasa. Tentu saja ajaran Buddha mencakup filosofi, agama dan jalan hidup. Tetapi ajaran Buddha lebih dari kategori-kategori tersebut.
Ajaran Buddha mengandung kebijaksanaan praktis yang tidak dapat dibatasi pada teori atau filosofi karena filosofi terutama berhubungan dengan pengetahuan tetapi tidak peduli dengan penerjemahan pengetahuan dalam praktik sehari-hari. Ajaran Buddha memberi penekanan khusus pada praktik dan penyadaran. Buddha tidak menguraikan teori filosofis yang revolusioner dan Beliau tidak mencoba untuk menciptakan suatu bahan pengetahuan baru. Dengan terus terang menjelaskan tentang apa yang ada di dalam dan apa yang ada di luar, sepanjang hal itu menyangkut pembebasan dari dukkha dan mengungkapkan jalan pembebasan dari dukkha. ( Ada banyak cara pemahaman kata Pali “ Dukkha “ secara umum kata ini diterjemahkan sebagai penderitaan atau ketidakpuasan, tetapi dalam ajaran Buddha arti dukkha lebih dalam dan luas )
Lebih lanjut Buddha tidak menjelaskan semua yang diketahui, tetapi Beliau hanya menjelaskan hal yang benar-benar berguna bagi pencerahan seseorang, dan berdiam diri dengan khas terhadap pertanyaan-pertanyaan yang menyimpang dari tugas suci-Nya. Dalam hal ini Buddha mendahului banyak sarjana dan filsuf modern.
Descartes ( 1596 – 1650 ) menyatakan perlunya pengujian semua perwujudan pada batas keragu-raguan yang masuk akal.
Spinoza (1632–1677), disamping mengakui bahwa adanya statu kehidupan yang kekal, menegaskan bahwa semua kehidupan adalah tidak kekal. Menurut dia penderitaan harus diatasi dengan mendapatkan suatu objek pengetahuan yang tidak berubah, yang tidak berlangsung sebentar, tetap kekal, permanen, abadi.
Hegel (1770–1831) mengatakan segala perwujudan adalah proses pembentukan.
Henri Bergson (1859–1941) menyokong ajaran tetntang perubahan dan menekankan nilai intuisi.
William James (1842–1910) mengarah pada suatu arus kesadaran dan mengingkari adanya suatu jiwa .
Buddha menguraikan kebenaran-kebenaran (Dhamma) tentang perubahan (anicca), dukkha dan tanpa jiwa (anatta) lebih dari 2500 tahun yang lalu.
Ajaran Buddha bersifat universal yaitu setiap orang boleh mempelajari ajaran Buddha, tidak melihat ras, sistem kepercayaan lain, tidak memihak kepada siapa pun dan benar-benar bersifat universal.

B. Etika Ajaran Buddha
Etika dalam ajaran Buddha tidak berlandaskan pada adat sosial yang berubah tetapi pada hukum alam yang tidak berubah. Nilai-nilai etika dalam ajaran Buddha pada hakikatnya adalah bagian dari alam dan hukum tetap sebab akibat moral (kamma). Fakta sederhana bahwa etika dalam ajaran Buddha berakarkan hukum alam membuat prinsip-prinsipnya bermanfaat dan dapat diterima oleh dunia modern. Walaupun kode etika ajaran Buddha disusun lebih dari 2500 tahun yang lalu, keabadian sifatnya tidak berkurang.
Moralitas ajaran Buddha yang sering dilaksanakan oleh umat awam adalah Lima Sila, yang memuat dua tujuan. Pertama, hal itu memungkinkan manusia untuk hidup bersama dalam komunitas beradab dengan saling percaya dan menghormati. Kedua adalah merupakan titik awal dari perjalanan spiritual menuju pembebasan. Tidak seperti perintah, sila (aturan) ini diterima dengan sukarela oleh orang itu sendiri, khususnya jika ia menyadari manfaat penerapan aturan latihan untuk mendisiplinkan perbuatan, perkataan dan pikirannya. Sebab terdekat yang menimbulkan sila adalah adanya hiri dan ottappa. Hiri adalah malu berbuat salah dan Ottappa adalah takut pada akibat perbuatan salah.
Karena ajaran Buddha bersifat universal, jika setiap orang menerapkan konsep hiri dan ottappa, maka negara kita Indonesia bisa saja terlepas dari masalah misalnya korupsi (moral rendah). Sebagai contoh kasus Bank Century, dari pemberitaan media yang kita dapat, maka dapat muncul pertanyaan, mengapa pemerintah bisa mengucurkan dana sebesar Rp. 6,4 triliyun untuk membantu Bank Century, yang dilihat track recordnya jelek. Dan pertanyaan ini sampai saat ini tidak dapat dijawab, sehingga kasus ini tidak bisa selesai. Apakah ada suatu kekuatan atau power atau kekuasaan yang menginginkan keadaan tersebut ? Kasus lain, banyaknya pejabat-pejabat yang melakukan korupsi sehingga negara dirugikan. Negara kita adalah negara yang beragama, tetapi negara ke 11 terkorup di dunia. Dari beberapa contoh di atas, maka saya menyimpulkan bahwa moral/etika kita sebagian besar tidak baik. Oleh sebab itu pendapat saya sebaiknya dalam meningkatkan etika/moral, diterapkan konsep hiri dan ottappa, konsep ini universal, siapa saja boleh menerapkannya.

C. Ajaran Buddha Sejalan Dengan Perkembangan IPTEK
Albert Einstein memberi penghormatan kepada ajaran Buddha saat ia berkata dalam otobiografinya :
” Religion without science is blind. Science without religion is lame. The religion of the future will be a cosmic religion. It should transcend a personal god and avoid dogmas and theology. Covering both the natural and the spiritual it should be based on a religious sense arising from the experience of all things, natural and spiritual as meaningful unity. Buddhism answers this description. “
“ Agama tanpa ilmu pengetahuan adalah buta. Ilmu pengetahuan tanpa agama tidak bisa berjalan / lumpuh. Agama di masa datang adalah agama kosmik. Agama tersebut seharusnya melampaui konsep Tuhan yang bersifat pribadi dan menghindari dogma-dogma dan teologi. Dengan mencakup bidang alam dan spiritual, agama itu harus didasari pada makna agama yang lahir dari pengalaman terhadap segala fenomena alam, spiritual sebagai suatu kesatuan yang bermakna. Ajaran Buddha menjawab deskripsi ini. Bila ada agama yang dapat mengatasi kebutuhan pengetahuan modern, agama tersebut adalah agama Buddha.
Ajaran Buddha tidak memerlukan revisi untuk membuatnya up to date dengan penemuan ilmiah modern. Ajaran Buddha tidak menyerahkan pandangannya kepada ilmu pengetahuan karena ajaran Buddha mencakup dan melampaui ilmu pengetahuan. Ajaran Buddha adalah jembatan antara pemikiran religius dan ilmiah, dengan memicu manusia untuk menemukan potensi-potensi laten dalam dirinya sendiri dan lingkungannya. Ajaran Buddha tidak lekang oleh waktu.

Cloning/Pengarasan
Secara umum, definisi cloning atau pengarasan adalah proses memperbanyak materi biologi yang dapat mencakup DNA, sel, tissue, organ, maupun organisme, di mana materi yang diperbanyak tersebut (clone) memiliki DNA yang sama dengan induknya. Karena DNA (deoxyribonucleic acid) menyimpan informasi genetik, maka clone memiliki informasi genetik yang sama dengan induknya. Ada 3 jenis cloning/pengarasan :
1. DNA cloning, juga dikenal dengan sebutan molecular cloning, recombinant DNA technology, dan gene cloning. Sesuai definisi yang diberikan, maka materi biologi yang di-clone dalam proses DNA cloning adalah DNA itu sendiri. Ilmuwan menggunakan recombinant DNA technology untuk memproduksi protein (protein expression & purification), mentransfeksi sel (transfection) untuk mempelajari fungsi protein tersebut di dalam sel, dan untuk berbagai aplikasi biologi lainnya.
Karena DNA cloning pada umumnya tidak merugikan makhluk hidup, maka DNA cloning tentunya tidak bertentangan dengan etika Buddhis. DNA cloning merupakan teknik biologi yang digunakan secara luas dan bebas di laboratorium-laboratorium biologi di seluruh dunia.
2. Therapeutic cloning, adalah proses cloning jaringan (tissue) maupun organ, di mana hasil clone tissue/organ tersebut hanya akan digunakan untuk keperluan terapi medik. Therapeutic cloning diawali dengan proses somatic cell nuclear transfer (SCNT), di mana nucleus (inti sel) dari ovum (sel telur) diganti dengan nucleus dari sel somatik yang akan di-clone (induk). Sel somatik mencakup sel-sel tubuh kecuali sel reproduktif (sperma dan ovum). Biasanya therapeutic cloning ini sering digunakan untuk pasien yang mengalami gagal ginjal, jantung dan organ penting lainnya.
Walau belum terdapat kesepakatan antara para ilmuwan biologi dan kaum terpelajar Buddhis lainnya tentang therapeutic cloning ini, akan tetapi jelas bahwa dalam Buddhisme sel-sel tubuh kita tak dianggap sebagai makhluk hidup, karena dalam ajaran Buddha, yang dikatakan makhluk hidup terdiri dari unsur nama (batiniah) dan rupa (fisik).
3. Reproductive cloning, adalah proses membuat organisme baru (clone) di mana DNA clone tersebut memiliki identitas yang sama dengan DNA induknya. Proses yang digunakan dalam reproductive cloning adalah sama dengan proses therapeutic cloning, akan tetapi embrio yang terbentuk tersebut dibiarkan berkembang di dalam rahim (surrogate mother). Biasanya cloning ini dilakukan untuk mendapatkan ras unggul di dalam industri peternakan. Ajaran Buddha menjelaskan bahwa terbentuknya makhluk hidup bukanlah berasal dari hasil ciptaan, akan tetapi berasal dari kegelapan batin. Karena kegelapan batin inilah, makhluk bertumimbal lahir. Dengan lenyapnya kegelapan batin ini, maka lenyap juga tumimbal lahir ini. Ajaran ini dikenal juga sebagai hukum sebab akibat (Pâli: paticcasamupâda), yakni terbentuknya segala sesuatu adalah karena adanya penyebab. Oleh karena itu, maka konsep cloning ini tidak dapat dikatakan bertentangan dengan ajaran Buddha dalam aspek filsafat, akan tetapi dalam aspek pragmatic (praktisnya), reproductive cloning masih mengalami banyak permasalahan teknis.

Tumimbal Lahir
Keinginan tak terpuaskan akan keberadaan dan kenikmatan inderawi adalah sebab tumimbal lahir. Doktrin tumimbal lahir tidak hanya semata-mata teori, tetapi sebagai kenyataan yang dapat dibuktikan. Kepercayaan akan kebenaran tumimbal lahir membentuk suatu prinsip fundamental ajaran Buddha. Akan adanya tumimbal lahir atau secara umum diartikan sebagai kelahiran yang berulang-ulang, hal ini benar-benar dapat dibuktikan melalui hipnosis. Sebagai contoh pada buku “ The Many Lives of Alan Lee “. Buku ini merupakan riset yang membuktikan bahwa kehidupan lampau benar-benar ada. Riset ini dilakukan oleh Ormond McGill bersama Irvin Mordes, spesialis di bidang hipnoterapi kehidupan lampau ( Past Life Hynotherapy ). Riset ini dilakukan di Maryland Psychiatric Center pada tahun 1974. Buku ini berisikan tentang 16 kehidupan lampau dari Alan Lee. Saat diregresi ke kehidupan lampaunya dalam kondisi hipnosis, subjek mampu menulis dan berbicara dengan sangat fasih sesuai dengan bahasa pada kehidupan lampaunya, dan bukti-bukti autentik telah di validasi oleh tim riset.

D. Penutup
Uraian yang dikemukakan di atas hanya merupakan sebagian kecil tentang filosofi ajaran Buddha. Ajaran Buddha adalah ajaran yang universal, dapat dipelajari oleh setiap orang tanpa memandang ras, agama, suku dan sebagainya. Setiap ajaran Buddha dapat diterapkan di mana saja, baik dalam ruang lingkup kecil, misalnya rumah tangga, sampai dengan ruang lingkup yang besar, misalnya pemerintahan. Ajaran Buddha juga dapat digunakan sebagai pedoman untuk mengembangkan ilmu pengetahuan misalnya sains. Ajaran Buddha adalah ajaran tentang kebenaran (Dhamma) atau dengan bahasa umum adalah ajaran tentang hukum alam.
Sebagai suatu ajaran moral, ajaran Buddha melebihi semua sistem etika yang lain, tetapi moralitas hanya merupakan permulaan atau modal dasar untuk mencapai tataran yang lebih tinggi atau kesucian sempurna (pencerahan). Hiri dan ottappa merupakan suatu konsep yang sangat baik sekali untuk diterapkan di dalam beretika, sehingga moral setiap individu akan dapat dikontrol dengan memiliki rasa malu berbuat kejahatan dan rasa takut menerima hasil dari kejahatan yang dilakukan atau mendapat konsekwensi hukum. Atas dasar ini saya berpendapat bahwa kesadaran seorang individu itu sangat penting sekali. Kesadaran merupakan hal utama dalam melakukan segala perbuatan (tindakan). Dengan adanya kesadaran, jika perbuatan tersebut bermanfaat, baik bagi diri sendiri maupun orang lain dan lingkungan, maka lakukan perbuatan tersebut, tetapi jika sebaliknya maka hentikan. Sehingga dari kesadaran ini muncul kebenaran. Saya menyimpulkan bahwa kesadaran itu adalah kebenaran.
Dalam satu sisi ajaran Buddha bukan suatu filsafat, dalam sisi yang lain, ajaran Buddha adalah filsfat dari filsafat.
Dalam satu sisi ajaran Buddha bukan suatu agama, dalam sistem yang lain, ajaran Buddha adalah agama dari agama.


Sumber Acuan :
- Dhammananda, Sri, 2005, Keyakinan Umat Buddha, Jakarta, Yayasan Penerbit Karaniya.
- Dhammavisarada, Pandita Drs., Teja S.M. Rashid, 1997, Sila dan Vinaya, Jakarta, Penerbit Buddhis Bodhi.
- McGill, Ormond with Irvin Mordens, The Many Lives Of Alan Lee, Hasil Riset Yang Membuktikan Kehidupan Lampu Benar-Benar Ada.
- N. Andromeda, Phd., 2009, Kisah Sebuah Rakit Tua, Edisi ke-2, Medan, Patria Sumut.
- Taniputera, Ivan Dipl.Ing., 2003, Sains Modern Dan Buddhisme, Jakarta, Yayasan Penerbit Karanya.
- Ven.Narada, Mahatera, 1998, Sang Buddha dan Ajaran-Ajaranya, Bagian 2, Jakarta, Yayasan Dhammadipa Arama.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar