Teknologi Pendidikan Sebagai Konstruk Teoritik, Bidang Garapan Dan Profesi

BAB I
PENDAHULUAN

1. Latar Belakang Masalah
Teknologi merupakan merupakan bagian integral dalam setiap budaya. Makin maju suatu budaya, makin banyak dan makin canggih teknologi yang digunakan. Meskipun demikian masih banyak di antara kita yang tidak menyadari akan hal itu. Teknologi diterapkan di semua bidang kehidupan, di antaranya bidang pendidikan. Teknologi pendidikan ini karenanya beroperasi dalam seluruh bidang pendidikan secara integratif, yaitu secara rasional berkembang dan terjalin dalam berbagai bidang pendidikan.
Teknologi pendidikan adalah sebuah konsep yang sangat kompleks dan memiliki definisi yang kompleks pula. Bilamana kita berfikir tentang Teknologi Pendidikan, kita dapat memikirkannya dalam tiga cara yaitu sebagai konstruksi teoritik, sebagai bidang garapan dan sebagai profesi. Agar kita dapat mendefinisikan sebagai tiga cara tersebut maka kita hendaknya terlebih dahulu menganalisis masing-masing cara tersebut sehingga kita dapat secara benar mendefinisikan Teknologi Pendidikan sesuai dengan cara yang seharusnya. Ketiga cara tersebut adalah :
1. sebagai konstruk teoritik (theoretical construct)
Sebuah abstraksi yang mencakup serangkaian ide dan prinsip tentang cara bagaimana pendidikan dan pembelajaran harus dilaksanakan dengan menggunakan teknologi
2. sebagai bidang garapan
Aplikasi ide-ide dan prinsip-prinsip teoritik untuk memecahkan masalah-masalah konkret dalam bidang pendidikan dan pembelajaran. Bidang tersebut meliputi teknik-teknik yang digunakan, aktivitas yang dikerjakan, informasi dan sumber yang digunakan, dan klien yang dilayani oleh para pelaksana dalam bidang tersebut
3. sebagai profesi
Suatu kelompok pelaksana tertentu yang diorganisasikan memenuhi criteria tertentu, memiliki tugas-tugas tertentu dan bergabung untuk membentuk bagian tertentu dari bidang tersebut
Tidak satu pun dari tiga perspektif tersebut yang lebih betul atau lebih baik, masing-masing merupakan cara yang berbeda dalam memandang hal yang sama.
Oleh karena itu, definisi Teknologi Pendidikan yang disajikan di sini akan mengemukakan pengertian Teknologi Pendidikan dari ketiga perspektif tersebut secara keseluruhan. Teknologi Pendidikan akan didefinisikan sebagai konstruk teoritik – menunjukkan ide dan prinsip-prinsip serta bagaimana kesemuanya disintesiskan menjadi satu kebulatan yang menyeluruh, sebagai bidang garapan – menunjukkan aplikasi dan implikasi dalam praktek kehidupan sehari-hari; dan sebagai profesi – identifikasi kriteria yang harus dipenuhi oleh kelompok yang khusus bergerak di bidang ini.

2. Perumusan Masalah
Adapun permasalahan yang akan dibahas pada makalah ini adalah Teknologi Pendidikan Sebagai Konstruk Teoritik, Bidang Garapan Dan Profesi, sesuai dengan latar belakang permasalahan.

3. Tujuan dan Manfaat
Berdasarkan rumusan masalah tersebut, maka makalah ini bertujuan untuk mengetahui peranan teknologi pendidikan sebagai konstruk teoritik, bidang garapan dan profesi.
Sedangkan manfaat pembahasan dari makalah ini adalah agar dapat dijadikan sebagai acuan dalam melaksanakan proses pembelajaran yang lebih efisien dan efektif.


BAB II
PEMBAHASAN

1. Teknologi Pendidikan Sebagai Konstruk Teoritik
Untuk mendefinisikan Teknologi Pendidikan sebagai konstruksi teoritik hanya diperlukan karakteristik pertama di atas; suatu kesatuan teori intelektual yang selalu dikembangkan melalui kegiatan penelitian.
Istilah teori yang dalam pembicaraan sehari-hari sering digunakan sebagai lawan kata praktek, yang mempunyai arti yang jelas yaitu : suatu prinsip umum yang didukung oleh data sebagai penjelasan terhadap sekelompok gejala atau suatu pernyataan tentang hubungan yang berlaku terhadap sejumlah fakta, suatu prinsip atau serangkaian prinsip yang menerangkan hubungan antara berbagai fakta dan meramalkan hasil baru berdasarkan fakta tersebut.
Teknologi Pendidikan adalah proses kompleks yang terintegrasi meliputi orang, prosedur, gagasan, sarana dan organisasi untuk menganalisis masalah dan merancang, melaksanakan, menilai dan mengelola pemecahan masalah dalam segala aspek belajar manusia.
Karakteristik teori dapat diidentifikasikan sebagai berikut :
a. Adanya suatu gejala – harus masih ada beberapa gejala yang belum difahami sejelas-jelasnya menurut pengetahuan yang ada sekarang;
b. Menjelaskan – sebuah teori memberikan penjelasan tentang mengapa atau bagaimana gejala itu terjadi (sebagai kebalikan dari penegasan sederhana terhadap eksistensi suatu gejala);
c. Merangkum – sebuah teori memberikan rangkuman tentang apa yang telah diketahui tentang hubungan antara sejumlah besar informasi empiric, konsep dan generalisasi;
d. Memberikan orientasi – menentukan dan mempertajam fakta-fakta yang akan diteliti (dipelajari) serta membedakan antara data yang relevan dengan data yang tidak relevan;
e. Mensistematiskan – memberikan skema unutuk mensistematiskan, mengklasifikasikan dan menghubungkan segala gejala, postulat dan dalil yang serasi;
f. Mengidentifikasi kesenjangan – mencari bidang-bidang yang relevan namun diabaikan atau belum dipecahkan pada masa kini maupun buat studi di masa mendatang;
g. Melahirkan strategi untuk keperluan riset – memberikan dasar untuk merumuskan hipotesis baru dan melaksanakan riset lebih mendalam berdasar atas penjelasan tersebut;
h. Prediksi – dapat mengungkap hal-hal melebihi dari apa yang bisa diketahui berdasar atas data empiric sehingga dapat membuat estimasi dan memprediksi fakta baru dan hipotesis yang belum diketahui pada saat sekarang;
Teknologi pendidikan adalah suatu proses terpadu yang melibatkan orang, prosedur, gagasan, peralatan, dan organisasi untuk menganalisa masalah-masalah pendidikan dan cara pemecahan, mengimplemintasikan, mengevaluasi dan mengelola pemecahan masalah yang berkenaan dengan semua aspek belajar manusia. Pemecahan masalah dalam teknologi pendidikan adalah bagaimana sumber belajar itu didesain, dipilih dan digunakan untuk menciptakan kegiatan belajar.
Paradigma baru pada teknologi pendidikan memberikan suatu pendekatan baru dalam memecahkan masalah-masalah pendidikan, namun demikian pendekatan baru tersebut merupakan penjabaran dan perluasan dari konsep-konsep terdahulu. Dengan demikian secara langsung masih berhubungan dengan definisi dan diskripsi bidang teknologi pendidikan yang dihasilkan sebelumnya.

2. Teknologi Pendidikan Sebagai Bidang Garapan
Teknologi Pendidikan sebagai bidang garapan merupakana aplikasi dari ide dan prinsip teoritik untuk memecahkan masalah kongkrit dalam bidang pendidikan dan pembelajaran ( teknik yang digunakan, aktivitas yang dikerjakan, informasi dan sumber yang digunakan dan klien yang dilayani ). Lingkungan kegiatan yang merangkum komponen konsep, ketrampilan dan prosedur serta memadukannya dalam bentuk aplikasi baru.
Ada tiga persyaratan atau karakteristik tambahan pada bidang garapan yaitu : teknik intelektual, yaitu pendekatan yang digunakan untuk memecahkan masalah, aplikasi praktis yaitu usaha untuk merealisasikan atau mengoperasionalkan pikiran, ide dan proses sehingga menghasilkan produk yang dapat dilihat, dan keunikan bidang garapan yaitu harus ada karakteristik khusus yang tidak dijumpai pada bidang lain
Teknik Intelektual, adalah pendekatan yang digunakan oleh seseorang dalam mencari pemecahan masalah. Teknologi pendidikan memiliki satu cara dalam pemecahan masalah. Tiap fungsi pengembangan dan manajemen mempunyai teknik tersendiri yang berkaitan dengannya. Teknik tersendiri dari teknologi pendidikan adalah lebih dari jumlah bagian-bagiannya. Teknik itu melibatkan perpaduan sistematik masing-masing teknologi dari fungsi-fungsi tersebut dan saling keterhubungannya dalam satu proses terpadu dan kompleks untuk mengadakan analisi keseluruhan masalah-masalah dan kemudian menciptakan metode-metode pemecahan baru. Teknologi ini menghasilkan suatu akibat sinergistik, dengan menghasilkan keluaran-keluaran diluar dugaan berbeda jika didasarkan pada unsur-unsur yang bekerja secara terpisah dan sendiri-sendiri. Teknik intelektual yang asli itu merupakan suatu yang khas dari teknologi pendidikan dan tidak ada bidang lain yang mempergunakannya.
Aplikasi praktis, mencakup usaha merealisasikan atau mengoperasionalkan fikiran, ide dan proses. Aplikasi itu menghasilkan produk yang dapat dilihat. Sebagai contoh seorang benar-benar melaksanakan eksperimen ilmiah atau melaksanakan kegiatan pengembangan instruksional sesuai dengan langkah-langkah yang telah ditentukan dalam mengaplikasikan teknik intelektual. Kecuali itu aplikasi praktis menunjukkan bagaimana teknik intelektual itu dioperasionalkan dalam konteks strutur organisasi dan institusi dimana bidang garapan itu beroperasi.
Keunikan, berhubung definisi tersebut menunjukkan bahwa suatu bidang garapan memadukan teknik intelektual dan aplikasi praktis yang diidentifikasi oleh definisi tersebut haruslah merupakan hal unik bagi bidang garapan tersebut. Haruslah tercermin karakteristik khusus yang tidak bisa dijumpai pada bidang lain. Jika definisi tersebut dapat mewujudkan adanya teknik intelektual dan aplikasi praktis yang unik, maka bidang garapan yang diidentifikasikan tersebut dengan sendirinya dapat dikatakan unik pula.
Jadi, definisi teknologi pendidikan sebagai bidang garapan, pertama-tama harus mendefinisikannya sebagai konstruk teoritik, kemudian mengidentifikasi teknik intelektual dan aplikasi praktis, serta kesemuanya menunjukkan keunikan bidang garapan teknologi pendidikan.

3. Teknologi Pendidikan Sebagai Profesi
Untuk mendefinisikan teknologi pendidikan sebagai profesi, terlebih dulu harus dipenuhi syarat-syarat untuk mendefinisikan bangunan teoritik dan bidang garapan. Selanjutnya definisi tersebut harus mencerminkan semua karakteristik profesi lainnya.
Latihan dan Sertifikasi. Latihan dalam waktu yang lama diperlukan untuk mengembangkan spesialisasi dan teknisi dalam profesi tersebut. Harus ada beberapa ketentuan tentang sifat-sifat latihan, baik melalui peraturan pemerintah maupun melalui suatu sistem akreditasi terhadap lembaga-lembaga latihan yang meliputi sifat dan isi pendidikan profesional, standar sertifikasi, standar dan ketentuan penerimaan calon peserta latihan, serta penempatan.
Standar dan Etika. Perumusan etika menunjukkan bagaimana anggota profesi itu harus bertingkah laku. Seperangkat standar memberikan petunjuk mengenai bahan, peralatan, dan fasilitas yang digunakan oleh orang-orang dalam profesi tersebut. Namum demikian, publikasi kode etik dan buku petunjuk tentang standar itu sendiri tidaklah dapat memberi jaminan apa-apa. Profesionalisasi itu terjadi bilamana dimungkinkan adanya pemaksaan yang kuat untuk melaksanakannya.
Kepemimpinan. Kepemimpinan diperlukan untuk memanfaatkan setepat-tepatnya penemuan-penemuan yang ada sekarang dan melihat kecenderungan di masa mendatang. Namun demikian untuk menghindari keadaan banyaknya inovasi yang ada sekarang yang membuat pusing karena desakan dari luar kita, maka kepemimpinan ini harus datang dari profesi ini sendiri.
Asosiasi dan Komunikasi. Organisasi profesi yang kuat diperlukan untuk mengembangkan dan mengimplementasikan karakteristik lainnya terutama standar dan etika, kepemimpinan dan latihan. Hanya organisasi yang kuat yang dapat memaksakan dengan sungguh-sungguh aplikasi praktis, standar dan etika.
Pengakuan sebagai profesi. Anggota profesi harus mempercayai adanya profesi dan bahwa mereka menjadi anggotanya. Eksistensi suatu profesi tidak dapat dipercayakan begitu saja kepada para pelaksana. Mereka harus menginginkan berdirinya dan mengakui pentingnya organisasi profesi. Mereka harus benar-benar menyadari akan keanggotaanya dalam organisasi profesi tersebut. Kesadaran ini dimanifestasikan dalam bentuk berdirinya asosiasi, terjelmanya ciri-ciri profesi lainnya dan penghargaan masyarakat umum terhadap para pelaksana bahwa ada organisasi profesi di mana mereka menjadi anggotanya.
Tanggung Jawab Profesi. Tidaklah cukup bahwa suatu profesi itu hanya sekedar menggunakan teknik intelektual untuk diaplikasikan secara praktis. Profesi harus juga mempertanggungjawabkan penggunaan teknik intelektual tersebut. Profesi harus bertanggung jawab atas penggunaan teknik intelektual dalam bekerja di masyarakat. Hendaknya senantiasa diadakan pengkajian tentang nilai kegunaannya dan jika mungkin mengambil sikap yang pasti terhadap masalah-masalah sosial yang dipengaruhi oleh hasil pekerjaan profesi tersebut.
Hubungan dengan profesi lain. Mungkin saja terdapat lebih dari satu profesi yang bekerja dalam bidang garapan teknologi pendidikan ini. Masing-masing profesi ini satu sama lain saling berhubungan baik secara eksplisit maupun implisit dalam beroperasi di bidang garapan tersebut. Hubungan ini harus diketahui, diidentifikasi, dan dikembangkan.


BAB III
PENUTUP

1. Kesimpulan
1. Teknologi pendidikan adalah suatu proses terpadu yang melibatkan orang, prosedur, gagasan, peralatan, dan organisasi untuk menganalisa masalah-masalah pendidikan dan cara pemecahan, mengimplemintasikan, mengevaluasi dan mengelola pemecahan masalah yang berkenan dengan semua aspek belajar manusia.
2. Teknologi Pendidikan didefinisikan sebagai konstruk teoritik, bidang garapan dan sebagai profesi, yang dilihat dari tiga perspektif secara keseluruhan.
3. Karakteristik teori adalah : adanya suatu gejala, menjelaskan, merangkum, memberi orientasi, mensistematiskan, mengidentifikasi kesenjangan, melahirkan strategi untuk keperluan riset dan prediksi.
4. Karakteristik bidang garapan adalah : teknik intelektual, aplikasi praktis, dan keunikan.
5. Karakteristik profesi adalah : latihan dan sertifikasi, standar dan etika, kepemimpinan, asosiasi dan komunikasi, pengakuaan sebagai profesi, tanggung jawab profesi, hubungan dengan profesi lain.

2. Saran
1. Mahasiswa diharapkan dapat memahami Teknologi Pendidikan didefinisikan sebagai konstruk teoritik, bidang garapan dan sebagai profesi, yang dilihat dari tiga perspektif secara keseluruhan.
2. Diharapkan kepada para pendidik agar lebih baik lagi menempatkan diri dalam kegiatan pembelajaran.
3. Memperbanyak referensi sebagai bahan acuan bagi peneliti yang ingin lebih memperdalam konsep teknologi pendidikan sebagai konstruk teoritik, bidang garapan dan profesi

DAFTAR PUSTAKA


- AECT, 1977, Defenisi Teknologi Pendidikan : Satuan Tugas Defenisi Dan Terminologi, Jakarta, Rajawali.
- Miarso, Y., 2007. Makalah “Kontribusi Teknologi Pendidikan dalam Pembangunan Pendidikan“. Makalah disampaikan dalam Seminar Intenasional & Temu Ilmiah FIP/JIP se-Indonesia, Manado., 2007.
- Saettler, Paul, 1968, A History of Instructional Technology, New York, Mc Graww-Hill Book Co.
- Seels, Barbara B. dan Rita C. Richey, 1994, Teknologi Pembelajaran, Jakarta, Percetakan Universitas Negeri Jakarta.
- Thompson, Merrit M., 1963, The History of Education, New York, Barne & Noble, Inc.
- http://www.candilaras.co.cc. : Landasan Teknologi Pembelajaran

Faktor-Faktor Dan Karakteristik Filsafat Ilmu

BAB I

PENDAHULUAN

Mengapa manusia berfilsafat ? pertanyaan ini merupakan dasar dan titik awal manusia berfilsafat. Dalam kaitan ini perlu dijelaskan bahwa sepanjang sejarah kefilsafatan dikalangan filsut terdapat tiga hal yang mendorong manusia untuk berfilsafat yaitu : kekaguman atau keheranan, keraguan atau kesangsian, kesadaran akan keterbatasan. Dan pada umumnya seorang filsut mulai berfilsafat karena adanya rasa kagum atau adanya rasa heran dalam pikiran filsafat itu sendiri.

Seorang yang berfilsafat dapat diumpamakan seorang yang berpijak di bumi sedang tengadah ke bintang-bintang. Dia ingin mengetahui hakikat dirinya dalam kesemestaan galaksi. Atau seoarang yang sedang berdiri di puncak gunung, memandang ke ngarai dan lembah dibawahnya, dia ingin menyimak kehadirannya dengan kesemestaan yang ditatapnya.

Dalam hal ini dialami oleh Plato ( filsut Yunani, guru dari Aristoteles ) menyatakan bahwa : “Mata kita memberi pengamatan bintang-bintang, matahari dan langit. Pengamatan ini memberi dorongan kepada kita untuk menyelidiki. Dan dari penyelidikan ini berasal filsafat.

Sementara Augustinus dan Rene Descartes memulai berfilsafat bukan dari kekaguman atau keheranan akan tetapi mereka berfilsafat dimulai dari keraguan atau kesangsian sebagai sumber utama berfilsafat. Manusia heran, tetapi kemudian ia ragu-ragu. Apakah ia tidak ditipu oleh panca inderanya yang sedang heran ?

Rasa heran dan meragukan ini mendorong manusia untuk berpikir lebih mendalam, menyeluruh dan kritis untuk memperoleh kepastian dan kebenaran yang hakiki. Berpikir secara mendalam, menyeluruh dan kritis seperti ini yang disebut berfilsafat.

Berfilsafat dapat pula dimulai dari adanya suatu kesadaran akan keterbatasan pada diri manusia. Berfilsafat kadang-kadang dimulai apabila manusia menyadari bahwa dirinya sangat kecil dan lemah terutama di dalam menghadapi kejadian-kejadian alam. Apabila seorang merasa, bahwa ia sangat terbatas dan terikat terutama pada waktu mengalami penderitaan atau kegagalan, maka dengan adanya kesadaran akan keterbatasan dirinya tadi manusia mulai berfilsafat. Ia akan memikirkan bahwa di luar manusia yang terbatas pasti ada sesuatu yang tidak terbatas yang dijadikan bahan kemajuan untuk menemukan kebenaran hakiki.

Sekarang kita sadar bahwa semua pengetahuan yang ada sekarang, dimulai dengan spekulasi. Dari serangkaian spekulasi ini kita dapat memilih buah pikiran yang dapat diandalkan yang merupakan titik awal dari penjelajahan pengetahuan. Tanpa menetapkan kriteria tentang apa yang disebut benar maka tidak mungkin pengetahuan lain berkembang di atas dasar kebenaran. Tanpa menetapkan apa yang disebut baik atau buruk maka kita tidak mungkin berbicara tentang moral. Demikian juga tanpa wawasan apa yang disebut indah atau jelek tidak mungkin kita berbicara tentang kesenian.


BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Tentang Filsafat

Istilah filsafat berasal dari bahasa Yunani yaitu philosophia yang dalam perkembangannya berikutnya dikenal di dalam bahasa lain yaitu : philosophie ( Jerman, Belanda dan Perancis ), philosophy ( Inggris ), philosophia ( Latin ) dan dalam bahasa Indonesia filsafat berasal dari pemakaian dalam bahasa Arab falsafah yang berarti mencintai hikmah.

Pengertian filsafat berdasarkan asal kata tersebut akan menghasilkan pengertian yang berbeda-beda dalam makna yang tidak hakiki, jadi perbedaan tersebut hanya bersifat gradasi ( naik, yaitu dari ragu menjadi yakin ) saja. Aktivitas akal budi yang dilakukan oleh filsut yang berupa philosopein memiliki dua unsur pokok, yaitu pertama philein dan sophos, kedua philos dan sophia.

Akar pengertian istilah tersebut dapat diurai sebagai berikut. Pertama unsur philien dan sophos, philien berarti mencintai, dan sophos berarti bijaksana. Istilah philosophia dengan akar kata philien dan sophos berarti mencintai akan hal-hal yang bersifat bijaksana. Istilah philosophia dengan akar kata philos dan sophia berarti kawan kebijaksanaan. Philosophia menurut arti katanya adalah cinta akan kebijaksanaan dan berusaha untuk memilikinya.

Berdasarkan uraian tersebut diatas dapat dipahami bahwa filsafat (philosophia) berarti cinta kebijaksanaan. Seorang filsut adalah pencari kebijaksanaan, ia adalah pencinta kebijaksanaan dalam arti hakikat. Seorang filsut mencintai atau mencari kebijaksanaan dalam arti yang sedalam-dalamnya. Seorang fisut adalah pencinta atau pemakaian istilah filsafat pertama kali digunakan oleh Pythagoras. Pada saat itu pengertian filsafat menurutnya menurutnya belum begitu jelas, kemudian diperjelas oleh kaum sophist yang dipelopori oleh Socrates, yang telah menjelaskan pengertian filsafat yang tetap dipakai hingga saat ini.

Beberapa pengertian yang dirumuskan oleh para filsut diantaranya :

1. Plato, filsafat adalah pengetahuan yang berminat mencapai pengetahuan kebenaran asli.

2. Aristoteles, filsafat adalah ilmu ( pengetahuan ) yang meliputi kebenaran yang terkandung didalamnya ilmu-ilmu metafisika, logika, retorika, etika, ekonomi, politik dan estetika ( filsafat keindahan ).

3. Al Farabi, filsafat adalah ilmu tentang alam wujud bagaimana hakikat yang sebenarnya.

4. Rene Descrartes, filsafat adalah kumpulan segala pengetahuan di mana Tuhan, alam dan manusia menjadi pokok penyelidikan.

5. Immanuel Kant, filsafat adalah ilmu yang menjadi pokok pangkal dari segala pengetahuan, yang didalamya tercakup masalah epistemologi ( filsafat pengetahuan ) yang menjawab persoalan apa yang dapat kita ketahui ? Masalah etika yang menjawab persoalan apa yang harus kita kerjakan ?

6. Langeveld, filsafat adalah berpikir tentang masalah-masalah yang akhir dan yang menentukan, yaitu masalah-masalah yang mengenai makna keadaan, Tuhan keabadian dan kebebasan.

7. Hasbullah Bakry, filsafat adalah ilmu yang menyelidiki segala sesuatu dengan mendalam mengenai ketuhanan, alam semesta dan manusia senhingga dapat menghasilkan pengetahuan tentang bagaimana hakikatnya sejauh yang dapat dicapai akal manusia dan bagaimana sikap manusia itu seharusnya setelah mencapai pengetahuan itu.

B. Faktor – Faktor Filsafat

Faktor-faktor yang menyebabkan lahirnya filsafat adalah sebagai berikut :

1. Pertentangan Mitos dan Logos

Di kalangan masyarakat Yunani dikenal adanya Mitos dan logos. Mitos sebagai suatu keyakinan lama yang berkembang dengan pesat, seperti mite kosmologi yang melukiskan kejadian-kejadian alam. Mite-mite tersebut tersusun sedemikian rupa sehingga menjadi keyakinan yang mapan, walaupun diakui mite tersebut tidak rasional. Di dalam penyusunan mite peran penyair sangat penting seperti Hesiodes ( 550 SM ) dengan bukunya ” Theogonia ” ( kejadian alah-alah ), Orpheus dari kalangan Orfisme dan Pherekydes dari Syros.

Logos adalah suatu potensi yang ada dalam diri manusia yang selalu siap untuk berfikir yang bisa diartikan dengan akal. Di dalam kehidupan mereka sering sekali dipertentangkan antara mitos dan logos yang dimenangkan logos.

2. Rasa Ingin Tahu

Adanya keinginan mempertentangkan antara mite dan logos disebabkan oleh rasa keingintahuan manusia tentang dunia yang dihadapinya. Mite-mite yang sifatnya tidak rasional memberikan ketidakpuasan manusia sehingga mendorong mereka mencari jawabannya pada logos. Jawaban-jawaban inilah yang kemudian disebut filsafat. Dalam kaitan ini Dick Hartoko mengatakan : filsafat berawal dari rasa heran dan kagum, hal-hal yang dalam kehidupan sehari-hari dianggap sebelumnya luar biasa, kelahiran dan kematian, ada dan tidak ada susul menyusul. Manusia mencari prinsip umum yang mendasari keseluruhan sebagai suatu sistem atau struktur yang memberi arti kepada segala sesuatu.

3. Rasa Kagum

Selain rasa ingin tahu dan pertentangan antar mitos dan logos, menurut Plato, filsafat juga lahir karena adanya kekaguman manusia tentang dunia dan lingkungannya. Rasa kagum mendorong manusia untuk memberikan jawaban-jawaban dalam bentuk praduga. Praduga ini kemudian dipikirkan oleh logos dalam bentuk rasionalisasi. Rasionalisasi ini merupakan awal lahir filsafat, misalnya para filsut Yunani yang kagum terhadap alam semesta, mencoba merumuskan asal muasal arche dari alam semesta tersebut sehingga muncullah aneka teori diantaranya :

a. Thales yang mengatakan bahwa alam semesta berasal dari air

b. Anaximandros yang mengatakan bahwa alam semesta berasal dari apairon

c. Anaximenes yang mengatakan bahwa alam semesta berasal dari udara

d. Democrios yang mengatakan bahwa alam semesta berasal dari atom

e. Empedocles yang mengatakan bahwa alam semesta berasal dari empat unsur yaitu api, tanah, air dan udara

4. Perkembangan kesusastraan

Faktor lain yang juga penting adalah perkembangan kesusastraan. Kesusastraan Yunani mengandung ungkapan-ungkapan yang berisikan teka-teki, dongeng-dongeng dan ungkapan-ungkapan yang metaforis. Ungkapan-ungkapan tersebut diinterpretasikan oleh para pemikir Yunani seperti Homerus dalam karyanya Illusi dan Odyssea mempunyai kedudukan yang istimewa dalam perkembangan filsafat. Plato mengatakan bahwa Homerus sangat berperan penting dalam mendidik bangsa Hellas (Yunani). Lain halnya dengan K. Bertens, dia mengatakan bahwa karya Homerus seperti wayang dalam kebudayaan Jawa, karena berisikan pantun-pantun yang mempunyai nilai hiburan dan edukatif.

C. Karakteristik Filsafat

Pemikiran kefilsafatan memiliki ciri-ciri khas ( karakteristik ) tertentu, sebagian besar filsut berbeda pendapat mengenai karakteristik pemikiran kefilsafatan. Apabila perbedaan pendapat tersebut dipahami secara teliti dan mendalam, maka karakteristik pemikiran kefilsafatan tersebut terdiri dari :

a. Integralistik ( menyeluruh ), artinya pemikiran yang luas, pemikiran yang meliputi beberapa sudut pandangan. Pemikirann kefilsafatan meliputi beberapa cabang ilmu, dan pemikiran semacam ini ingin mengetahui hubungan antara cabang ilmu yang satu dengan yang lainnya. Integralitas pemikiran kefilsafatan juga memikirkan hubungan ilmu dengan moral, seni dan pandangan hidup.

b. Fundamental ( mendasar ), artinya pemikiran mendalam sampai kepada hasil yang fundamental ( keluar dari gejala ). Hasil pemikiran tersebut dapat dijadikan dasar berpijak segenap nilai dan masalah-masalah keilmuan ( science )

c. Spekulatif, artinya hasil pemikiran yang diperoleh dijadikan dasar bagi pemikiran-pemikiran selanjutnya dan hasil pemikirannya selalu dimaksudkan sebagai medan garapan ( objek ) yang baru pula. Keadaan ini senantiasa bertambah dan berkembang meskipun demikian bukan berarti hasil pemikiran kefilsafatan itu meragukan, karena tidak pernah selesai seperti ilmu-ilmu diluar filsafat.



BAB III

PENUTUP

Dari uraian tersebut diatas, mulai tergambar bagi kita apa defenisi dari filsafat, walaupun masih sulit untuk mendefinisikan arti yang sebenarnya dari filsafat itu, karena filsafat memiliki ruang lingkup yang cukup luas dan objeknya meliputi kesemestaan.

Kita juga dapat mengetahui mengapa manusia berfilsafat ? dimana pertanyaan ini merupakan dasar dan titik awal manusia berfilsafat. Rasa kekaguman atau keheranan, keraguan atau kesangsian mendorong setiap manusia berpikir lebih mendalam, menyeluruh dan kritis untuk memperoleh kepastian akan kebenaran yang hakiki, dimana berpikir seperti ini yang disebut filsafat.

Walaupun berfilsafat dapat pula dimulai dari kesadaran akan keterbatasn pada diri manusia. Dimulai apabila menyadari bahwa dirinya sangat kecil dan lemah terutama di dalam menghadapi gejala-gejala alam.

Dan juga kita dapat mengetahui karakteristik pemikiran kefilsafatan yaitu : integralistik ( menyeluruh ), fundamental ( mendasar ) dan spekulatif.

DAFTAR PUSTAKA

1. Hasan Bakti Nasution, 2001, Filsafat Umum, Jakarta, Gaya Media Pratama

2. Junus, H. Ismet, LMP, SDE, Pengantar Filsafat

3. Sudarsono, Drs., S.H., M.Si.,2001, Ilmu Filsafat Suatu Pengantar, Jakarta, Rineka Cipta

4. Suriasumantri, Jujun S., 2005, Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer, Jakarta, Pustaka Sinar Harapan

5. Tafsir, Prof. Dr. Ahmad, 2006, Filsafat Ilmu, Bandung, PT. Remaja Rosdakarya Bandung

Kontribusi dan Implikasi Teori Belajar dan Instruksional Terhadap Teknologi Pendidikan

BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang Masalah

Teori adalah sekumpulan dalil yang berkaitan secara sistematis yang menetapkan kaitan sebab akibat diantara variable yang saling bergantung. Belajar adalah perubahan tingkah laku yang relatif tetap terjadi sebagai hasil latihan atau pengalaman. Perubahan yang dimaksud harus relatif permanen dan tetap ada untuk waktu yang cukup lama. Oleh karena itu sangat dibutuhkan teori-teori belajar. Kebutuhan akan teori adalah hal yang penting. Untuk itu pemahaman tentang konsep-konsep dan prinsip-prinsip yang bersifat teoritis dan telah diuji kebenarannya melalui eksperimen sangat dibutuhkan. Kebutuhan akan hal tersebut melahirkan teori belajar dan teori instruksional.

Teori belajar berhubungan dengan psikologi terutama berhubungan dengan situasi belajar. Teori belajar bersifat deskriptif dalam membicarakan proses belajar, sedangkan teori instruksional lebih bersifat preskriptif dan menerangkan apa yang harus dilaksanakan untuk membicarakan masalah-masalah praktis didunia pendidikan ( Snelbecker, 1974 dalam teori, 1997 ).

Brunner ( 1964 ), mengemukakan bahwa teori belajar adalah deskriptif, sedangkan teori instruksional adalah preskriptif. Artinya teori belajar mendeskripsikan terjadinya proses belajar, sedangkan teori instruksional mempreskripsikan strategi atau metode pembelajaran yang optimal untuk memudahkan proses belajar.

Kontribusi dan implikasi teori belajar dan instruksional dalam teknologi pendidikan merupakan suatu usaha yang dilakukan, khususnya yang didasarkan atas pengembangan pendidikan dengan bertitik tolak untuk perbaikan pendidikan. Teori belajar instruksional sangat besar perannya dibantu dengan peningkatan pendidikan.

2. Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah yang akan di bahas pada makalah ini adalah : Bagaimana kontribusi dan implikasi teori belajar dan instruksional dalam Teknologi Pendidikan ?


3. Tujuan dan Manfaat

Berdasarkan rumusan masalah tersebut, maka makalah ini bertujuan untuk mengetahui kontribusi dan implikasi teori belajar dan instruksional dalam Teknologi Pendidikan


BAB II

PEMBAHASAN

A. Teori Belajar

Belajar merupakan ciri khas manusia yang membedakannya dengan binatang. Belajar yang dilakukan manusia merupakan bagian hidupnya dan berlangsung seumur hidup. Dalam belajar, si belajar yang lebih penting sebab tanpa si belajar tidak ada proses belajar. Oleh karena itu tenaga pengajar perlu memahami terlebih dahulu teori belajar, alasannya:

  1. Membantu pengajar untuk memahami proses belajar yang terjadi didalam diri si belajar

  2. Dengan kondisi ini pengajar dapat mengerti kondisi-kondisi dan faktor-faktor yang mempengaruhi, memperlancar atau menghambat proses belajar

  3. Mungkin pengajar melakukan prediksi yang cukup akurat tentang hasil yang dapat diharapkan pada suatu aktivitas belajar

  4. Teori ini merupakan sumber hipotesis atau dugaan-dugaan tentang proses belajar yang dapat diuji kebenarannya melalui eksperimen atau penelitian, dengan demikian dapat meningkatkan pengertian seseorang tentang proses belajar mengajar

  5. Hipotesis, konsep-konsep dan prinsip-prinsip ini dapat membantu si pengajar meningkatkan penampilannya sebagai seorang pengajar yang efektif

Secara umum semua teori belajar dapat kita kelompokkan menjadi empat golongan atau aliran yaitu:

  1. Teori Belajar Behaviorisme

  2. Teori Belajar Kognitivisme

  3. Teori Belajar Humanistik

  4. Teori Belajar Sibernetik

1. Teori Belajar Behaviorisme

Menurut teori belajar ini adalah perubahan tingkah laku, seseorang dianggap belajar sesuatu bila ada menunjukkan perubahan tingkah laku. Misalnya, seorang siswa belum bisa membaca maka betapapun gurunya berusaha sebaik mungkin mengajar atau bahkan sudah hafal huruf A sampai Z di luar kepala, namun bila siswa itu gagal mendemonstrasikan kemampuannya dalam membaca, maka siswa itu belum bisa dikatakan belajar. Ia dikatakan telah belajar apabila ia menunjukkan suatu perubahan dalam tingkah laku ( dari tidak bisa menjadi bisa membaca ).

Yang terpenting dari teori ini adalah masukan atau input yaitu berupa stimulus dan out put yang berupa respons. Sedang apa yang terjadi diantara stimulus dan respons itu dianggap tidak penting diperhatikan sebab tidak bisa diamati. Yang bisa diamati adalah stimulus dan respons, misalnya stimulus adalah apa saja yang diberikan guru kepada siswa tersebut dalam rangka membantu siswa untuk belajar. Stimulus ini berupa rangkaian alfabet, beberapa kalimat atau bacaan, sedangkan respons adalah reaksi terhadap stimulus yang diberikan gurunya.

Menurut teori behaviorisme apa saja yang diberikan guru ( stimulus ) dan apa saja yang dihasilkan siswa ( respons ) semua harus bisa diamati, diukur, dan tidak boleh hanya implisit ( tersirat ). Faktor lain yang juga penting adalah faktor penguat ( reinforcement ). Penguat adalah apa saja yang dapat memperkuat timbulnya respons. Bila penguatan ditambah ( positive reinforcement ) maka respons akan semakin kuat. Begitu juga bila penguatan dikurangi ( negative reinforcement ) responspun akan tetap dikuatkan.. Misalnya bila seorang anak bertambah giat belajar apabila uang sakunya ditambah maka penambahan uang saku ini disebut sebagai positive reinforcement. Sebaliknya jika uang saku anak itu dikurangi dan pengurangan ini membuat ia makin giat belajar, maka pengurangan ini disebut negative reinforcement.

Aplikasi teori belajar behaviorisme dalam pembelajaran tergantung dari beberapa hal seperti tujuan pembelajaran, sifat materi pelajaran, karakteristik siswa, media dan fasilitas pembelajaran yang tersedia.

2. Teori Belajar Kognitivisme

Menurut teori ini, belajar adalah perubahan persepsi dan pemahaman. Perubahan persepsi dan pemahaman tidak selalu berbentuk perubahan tingkah laku yang bisa diamati. Asumsi dasar teori ini adalah setiap orang telah mempunyai pengalaman dan pengetahuan dalam dirinya. Pengalaman dan pengetahuan ini tertata dalam bentuk struktur kognitif. Menurut teori ini proses belajar akan berjalan baik bila materi pelajaran yang baru beradaptasi secara klop dengan struktur kognitif yang telah dimiliki oleh siswa.

Aplikasi teori belajar kognitivisme dalam pembelajaran, guru harus memahami bahwa siswa bukan sebagai orang dewasa yang mudah dalam proses berpikirnya, anak usia pra sekolah dan awal sekolah dasar belajar menggunakan benda-benda konkret, keaktifan siswa sangat dipentingkan, guru menyusun materi dengan menggunakan pola atau logika tertentu dari sederhana kekompleks, guru menciptakan pembelajaran yang bermakna, memperhatian perbedaan individual siswa untuk mencapai keberhasilan siswa.

3. Teori Belajar Humanistik

Tujuan belajar adalah untuk memanusiakan manusia. Proses belajar dianggap berhasil jika si belajar telah memahami lingkungannya dan dirinya sendiri. Dengan kata lain si belajar dalam proses belajarnya harus berusaha agar lambat laun ia mampu mencapai aktualisasi diri dengan sebaik-baiknya. Secara umum teori ini cenderung bersifat elektik dalam arti memanfaatkan teknik belajar apapun agar tujuan belajar dapat tercapai.

Aplikasi teori humanistik dalam pembelajaran, guru lebih mengarahkan siswa untuk berpikir induktif, mementingkan pengalaman serta membutuhkan keterlibatan siswa secara aktif dalam proses belajar.

4. Teori belajar Sibernetik

Teori ini masih baru jika dibandingkan dengan ketiga teori yang telah dijelaskan sebelumnya . Teori ini berkembang sejalan dengan perkembangan ilmu informasi. Menurut teori ini belajar adalah pengolahan informasi . Teori ini berasumsi bahwa tidak ada satupun jenis cara belajar yang ideal untuk segala situasi, sebab cara belajar sangat ditentukan oleh sistem informasi.

Aplikasi teori sibernetik terhadap proses pembelajaran hendaknya menarik perhatian, memberitahukan tujuan pembelajaran kepada siswa, merangsang kegiatan pada prasyarat belajar, menyajikan bahan perangsang, memberikan bimbingan belajar, mendorong untuk kerja, memberikan balikan informatif, menilai unjuk kerja, meningkatkan retensi dan alih belajar.

B. Teori Instruksional

Teori instruksional merupakan suatu kumpulan prinsip-prinsip yang terintegrasi dan yang memberikan preskripsi untuk mengatur situasi atau lingkungan belajar sedemikian rupa sehingga dapat membantu si belajar memperoleh informasi dan keterampilan baru dengan memperhatikan informasi dan keterampilan yang telah dipel;ajari sebelumnya.

Teori instruksional dapat bersifat perspektif dan deskriptif. Teori instruksional perspektif berguna untuk mengoptimalkan hasil pengajaran yang diinginkan dibawah kondisi tertentu, sedangkan teori instruksional deskriptif berisi gambaran mengenai hasil pengajaran yang muncul sebagai akibat dan digunakannya metode tertentu dibawah kondisi tertentu pula.

    1. Kontribusi dan Implikasi Teori Belajar dan Instruksional dalam Teknologi Pendidikan

Pengertian kontribusi dan implikasi teori belajar dan instruksional secara luas merupakan suatu proses kegiatan untuk mengadakan perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, pengkoordinasian, serta pengawasan dari teknologi pendidikan dan proses pendidikan, sehubungan dengan itu maka semua kegiatan ataupun aktivitas didalam proses pendidikan harus disertai proses manajemen termasuk dalam pembentukan badan-badan perkumpulan.

Kontribusi dan implikasi teori belajar dan instruksional merupakan kegiatan di sektor ilmu pendidikan yang dapat diartikan secara luas sebagai kegiatan individu atau umum, usaha dan organisasi yang dengan penempatan manajemen, rekayasa dan modifikasi teknologi melalui investasi penanaman modal untuk mencapai pendidikan yang berkualitas hingga seterusnya dapat memasuki serta menguasai pasar.

Sebagai cabang dari sektor ilmu pendidikan, teori belajar dapat mendorong pengembangan pendidikan dan nilai tambah yang relatif besar dan meningkatkan kualitas pendidikan nasional. Kegiatan teori belajar dan instruksional merupakan salah satu usaha yang sangat potensial untuk dikembangkan, karena pendidikan merupakan kebutuhan yang essensial untuk makhluk hidup khususnya manusia disepanjang hidupnya, baik sebagai bahan utama secara langsung maupun kebutuhan secara tidak langsung karena lebih dahulu harus mengalami proses kegiatan pengolahan dengan perlakuan teknologi.

Kontribusi dan implikasi teori belajar dan instruksional merupakan suatu bagian terpenting dari teknologi pendidikan yang memiliki potensi cukup besar dalam mengoptimalisasikan peningkatan pendidikan dengan memanfaatkan faktor-faktor yang tersedia yaitu sarana dan prasarana. Dengan memfungsikan hubungan antara keterkaitan antar sistem berbagai sarana maupun prasarana yang tersedia menjadi suatu kesatuan dalam sisitem pendidikan akan menghasilkan suatu sistem pendidikan yang dapat mengefisiensikan pengembangan pendidikan.

Teknologi pendidikan atau teknologi pembelajaran telah dipengaruhi oleh teori dari berbagai bidang kajian. Kontribusi spesifik dan pengaruh penelitian dan teori terhadap kawasan-kawasan dalam teknologi pendidikan adalah sebagai berikut:

  1. Desain

Dengan pembelajaran berakar pada teori belajar. Pandangan pakar perilaku sangat mendominasi dalam aplikasi perancangan pembelajaran. Saat ini, perancangan pembelajaran menekankan pada aplikasi psikologi kognitif ( Polson, 1993 dalam Seel & Richey, 1994 )

2. Pengembangan

Proses pengembangan pembelajaran bergantung pada prosedur desain, akan tetapi prinsip-prinsip utamanya diturunkan dari hakekat komunikasi dan proses belajar,

Kawasan pengembangan ini didasarkan pada teori Shannon dan Weaver ( 1949 ), yang menjelaskan tentang penyampaian pasar dari pengirim kepada penerima dengan menggunakan sarana sensorik. Selain itu kawasan pengembangan juga dipengaruhi oleh literatur visual melalui penerapan teori berfikir visual dan komunikasi visual.

  1. Pemanfaatan

Kawasan ini berkembang dan mencakup pada difusi dan pemanfaatan ilmu pengetahuan termsuk peranan publik sebagai suatu mekanisme perkembangan. Contoh tentang faktor-faktor yang mempengaruhi pemanfaatan proses dan materi pembelajaran termasuk sikap si belajar terhadap teknologi. tingkat independensi si belajar dan faktor-faktor lain yang dapat menghambat atau mendukung pemanfaatan media tau materi dalam konteks sistem pembelajaran yang lebih luas. Pemanfaatan dalam teknologi pendidikan banyak menyinggung masalah-masalah seperti penggunaan media secara optimal dan pengaruh media terhadap waktu yang diperlukan untuk belajar ( Thompson, Simonson, dan Margrave, 1992 ).

  1. Pengolahan

Pengolahan dalam pembelajaran muncul karena pengaruh aliran perilaku dan berfikir sistematik behaviorisme serta aspek humanistik, dari teori komunikasi, motivasi dan produktifitas, dan ini banyak diaplikasikan pada berbagai bidang pengolahan dan pengelola perubahan.

  1. Penilaian

Analisis dan penilaian peranan penting dalam proses desain pembelajaran dan teknologi itu sendiri.


BAB III

PENUTUP

  1. Kesimpulan

  1. Ada beberapa teori belajar, antara lain : Behaviorisme, Kognitivisme, Humanistik dan Sibernetik

  2. Teori belajar lebih bersifat deskriptif dalam membicarakan proses belajar

  3. Teori instruksional lebih bersifat preskriptif dalam menerangkan apa yang seharusnya dilaksanakan untuk memecahkan maslah-masalah praktis di dunia pendidikan

  4. Ada beberapa teori belajar, antara lain : Behaviorisme, Kognitivisme, Humanistik dan Sibernetik

  5. Teori belajar dan instruksional mempunyai kontribusi dan implikasi yang besar pada bidang kawasan teknologi pendidikan, yaitu dalam hal desain, pengembangan, pemanfaatan, pengolahan, dan penilaian proses pembelajaran.

2. Saran

Perlunya mengoptimalkan kontribusi teori belajar dan instruksional dengan teknologi pendidikan untuk meningkatkan kualitas pendidikan nasional.


DAFTAR PUSTAKA

    • AECT, 1977, Defenisi Teknologi Pendidikan : Satuan Tugas Defenisi Dan Terminologi, Jakarta, Rajawali.

    • Hamid K., Abdul, Teori Belajar dan Pembelajaran (edisi kedua), Medan, FR.Dongoran, 2009.