Peranan Matematika dan Statistika Dalam Ilmu

BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Dalam abad ke 20 ini, seluruh kehidupan manusia sudah mempergunakan matematika, baik matematika ini sangat sederhana hanya untuk menghitung satu, dua, tiga maupun yang sampai sangat rumit, misalnya perhitungan antariksa. Demikian pula ilmu-ilmu pengetahuan, semuanya sudah mempergunakan matematika, baik matematika sebagai pengembangan aljabar maupun statistik. Philosophy modern juga tidak akan tepat bila pengetahuan tentang matematika tidak mencukupi. Banyak sekali ilmu-ilmu sosial sudah mempergunakan matematika sebagai sosiometri, psychometri, econometri dan seterusnya. Hampir dapat dikatakan bahwa fungsi matematika sama luasnya dengan fungsi bahasa yang berhubungan dengan pengetahuan dan ilmu pengetahuan.
Matematika dapat dikatakan hampir sama tuanya dengan peradaban manusia. Sekitar 3500 tahun S.M. bangsa Mesir Kuno telah mempunyai simbol yang melambangkan angka-angka. Para pendeta mereka merupakan ahli matematika yang pertama, yang melakukan pengukuran pasang surutnya sungai Nil dan meramalkan timbulnya banjir, seperti apa yang sekarang kita lakukan di abad ke 20 ini. Bedanya adalah bahwa pengetahuan tentang matematika pada waktu itu dianggap keramat. Para pendeta sengaja menyembunyikan pengetahuan tentang matematika untuk mempertahankan kekuasaan mereka.
Matematika merupakan bahasa artifisial yang dikembangkan untuk menjawab kekurangan bahasa verbal yang bersifat alamiah. Untuk itu maka diperlukan usaha tertentu untuk menguasai matematika dalam bentuk kegiatan belajar. Sementara statistika yang relatif muda dibandingkan dengan matematika, berkembang dengan sangat cepat terutama dalam dasawarsa lima puluh tahun belakangan ini. Penelitian ilmiah, baik yang berupa survei maupun eksperimen, dilakukan dengan lebih cermat dan teliti mempergunakan teknik-teknik statistika yang diperkembangkan sesuai dengan kebutuhan.

2.Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah yang kami bahas dalam makalah ini adalah :
1.Matematika sebagai Bahasa
2.Sifat Kuantitatif dari Matematika
3.Matematika : Sarana Berpikir Deduktif
4.Perkembangan Matematika
5.Statistika dan Cara Berpikir Induktif

3.Tujuan Pembahasan
Tujuan dari pembahasan makalah ini adalah kita dapat mengetahui peranan matematika dan statistika dalam ilmu

4.Manfaat Pembahasan
Manfaat dari pembahasan makalah ini adalah kita dapat memahami peranan matematika dan statistika dalam ilmu.



BAB II
PEMBAHASAN

1.Matematika sebagai Bahasa
Matematika adalah bahasa yang melambangkan serangkaian makna dari pernyataan yang ingin kita sampaikan. Lambang-lambang matematikan bersifat artifisial yang baru mempunyai arti setelah sebuah makna diberikan padanya. Tanpa itu maka matematika hanya merupakan kumpulan rumus-rumus yang mati. Bahasa verbal seperti yang telah kita bahas sebelumnya mempunyai beberapa kekurangan.
Untuk mengatasi kekurangan ini maka kita berpaling kepada matematika. Dalam hal ini dapat kita katakan bahwa matematika adalah bahasa yang berusaha untuk menghilangkan sifat kabur, majemuk dan emosional dari bahasa verbal. Lambang-lambang dari matematika dibuat secara artifisial dan individual yang merupakan perjanjian yang berlaku khusus untuk masalah yang sedang kita uji. Sebuah objek yang sedang kita telaah dapat kita lambangkan dengan apa saja yang sesuai dengan perjanjian kita. Sebagai contoh ketika kita mempelajari kecepatan seseorang, maka isinilah fungsi matematika sebagai lambang yang mempunyai arti yang jelas tanpa menimbulkan sifat majemuk, kecepatan kita lambangkan ”x”. Jika kita hubungkan dengan ojek yang lain misalnya jarak yang kita lambangkan ”y”. Maka kita dapat melambangkan hubungan tersebut sebagai z = y/x , dimana z melambangkan waktu. Pernyataan tersebut kiranya jelas tidak mempunyai konotasi emosional dan hanya mengemukakan informasi mengenai hubungan antara x, y, dan z. Maka pernyataan matematika mempunyai sifat yang jelas, spesifik dan informatif dengan tidak menimbulkan konotasi yang bersifat emosional.

2.Sifat Kuantitatif dari Matematika
Matematika mempunyai kelebihan lain dibandingkan dengan bahasa verbal. Matematika mengembangkan bahasa numerik yang memungkinkan kita untuk melakukan pengukuran yang kuantitatif. Dengan bahasa verbal bila kita membandingkan dua objek yang berlainan, umpamanya gajah dan semut, maka kita hanya bisa mengatakan gajah lebih besar dari semut. Jika kita ingin menelusuri lebih lanjut berapa besar gajah dibandingkan dengan semut, maka kita mengalami kesukaran dalam mengemukakan hubungan tersebut. Kemudian jika kita ingin mengetahui secara eksak berapa besar gajah bila dibandingkan dengan semut maka dengan bahasa verbal kita tidak dapat mengatakan apa-apa. Kita bisa mengetahu bahwa logam kalau dipanaskan akan memanjang namun kita tidak bisa mengatakan dengan tepat berapa besar pertambahan panjangnya.
Bahasa verbal hanya mampu mengemukakan pernyataan yang bersifat kualitatif. Demikian juga penjelasan dan ramalan yang diberikan oleh ilmu dalam bahasa verbal semuanya bersifat kualitatif. Untuk mengatasi masalah matematika mengembangkan konsep pengukuran. Lewat pengukuran maka kita dapat mengetahui dengan tepat berapa panjang sebatang logam dan berapa pertambahan panjangnya kalau logam itu dipanaskan.
Sifat kuantitatif dari matematika ini meningkatkan daya prediktif dan kontrol dari ilmu. Ilmu memberikan jawaban yang lebih bersifat eksak yang memungkinkan pemecahan masalah secara lebih tepat dan cermat. Matematika memungkinkan ilmu mengalami perkembangan dari tahap kualitatif ke kuantitatif.perkembangan ini merupakan suatu hal yang imperatif bila kita menghendaki daya prediksi dan kontrol yang lebih tepat dan cermat dari ilmu.

3.Matematika : Sarana Berpikir Deduktif
Kita semua kiranya telah mengenal bahwa jumlah sudut dalam sebuah segitiga adalah 180 derajat. Pengetahuan ini mungkin saja kita dapat dengan jalan mengukur sudut-sudut dalam sebuah segitiga dan menjumlahkannya. Dipihak lain, pengetahuan ini bisa didapatkan secara deduktif dengan mempergunakan matematika. Seperti diketahui berpikir deduktif adalah proses pengambilan kesimpulan yang didasarkan kepada premis-premis yang kebenaranya telah ditentukan. Untuk menghitung jumlah sudut dalam segitiga tersebut, kita mendasarkan kepada premis bahwa kalau terdapat dua garis sejajar maka sudut-sudut yang dibentuk kedua garis sejajar tersebut dengan garis ketiga adalah sama. Premis yang kedua adalah bahwa jumlah sudut yang dibentuk oleh sebuah garis lurus adalah 180 derajat.
Kedua premis itu kemudian kita terapkan dalam berpikir deduktif untuk menghitung jumlah sudut-sudut dalam sebuah segitiga. Dalam hal ini kita melihat bahwa dalam segitiga ABC kalau kita tarik garis p melalui titik A yang sejajar dengan BC maka pada titik A dapat didapatkan tiga sudut yakni α1, α2, α3, yang ketiga-tiganya membentuk suatu garis lurus. Mempergunakan premis yangg pertama maka kita bisa mengambil kesimpulan : (1) α3 = β1 ; (2) α2 = γ1 ; (3) δ = α1+ β1+ γ1 ; dari persamaan (1) dan (2) maka persamaan (3) dapat ditulis sebagai δ = α1 + α2 + α3 dimana δ membentuk sebuah garis lurus. Dengan demikian maka secara deduktif dapat dibuktikan bahwa jumlah sudut-sudut dalam sebuah segitiga adalah 180 derajat.

4.Perkembangan Matematika
Ditinjau dari perkembangannya maka ilmu dapat dibagi dalam tiga tahap yaitu :
a.Sistematika
Pada tahap sistematika maka ilmu mulai menggolong-golongkan objek empiris kedalam kategori-kategori tertentu. Penggolongan ini memungkinkan kita untuk menemukan ciri-ciri yang bersifat umum dari anggota-anggota yang menjadi kelompok tertentu. Ciri-ciri yang bersifat umum ini merupakan pengetahuan bagi manusia dalam mengenali dunia fisik.
b.Komparatif
Pada tahap komparatif kita mulai melakukan perbandingan antara objek yang satu dengan objek yang lain, kategori yang satu dengan kategori yang lain, dan seterusnya. Kita mulai mencari hubungan yang didasarkan kepada perbandingan antara di berbagai objek yang kita kaji.
c.Kuantitatif
Pada tahap kuantitatif kita mencari hubungan sebab akibat tidak lagi berdasarkan perbandingan melainkan berdasarkan pengukuran yang eksak dari objek yang sedang kita selidiki.
Bahasa verbal berfungsi dengan baik pada tahap pertama dan kedua, tetapi pada tahap ketiga maka pengetahuan membutuhkan matematika. Lambang-lambang matematika bukan saja jelas namun juga eksak dengan mengandung informasi tentang objek tertentu dalam dimensi-dimensi pengukuran. Di samping sebagai bahasa maka matematika juga berfungsi sebagai alat berpikir. Ilmu merupakan pengetahuan yang mendasarkan kepada analisis dalam menarik kesimpulan menurut suatu pola berpikir tertentu.
Griffits dan Howson ( 1974 ) membagi sejarah perkembangan matematika menjadi 4 tahap yaitu :
-Tahap pertama dimulai dengan matematika yang berkembang pada peradaban Mesir kuno. Pada saat itu matematika telah dipergunakan dalam perdagangan, pertanian, bangunan dan usaha mengontrol alam seperti banjir.
-Tahap kedua yaitu pada peradaban di Mesopotamia dan Babylonia, dimana mengembangkan kegunaan praktis dari matematika.
-Tahap ketiga yaitu pada peradaban Yunani yang sangat memperhatikan aspek estetik dari matematika. Pada peradaban inilah diletakkan dasar matematika sebagai cara berpikir rasional dengan menetapkan berbagai langkah dan definisi tertentu.
-Tahap selanjutnya terjadi di Timur dimana pada sekitar tahun 1000 bangsa Arab, India dan Cina mengembangkan ilmu hitung dan aljabar. Mereka mendapatkan angka nol dan cara penggunaan desimal serta mengembangkan kegunaan praktis dari ilmu hitung dan aljabar tersebut.

5.Statistika dan Cara Berpikir Induktif
Ilmu secara sederhana dapat didefinisikan sebagai pengetahuan yang telah teruji kebenarannya. Pengujian secara empiris merupakan salah satu mata rantai dalam metode ilmiah yang membedakan ilmu dari pengetahuan-pengetahuan lainnya. Kalau kita telaah lebih dalam maka pengujian merupakan suatu proses pengumpulan fakta yang relevan dengan hipotesis yang diajukan. Sekiranya hipotesis itu didukung oleh fakta-fakta empiris maka pernyataan hipotesis tersebut diterima atau disahkan kebenarnnya. Sebaliknya jika hipotesis tersebut bertentangan dengan kenyataan maka hipotesis itu ditolak.
Pengujian mengharuskan kita menarik kesimpulan yang bersifat umum dari kasus-kasus yang bersifat individual. Jadi dalam hal ini kita menarik kesimpulan berdasarkan logika induktif. Logika deduktif berpaling kepada matematika sebagai sarana penalaran penarikan kesimpulan sedangkan logika induktif berpaling kepada statistika. Statistika merupakan pengetahuan untuk melakukan penarikan kesimpulan induktif secara lebih seksama.
Penarikan kesimpulan induktif pada hakikatnya berbeda dengan penarikan kesimpulan secara deduktif. Dalam penalaran deduktif maka kesimpulan yang ditarik adalah benar jika premis-premis yang dipergunakannya adalah benar dan prosedur penarikan kesimpulannya adalah sah. Sedangkan penalaran induktif meskipun premis-premisnya adalah benar dan prosedur penarikan kesimpulannya adalah sah maka kesimpulan itu belum tentu benar. Yang dapat kita katakan adalah bahwa kesimpulan itu mempunyai peluang untuk benar. Statistika merupakan pengetahuan yang memungkinkan kita untuk menghitung tingkat peluang dengan eksak.


BAB III
PENUTUP
1.Kesimpulan
Dari pembahasan diatas maka dapat di tarik kesimpulan sebagai berikut :
Matematika sebagai Bahasa yang melambangkan serangkaian makna dari pernyataan yang ingin kita sampaikan. Matematika adalah bahasa yang berusaha untuk menghilangkan sifat kabur, majemuk dan emosional dari bahasa verbal
Sifat Kuantitatif dari Matematika
Matematika mengembangkan bahasa numerik yang memungkinkan kita untuk melakukan pengukuran yang kuantitatif
Matematika : Sarana Berpikir Deduktif, pengambilan kesimpulan yang didasarkan kepada premis-premis yang kebenaranya telah ditentukan
Perkembangan Matematika, tiga tahap perkembangan ilmu yaitu sistematika, komperatif, kuantitatif; empat tahap perkembangan matematika.
Statistika dan Cara Berpikir Induktif, merupakan sarana berpikir untuk memproses pengetahuan secara ilmiah dan membantu kita untuk melakukan generalisasi dan menyimpulkan karakteristik suatu kejadian secara lebih pasti.

2.Saran
Agar penulisan makalah ini kiranya dapat diperjelas analisisnya oleh dosen mata kuliah Filsafat Ilmu, sehingga mahasiswa dapat lebih memahami peranan Matematika dan Statistika Dalam Ilmu.



DAFTAR PUSTAKA

1.Hasan Bakti Nasution, 2001, Filsafat Umum, Jakarta, Gaya Media Pratama
2.Junus, H. Ismet, LMP, SDE, Pengantar Filsafat
3.Sudarsono, Drs., S.H., M.Si.,2001, Ilmu Filsafat Suatu Pengantar, Jakarta, Rineka Cipta
4.Suriasumantri, Jujun S., 2005, Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer, Jakarta, Pustaka Sinar Harapan
5.Tafsir, Prof. Dr. Ahmad, 2006, Filsafat Ilmu, Bandung, PT. Remaja Rosdakarya Bandung