UAS Tahun 2010
MK : Peencanaan Pendidikan dan Pelatihan
PS : TP
FAK : Pascasarjana UNIMED
Dosen : 1. Prof. Dr. Sahat Siagian, M.Pd
2. Prof. Dr. Efendi Naptupulu, M.Pd
Waktu/Tanggal : Jawaban iserahkan paling lambat tanggal 22 Nopember 2010, pukul 12.00 WIB di kantor prodi TP
Soal
Berdasarkan hasil observasi lapangan yang sudah dilakukan terhadap pelaksanaan pelatihan, tuliskanlah jawaban dari hal-hal sebagai berikut :
1. Apakah perencanaan pelatihan diawali dengan analisis kebutuhan pelatihan? Kalau ya bagaimana analisis kebutuhan pelatihan tersebut dilakukan. Kalau tidak apa komentar anda.
2. Aspek-aspek apakah yang dilakukan berkaitan dengan perencanaan pelatihan? Teknik perencanaan yang seperti apa yang diterapkan? Apa komentar anda.
3. Berkaitan dengan pelaksanaan pelatihan, aspek-aspek apakah yang perlu dipantau (dimonitor) dan dengan teknik apa monitoring dilakukan. Apa komentar anda.
4. Berkaitan dengan evaluasi program pelatihan, aspek-aspek apakah yang perlu dievaluasi dan bagaimana teknik evaluasi program dilakukan. Apa komentar anda.
Catatan:
Jika ditemukan dua atau lebih pekerjaan yang sama, akan dilakukan pengurangan nilai.
SELAMAT BEKERJA
Pengelolaan Staf dan Tenaga PSB
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Efisiensi dan keberhasilan dari sebuah Pusat Sumber Belajar (PSB) untuk mencapai tujuan yang diharakan sangat ditentukan oleh kualitas dari sumber daya manusia (SDM) yang ada serta sistem komunikasi yang dibangun di dalam lembaga tersebut.
Pihak pengelolaan PSB pada institusi pendidikan formal seperti sekolah memiliki potensi yang besar dalam menciptakan guru, dan tenaga administrasi yang profesional serta sarana dan prasarana belajar. Kepala sekolah harus mampu menampilkan pengelolaan sumber daya secara transparan, demokratis, dan bertanggungjawab untuk meningkatkan kapasitas pelayanan kepada siswa. Pelaksanaan ini dituntut kemampuan profesional dan manajerial dari semua komponen warga sekolah di bidang pendidikan agar semua keputusan yang dibuat sekolah didasarkan atas pertimbangan mutu pendidikan. Khususnya kepala sekolah harus dapat memposisikan sebagai agen perubahan di sekolah. Oleh karena itu, kepala sekolah sebagai pengelola staf dan tenaga PBS memiliki:
1. Memiliki kemampuan untuk berkolaborasi dengan guru dan masyarakat sekitar sekolah
2. Memiliki pemahaman dan wawasan yang luas tentang teori pendidikan dan pembelajaran
3. Memiliki kemampuan dan ketrampilan untuk menganalisa situasi sekarang untuk memperkirakan kejadian di masa depan sebagai input penyusunan program sekolah
4. Memiliki kemampuan dan kemauan dalam mengidentifikasi masalah dan kebutuhan yang berkaitan dengan efektifitas pendidikan di sekolah
5. Mampu memanfaatkan berbagai peluang, menjadikan tantangan menjadi peluang, serta mengkonsepkan arah perubahan sekolah.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian diatas, maka yang menjadi permasalahan dalam makalah ini adalah:
1. Apa yang dimaksud dengan pengelolaan ?
2. Bagaimanakah struktur ketenagaan atau personalia yang ada pada PSB?
3. Bagaimanakah pengelolaan para staf dan tenaga PSB tersebut?
C. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah :
1. untuk mengetahui pengertian pengelolaan
2. untuk mengetahui struktur ketenagaan atau personalia yang ada pada PSB
3. untuk mengetahui pengelolaan para staf dan tenaga PSB tersebut
D. Manfaat Penulisan
Ada beberapa manfaat dari penulisan makalah ini, diantaranya adalah :
1. menambah pengetahuan mahasiswa Pasca Sarjana Program Studi Teknologi Pendidikan tentang pengelolaan staf dan tenaga psb.
2. sebagai bahan masukan mengenai pengelolaan staf dan tenaga psb.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Pengelolaan
Menurut Charles (1989) pengelolaan didefenisikan sebagai sebuah kegiatan pekerjaan dengan orang-orang secara pribadi maupun kelompok untuk mencapai tujuan organisasi, sedangkan Burhanuddin (1994) mendefenisikan pengelolaan sama dengan manajemen sebagai sebuah usaha pencapaian tujuan yang diinginkan dengan membangun suatu lingkungan atau suasana yang dinamis dan harmonis terhadap pekerjaan yang dilakukan oleh orang-orang dalam kelompok terorganisasi. Dari kedua pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa pengelolaan atau manajemen adalah merupakan usaha untuk mencapai tujuan melalui orang lain dengan menciptakan situasi kerja yang kondusif. Dengan kata lain bahwa pengelolaan atau manajemen adalah sebuah perilaku organisasi yang dilakukan oleh seorang pimpinan terhadap sumber daya yang ada.
B. Struktur ketenagaan atau personalia PSB
Fungsi dan prinsip-prinsip pengelolaan PSB, baru akan dapat berjalan apabila didukung oleh tenaga-tenaga yang kompeten, dinamis dan jumlah yang cukup. Hal ini dimaksudkan agar para tenaga tersebut dapat menjalankan tugas dan fungsi masing-masing dengan hasil yang memuaskan.
Mudhoffir (1992) mengelompokkan ketenagaan pada PSB sebagai berikut :
1. Pimpinan Pusat Sumber Belajar
Seorang pemimpin dari PSB adalah seorang yang berlatar belakang akademis yang kuat. Secara struktural dan bertanggung jawab langsung kepada pembantu rektor bidang akademis (PRI). Secara ideal ia harus menguasai bidang pengembangan insruksional, ahli media, dan sekaligus teknisi untuk dapat mengukur bawahannya secara menyeluruh dan mendalam, tidak sekedar koordinator. Tetapi apabila hal tersebut tidak mungkin, maka pilihan hendaknya kembali tertuju kepada orang yang mempunyai latar belakang dan pengalaman yang cukup didalam bidang akademis, khususnya sebagai pengembang instruksional ketimbang bidang lain
2. Pengembangan Instruksional
Kompetensi pengembangan instruksional dan proses pengembangan instruksional telah cukup jelas diuraikan dalam makalah yang berjudul Pengembangan Sistem Instruksional (Kelompok 4).
3. Ahli Media (media professional)
Ahli media tidak hanya menguasai teori tetapi juga terampil memproduksi Keterampilan memproduksi media dalam suatu pusat sumber belajar sekurang-kurangnya meliputi produksi berbagai media. Ahli media tidak hanya ahli didalam media saja dan berdiri sendiri, melainkan harus memahami kaitannya dengan bidang pendidikan dan pengajaran.
Beberapa prinsip dalam kaitannya dengan pendidikan dan pengajaran antara lain adalah sebagai berikut:
a. Ahli media berada di garis depan dalam program dan praktek pendidikan dan selalu berperan serta dalam mendorong pembaharuan proses belajar-mengajar.
b. Ahli media merupakan bagian dari staf pengajara.Oleh karena itu ikut serta dalam pengambilan keputusan instruksional
c. Dalam program media ahli media membutuhkan kerja sama dengan contet expert teknisi dan tenaga administrasi
d. Ahli media seyogyanya memiliki inisiatif dan dapat menerapkan program media dalam pendidikan, memiliki kemampuan dan keterampilan lebih dari satu keahlian dalam bidang teknologi pendidikan.
4. Tenaga Pelayanan Peminjaman dan Penyimpanan
Tenaga pelayanan peminjaman dan penyimpanan berikut dengan tugas-tugasnya sudah cukup jelas diuraikan dan dibahas pada makalah yang berjudul Fungsi dan Pelayanan PSB (kelomok 3)
5. Teknisi (technician)
Teknisi yang khusus dalam media yang telah dilatih dan memiliki cukup pengalaman kerja teknisi media. Status teknisi adalah sebagai pembantu dan bertanggung jawab kepada ahli media.
Perincian tugas teknisi ini antara lain adalah sebagai berikut :
a. Membantu ahli media dalam teknik pemprosesan informasi dan bahan-bahan
b. Membantu dalam memproduksi grafis, display dan pameran bahan-bahan seerti transparansi, poster, chart, lukisan dan bahan-bahan untuk program televisi
c. Membantu produksi program audio, fotografi, film, televisi
d. Memasang komponen-komponen sistem audio recording, televisi, film dan lain-lain
e. Memperbaiki dan memelihara peralatan
f. Menjadi operator semua peralatan untuk keperluan dosen dalam mengajar.
6. Tenaga Administrasi
Tenaga administrasi adalah staf yang berhubungan dengan cara-cara bagaimana tujuan dan prioritas program dapat tercapai. Tugas dari pada tenaga adalah yang berhubungan dengan semua segi program yang dilaksanakan dan akan melibatkan semua staf dan pemakai dengan cara yang sesuai.
7. Tenaga Bantu (Aide)
Tenaga bantu adalah staf atau petugas yang berkerja dalam bidang administrasi pelayanan dan pembantu produksi. Statusnya adalah pembantu dan tingkatnya lebih rendah dibanding dengan teknisi
Sebagai tenaga administrasi mereka bekerja dalan hubungan dengan tugas-tugas seperti:
a. Korespondensi
b. Pembuatan laporan
c. Pembuatan bibliografi
d. Pembukuan.
e. Inventarisasi
f. Pengetikan
g. Pencatatan dan lain-lain.
Sebagai tenaga petugas pelayanan, mereka berhadapan langsung dengan pemakai atau klien dan bekerja dalam hubungan dengan tugas-tugas seperti:
a. Menyiapkan memproses dan menerima order atau peminjaman atauun produksi media.
b. Memproses bahan-bahan
c. Menyimpan dan meminjamkan bahan-bahan maupun peralatan kepada klien dan membantu menggunakan bahan-bahan sumber belajar.
d. Membantu mengoperasikan perlatan dan mengadakan perbaikan kecil
e. Ikut memelihara peralatan dan bahan
f. Membuat daftar check dan bibliografi untuk mengetahui apakah bahan dan peralatan tersedia atau tidak
g. Melayani sirkulasi bahan dan peralatan, menagih, menarik denda, menyimpan dan mengembalikan jaminan, menyediakan dan mencatat pesan mengatur waktu penjadwalan dan pengiriman bahan serta peralatan
h. Melayani kebutuhan mahasiswa dan dosen pada khususnya dan klien lain pada umumnya.
C. Pengelolaan Staf
Kegiatan pusat sumber belakar yang dikelola oleh MBS sebagai management sekolah/institusi pendidikan Unit Pelaksana Teknisi (UPT) pada sebuah institusi lembaga pendidikan seperti universitas negeri dan swasta secara efesiensi dan efektivitas.
Pengelolaan staf dalam PSB oleh pihak pengelola yaitu antara lain:
a. Sumber daya
Sekolah harus mempunyai fleksibilitas dalam mengatur semua sumber daya sesuai dengan kebutuhan setempat.
b. Pertanggung jawaban (accountability)
Sekolah dituntut untuk memiliki akuntabilitas baik kepada masyarakat mauun pemerintah
c. Kurikulum
Berdasarkan kurikulum standar yang telah ditentukan secara nasional, sekolah bertanggung jawab untuk mengembangkan kurikulum baik dari standar materi dan proses penyampaiannya
• Pengembangan kurikulum tersebut harus memenuhi kebutuhan siswa.
• Bagaimana mengembangkan keterampilan pengelolaan untuk menyajikan kurikulum tersebut kepada siswa sedapat mungkin secara efektif dan efisien dengan memperhatikan sumber daya yang ada.
• Pengembangan berbagai pendekatan yang mampu mengatur perubahan sebagai fenomena alamiah di sekolah
d. Personil sekolah
Sekolah bertanggung jawab dan terlibat dalam proses rekrutmen (dalam arti penentuan jenis guru yang diperlukan) dan pembinaan
Struktur staf sekolah (kepala sekolah, wakil kepala sekolah, guru dan staf lainnya). Pembinaan profesional dalam rangka pembangunan kapasitas/kemampuan kepala sekolah dan pembinaan keterampilan guru dalam pengimplementasian kurikulum termasuk staf kependidikan lainnya dilakukan secara terus menerus atas inisiatif sekolah. Birokrasi di luar sekolah berperan untuk menyediakan wadah dan instrumen pendukung.
D. Pengelolaan Tenaga PSB
Implementasi pengelolaan tenaga PSB dengan benar akan memberikan dampak positif terhadap perubahan tingkah laku warga sekolah yang pada akhirnya diharapkan dapat meningkatkan kualitas pendidikan di sekolah.
Berdasarkan 9 wewenagan yang diserahkan kepada sekolah, maka hal yang harus dilakukan oleh kepala sekolah sebagai manager yang mengelola tenaga PSB adalah seperti diuraikan berikut ini :
1. Perencanaan dan Evaluasi
• Salah satu tugas pokok yang harus dilakukan oleh kepala sekolah sebelum merencanakan program peningkatan mutu sekolah adalah mendata sumber daya yang dimiliki sekolah (sarana dan prasarana, siswa, guru, staf administrasi, dan lingkungan sekitar)
• Menganalisis tingkat kesiapan semua sumber daya sekolah tersebut.
• Berdasarkan data dan analisis kesiapan sumber daya, kepala sekolah dengan warga sekolah secara bersama-sama menyusun program peningkatan mutu sekolah untuk jangka panjang, jangka menegah dan jangka pendek.
• Menyusun skala prioritas program peningkatan mutu untuk program jangka pendek yang akan dilaksanakan satu tahun ke depan.
• Melakukan evaluasi diri terhada pelaksanaan program sekolah secara jujur dan transparan kemudian ditindak lanjuti dengan perbaikan terus menerus.
• Melakukan refleksi diri terhadap semua rogram yang telah dilaksanakan
• Melatih guru dan tokoh masyarakat dalam implementasi PSB
• Menyelengarakan lokakarya untuk evaluasi
2. Pengelolaan Kurikulum
• Standar KBK yang akan diberlakukan telah ditentukan oleh pusat sekolah sudah menjabarkan kurikulum tersebut harus terlebih dahulu pemahaman kurikulum (silabus)
• Mengembangkan silabus berdasarkan kurikulum
• Mencari bahan ajar yang sesuai dengan materi pokok
• Menyusun kelompok guru sebagai penerima program pemberdayaan
• Mengembangkan kurikulum (memperdalam, memperkaya dan memodifikasi), namun tidak boleh mengurangi isi kurikulum yang berlaku secara nasional.
3. Pengelolaan Proses Belajar Mengajar
Proses belajar mengajar merupakan aktifitas yang sangat penting dalam proses pendidikan di sekolah. Disinilah guru dan siswa berinteraksi dalam rangka transfer ilmu dan pengetahuan kepada siswa. Keberhasilan sekolah dalam meningkatkan mutu pendidikan sangat bergantung pada apa yang dilakukan oleh guru di kelas. Oleh karena itu, guru diharakan dapat :
• Menciptakan pembelajaran yang berpusat pada siswa.
• Mengembangan model pembelajaran dengan menggunakan pembelajan kontekstual.
• Jumlah siswa per kelas tidak lebih dari 40 siswa.
• Memanfaatkan perpustakaan sebagai sumber belajar.
• Memanfaatkan lingkungan dan sumber daya lain diluar sekolah sebagai sumber belajar.
• Pemanfaatan laboratorium untuk pemahaman materi.
• Mengembangkan evaluasi belajar untuk 3 ranah (cognitif, afektif, psikomotorik)
• Mengembangkan bentuk evaluasi sesuai dengan materi pokok
• Mengintegrasikan life skill dalam proses pembelajaran
• Menumbuhkan kegemaran membaca
4. Pengelolaan Ketenagaan
• Menganalisis kebutuhan tenaga pendidikan dan non kependidikan
• Pembagian tugas guru dan staf yang jelas sesuai dengan kemamuan dan keahliannya.
• Melakukan pengembangan staf melalui MGMP, seminar
• Pemberian penghargaan kepada yang berprestasi dan sangsi kepada yang melanggar
5. Pengelolaan Fasilitas (Peralatan dan Perlengkapan)
• Mengetahui keadaan dan kondisi sarana dan fasilitas
• Mengadakan alat dan sarana belajar
• Menggunakan sarana dan fasilitas sekolah
• Memelihara dan merawat kebersihan
6. Pengelolaan Keuangan
• Semua dana yang dibutuhkan dan akan digunakan dimasukkan dalam RAPBS
• Mengelola keuangan dengan transparan dan akuntabel
• Pembukuan keuangan rapi
• Ada laporan pertanggungjawaban keuangan setiap bulan.
7. Pelayanan Siswa
• Mengembangkan bakat siswa
• Mengembangkan kreatifitas
• Membuat majalah dinding
• Mengikuti lomba-lomba bidang keilmuwan dan non keilmuwan
8. Hubungan Sekolah-Masyarakat
• Membentuk komite sekolah
• Menjaga hubungan baik dengan komite sekolah
• Mengembangkan hubungan yang harmonis antara sekolah dengan masyarakat
9. Pengelolaan Iklim Sekolah
• Menegakkan disiplin (siswa, guru,staf)
• Menciptakan kerukunan beragama
• Menciptakan kekeluargaan di sekolah
• Budaya bebas narkoba.
BAB III
KESIMPULAN
Kesimpulan
Keberhasilan dari sebuah pusat sumber belajar dalam mewujudkan tujuan-tujuan yang telah ditetapkan sangat ditentukan oleh kinerja dari seluruh personil PSB. Fungsi dan prinsip-prinsip pengelolaan PSB, baru akan dapat berjalan apabila didukung oleh tenaga-tenaga yang kompeten, dinamis dan jumlah yang cukup.
Mudhoffir (1992) mengelompokkan ketenagaan pada PSB sebagai berikut : Pimpinan pusat sumber belajar, Pengembangan instruksional, ahli media (media professional), Tenaga bantu (Aide), Tenaga pelayanan peminjaman dan pelayanan, Teknisi, Tenaga Administrasi.
Pengelolaan staf dalam PBS terdiri dari sumber daya, pertanggung jawaban, kurikulum, personil sekolah, sedangkan pengelolaan tenaga staf terdiri dari : Perencanaan dan evaluasi, pengelolaan kurikulum, pengelolaan proses belajar mengajar, pengelolaan ketenagaan, pengelolaan fasilitas, pengelolaan keuangan, pelayanan siswa, hubungan sekolah-masyarakat, pengelolaan iklim sekolah.
DAFTAR PUSTAKA
Dikmenum, 1999, Peningkatan Mutu Pendidikan Berbasis Sekolah:Suatu Konsepsi Otonomi Sekolah (paper kerja), Depdikbud, Jakarta.
………….., 1998. Upaya Perintis Peningkatan Mutu Pendidikan Berbasis Sekolah (paper kerja), Depdikbud, Jakarta
Mudhofir, 1992. Prinsip-prinsip Pengelolaan Pusat Sumber Belajar. Bandung : PT Remaja Rosdakarya.
.HRL. Zainuddin, 1984. Pusat Sumber Belajar. Jakarta:Diknas
Merril and Drob, 1997. Criteria for Palnning The College an University Learning Resources Center. Los Angeles Association of America Medical Colleges.
Yuhetty. Harina, 2005.Model Pusat Sumber Belajar. Jakarta. Pustekkom Depdiknas.
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Efisiensi dan keberhasilan dari sebuah Pusat Sumber Belajar (PSB) untuk mencapai tujuan yang diharakan sangat ditentukan oleh kualitas dari sumber daya manusia (SDM) yang ada serta sistem komunikasi yang dibangun di dalam lembaga tersebut.
Pihak pengelolaan PSB pada institusi pendidikan formal seperti sekolah memiliki potensi yang besar dalam menciptakan guru, dan tenaga administrasi yang profesional serta sarana dan prasarana belajar. Kepala sekolah harus mampu menampilkan pengelolaan sumber daya secara transparan, demokratis, dan bertanggungjawab untuk meningkatkan kapasitas pelayanan kepada siswa. Pelaksanaan ini dituntut kemampuan profesional dan manajerial dari semua komponen warga sekolah di bidang pendidikan agar semua keputusan yang dibuat sekolah didasarkan atas pertimbangan mutu pendidikan. Khususnya kepala sekolah harus dapat memposisikan sebagai agen perubahan di sekolah. Oleh karena itu, kepala sekolah sebagai pengelola staf dan tenaga PBS memiliki:
1. Memiliki kemampuan untuk berkolaborasi dengan guru dan masyarakat sekitar sekolah
2. Memiliki pemahaman dan wawasan yang luas tentang teori pendidikan dan pembelajaran
3. Memiliki kemampuan dan ketrampilan untuk menganalisa situasi sekarang untuk memperkirakan kejadian di masa depan sebagai input penyusunan program sekolah
4. Memiliki kemampuan dan kemauan dalam mengidentifikasi masalah dan kebutuhan yang berkaitan dengan efektifitas pendidikan di sekolah
5. Mampu memanfaatkan berbagai peluang, menjadikan tantangan menjadi peluang, serta mengkonsepkan arah perubahan sekolah.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian diatas, maka yang menjadi permasalahan dalam makalah ini adalah:
1. Apa yang dimaksud dengan pengelolaan ?
2. Bagaimanakah struktur ketenagaan atau personalia yang ada pada PSB?
3. Bagaimanakah pengelolaan para staf dan tenaga PSB tersebut?
C. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah :
1. untuk mengetahui pengertian pengelolaan
2. untuk mengetahui struktur ketenagaan atau personalia yang ada pada PSB
3. untuk mengetahui pengelolaan para staf dan tenaga PSB tersebut
D. Manfaat Penulisan
Ada beberapa manfaat dari penulisan makalah ini, diantaranya adalah :
1. menambah pengetahuan mahasiswa Pasca Sarjana Program Studi Teknologi Pendidikan tentang pengelolaan staf dan tenaga psb.
2. sebagai bahan masukan mengenai pengelolaan staf dan tenaga psb.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Pengelolaan
Menurut Charles (1989) pengelolaan didefenisikan sebagai sebuah kegiatan pekerjaan dengan orang-orang secara pribadi maupun kelompok untuk mencapai tujuan organisasi, sedangkan Burhanuddin (1994) mendefenisikan pengelolaan sama dengan manajemen sebagai sebuah usaha pencapaian tujuan yang diinginkan dengan membangun suatu lingkungan atau suasana yang dinamis dan harmonis terhadap pekerjaan yang dilakukan oleh orang-orang dalam kelompok terorganisasi. Dari kedua pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa pengelolaan atau manajemen adalah merupakan usaha untuk mencapai tujuan melalui orang lain dengan menciptakan situasi kerja yang kondusif. Dengan kata lain bahwa pengelolaan atau manajemen adalah sebuah perilaku organisasi yang dilakukan oleh seorang pimpinan terhadap sumber daya yang ada.
B. Struktur ketenagaan atau personalia PSB
Fungsi dan prinsip-prinsip pengelolaan PSB, baru akan dapat berjalan apabila didukung oleh tenaga-tenaga yang kompeten, dinamis dan jumlah yang cukup. Hal ini dimaksudkan agar para tenaga tersebut dapat menjalankan tugas dan fungsi masing-masing dengan hasil yang memuaskan.
Mudhoffir (1992) mengelompokkan ketenagaan pada PSB sebagai berikut :
1. Pimpinan Pusat Sumber Belajar
Seorang pemimpin dari PSB adalah seorang yang berlatar belakang akademis yang kuat. Secara struktural dan bertanggung jawab langsung kepada pembantu rektor bidang akademis (PRI). Secara ideal ia harus menguasai bidang pengembangan insruksional, ahli media, dan sekaligus teknisi untuk dapat mengukur bawahannya secara menyeluruh dan mendalam, tidak sekedar koordinator. Tetapi apabila hal tersebut tidak mungkin, maka pilihan hendaknya kembali tertuju kepada orang yang mempunyai latar belakang dan pengalaman yang cukup didalam bidang akademis, khususnya sebagai pengembang instruksional ketimbang bidang lain
2. Pengembangan Instruksional
Kompetensi pengembangan instruksional dan proses pengembangan instruksional telah cukup jelas diuraikan dalam makalah yang berjudul Pengembangan Sistem Instruksional (Kelompok 4).
3. Ahli Media (media professional)
Ahli media tidak hanya menguasai teori tetapi juga terampil memproduksi Keterampilan memproduksi media dalam suatu pusat sumber belajar sekurang-kurangnya meliputi produksi berbagai media. Ahli media tidak hanya ahli didalam media saja dan berdiri sendiri, melainkan harus memahami kaitannya dengan bidang pendidikan dan pengajaran.
Beberapa prinsip dalam kaitannya dengan pendidikan dan pengajaran antara lain adalah sebagai berikut:
a. Ahli media berada di garis depan dalam program dan praktek pendidikan dan selalu berperan serta dalam mendorong pembaharuan proses belajar-mengajar.
b. Ahli media merupakan bagian dari staf pengajara.Oleh karena itu ikut serta dalam pengambilan keputusan instruksional
c. Dalam program media ahli media membutuhkan kerja sama dengan contet expert teknisi dan tenaga administrasi
d. Ahli media seyogyanya memiliki inisiatif dan dapat menerapkan program media dalam pendidikan, memiliki kemampuan dan keterampilan lebih dari satu keahlian dalam bidang teknologi pendidikan.
4. Tenaga Pelayanan Peminjaman dan Penyimpanan
Tenaga pelayanan peminjaman dan penyimpanan berikut dengan tugas-tugasnya sudah cukup jelas diuraikan dan dibahas pada makalah yang berjudul Fungsi dan Pelayanan PSB (kelomok 3)
5. Teknisi (technician)
Teknisi yang khusus dalam media yang telah dilatih dan memiliki cukup pengalaman kerja teknisi media. Status teknisi adalah sebagai pembantu dan bertanggung jawab kepada ahli media.
Perincian tugas teknisi ini antara lain adalah sebagai berikut :
a. Membantu ahli media dalam teknik pemprosesan informasi dan bahan-bahan
b. Membantu dalam memproduksi grafis, display dan pameran bahan-bahan seerti transparansi, poster, chart, lukisan dan bahan-bahan untuk program televisi
c. Membantu produksi program audio, fotografi, film, televisi
d. Memasang komponen-komponen sistem audio recording, televisi, film dan lain-lain
e. Memperbaiki dan memelihara peralatan
f. Menjadi operator semua peralatan untuk keperluan dosen dalam mengajar.
6. Tenaga Administrasi
Tenaga administrasi adalah staf yang berhubungan dengan cara-cara bagaimana tujuan dan prioritas program dapat tercapai. Tugas dari pada tenaga adalah yang berhubungan dengan semua segi program yang dilaksanakan dan akan melibatkan semua staf dan pemakai dengan cara yang sesuai.
7. Tenaga Bantu (Aide)
Tenaga bantu adalah staf atau petugas yang berkerja dalam bidang administrasi pelayanan dan pembantu produksi. Statusnya adalah pembantu dan tingkatnya lebih rendah dibanding dengan teknisi
Sebagai tenaga administrasi mereka bekerja dalan hubungan dengan tugas-tugas seperti:
a. Korespondensi
b. Pembuatan laporan
c. Pembuatan bibliografi
d. Pembukuan.
e. Inventarisasi
f. Pengetikan
g. Pencatatan dan lain-lain.
Sebagai tenaga petugas pelayanan, mereka berhadapan langsung dengan pemakai atau klien dan bekerja dalam hubungan dengan tugas-tugas seperti:
a. Menyiapkan memproses dan menerima order atau peminjaman atauun produksi media.
b. Memproses bahan-bahan
c. Menyimpan dan meminjamkan bahan-bahan maupun peralatan kepada klien dan membantu menggunakan bahan-bahan sumber belajar.
d. Membantu mengoperasikan perlatan dan mengadakan perbaikan kecil
e. Ikut memelihara peralatan dan bahan
f. Membuat daftar check dan bibliografi untuk mengetahui apakah bahan dan peralatan tersedia atau tidak
g. Melayani sirkulasi bahan dan peralatan, menagih, menarik denda, menyimpan dan mengembalikan jaminan, menyediakan dan mencatat pesan mengatur waktu penjadwalan dan pengiriman bahan serta peralatan
h. Melayani kebutuhan mahasiswa dan dosen pada khususnya dan klien lain pada umumnya.
C. Pengelolaan Staf
Kegiatan pusat sumber belakar yang dikelola oleh MBS sebagai management sekolah/institusi pendidikan Unit Pelaksana Teknisi (UPT) pada sebuah institusi lembaga pendidikan seperti universitas negeri dan swasta secara efesiensi dan efektivitas.
Pengelolaan staf dalam PSB oleh pihak pengelola yaitu antara lain:
a. Sumber daya
Sekolah harus mempunyai fleksibilitas dalam mengatur semua sumber daya sesuai dengan kebutuhan setempat.
b. Pertanggung jawaban (accountability)
Sekolah dituntut untuk memiliki akuntabilitas baik kepada masyarakat mauun pemerintah
c. Kurikulum
Berdasarkan kurikulum standar yang telah ditentukan secara nasional, sekolah bertanggung jawab untuk mengembangkan kurikulum baik dari standar materi dan proses penyampaiannya
• Pengembangan kurikulum tersebut harus memenuhi kebutuhan siswa.
• Bagaimana mengembangkan keterampilan pengelolaan untuk menyajikan kurikulum tersebut kepada siswa sedapat mungkin secara efektif dan efisien dengan memperhatikan sumber daya yang ada.
• Pengembangan berbagai pendekatan yang mampu mengatur perubahan sebagai fenomena alamiah di sekolah
d. Personil sekolah
Sekolah bertanggung jawab dan terlibat dalam proses rekrutmen (dalam arti penentuan jenis guru yang diperlukan) dan pembinaan
Struktur staf sekolah (kepala sekolah, wakil kepala sekolah, guru dan staf lainnya). Pembinaan profesional dalam rangka pembangunan kapasitas/kemampuan kepala sekolah dan pembinaan keterampilan guru dalam pengimplementasian kurikulum termasuk staf kependidikan lainnya dilakukan secara terus menerus atas inisiatif sekolah. Birokrasi di luar sekolah berperan untuk menyediakan wadah dan instrumen pendukung.
D. Pengelolaan Tenaga PSB
Implementasi pengelolaan tenaga PSB dengan benar akan memberikan dampak positif terhadap perubahan tingkah laku warga sekolah yang pada akhirnya diharapkan dapat meningkatkan kualitas pendidikan di sekolah.
Berdasarkan 9 wewenagan yang diserahkan kepada sekolah, maka hal yang harus dilakukan oleh kepala sekolah sebagai manager yang mengelola tenaga PSB adalah seperti diuraikan berikut ini :
1. Perencanaan dan Evaluasi
• Salah satu tugas pokok yang harus dilakukan oleh kepala sekolah sebelum merencanakan program peningkatan mutu sekolah adalah mendata sumber daya yang dimiliki sekolah (sarana dan prasarana, siswa, guru, staf administrasi, dan lingkungan sekitar)
• Menganalisis tingkat kesiapan semua sumber daya sekolah tersebut.
• Berdasarkan data dan analisis kesiapan sumber daya, kepala sekolah dengan warga sekolah secara bersama-sama menyusun program peningkatan mutu sekolah untuk jangka panjang, jangka menegah dan jangka pendek.
• Menyusun skala prioritas program peningkatan mutu untuk program jangka pendek yang akan dilaksanakan satu tahun ke depan.
• Melakukan evaluasi diri terhada pelaksanaan program sekolah secara jujur dan transparan kemudian ditindak lanjuti dengan perbaikan terus menerus.
• Melakukan refleksi diri terhadap semua rogram yang telah dilaksanakan
• Melatih guru dan tokoh masyarakat dalam implementasi PSB
• Menyelengarakan lokakarya untuk evaluasi
2. Pengelolaan Kurikulum
• Standar KBK yang akan diberlakukan telah ditentukan oleh pusat sekolah sudah menjabarkan kurikulum tersebut harus terlebih dahulu pemahaman kurikulum (silabus)
• Mengembangkan silabus berdasarkan kurikulum
• Mencari bahan ajar yang sesuai dengan materi pokok
• Menyusun kelompok guru sebagai penerima program pemberdayaan
• Mengembangkan kurikulum (memperdalam, memperkaya dan memodifikasi), namun tidak boleh mengurangi isi kurikulum yang berlaku secara nasional.
3. Pengelolaan Proses Belajar Mengajar
Proses belajar mengajar merupakan aktifitas yang sangat penting dalam proses pendidikan di sekolah. Disinilah guru dan siswa berinteraksi dalam rangka transfer ilmu dan pengetahuan kepada siswa. Keberhasilan sekolah dalam meningkatkan mutu pendidikan sangat bergantung pada apa yang dilakukan oleh guru di kelas. Oleh karena itu, guru diharakan dapat :
• Menciptakan pembelajaran yang berpusat pada siswa.
• Mengembangan model pembelajaran dengan menggunakan pembelajan kontekstual.
• Jumlah siswa per kelas tidak lebih dari 40 siswa.
• Memanfaatkan perpustakaan sebagai sumber belajar.
• Memanfaatkan lingkungan dan sumber daya lain diluar sekolah sebagai sumber belajar.
• Pemanfaatan laboratorium untuk pemahaman materi.
• Mengembangkan evaluasi belajar untuk 3 ranah (cognitif, afektif, psikomotorik)
• Mengembangkan bentuk evaluasi sesuai dengan materi pokok
• Mengintegrasikan life skill dalam proses pembelajaran
• Menumbuhkan kegemaran membaca
4. Pengelolaan Ketenagaan
• Menganalisis kebutuhan tenaga pendidikan dan non kependidikan
• Pembagian tugas guru dan staf yang jelas sesuai dengan kemamuan dan keahliannya.
• Melakukan pengembangan staf melalui MGMP, seminar
• Pemberian penghargaan kepada yang berprestasi dan sangsi kepada yang melanggar
5. Pengelolaan Fasilitas (Peralatan dan Perlengkapan)
• Mengetahui keadaan dan kondisi sarana dan fasilitas
• Mengadakan alat dan sarana belajar
• Menggunakan sarana dan fasilitas sekolah
• Memelihara dan merawat kebersihan
6. Pengelolaan Keuangan
• Semua dana yang dibutuhkan dan akan digunakan dimasukkan dalam RAPBS
• Mengelola keuangan dengan transparan dan akuntabel
• Pembukuan keuangan rapi
• Ada laporan pertanggungjawaban keuangan setiap bulan.
7. Pelayanan Siswa
• Mengembangkan bakat siswa
• Mengembangkan kreatifitas
• Membuat majalah dinding
• Mengikuti lomba-lomba bidang keilmuwan dan non keilmuwan
8. Hubungan Sekolah-Masyarakat
• Membentuk komite sekolah
• Menjaga hubungan baik dengan komite sekolah
• Mengembangkan hubungan yang harmonis antara sekolah dengan masyarakat
9. Pengelolaan Iklim Sekolah
• Menegakkan disiplin (siswa, guru,staf)
• Menciptakan kerukunan beragama
• Menciptakan kekeluargaan di sekolah
• Budaya bebas narkoba.
BAB III
KESIMPULAN
Kesimpulan
Keberhasilan dari sebuah pusat sumber belajar dalam mewujudkan tujuan-tujuan yang telah ditetapkan sangat ditentukan oleh kinerja dari seluruh personil PSB. Fungsi dan prinsip-prinsip pengelolaan PSB, baru akan dapat berjalan apabila didukung oleh tenaga-tenaga yang kompeten, dinamis dan jumlah yang cukup.
Mudhoffir (1992) mengelompokkan ketenagaan pada PSB sebagai berikut : Pimpinan pusat sumber belajar, Pengembangan instruksional, ahli media (media professional), Tenaga bantu (Aide), Tenaga pelayanan peminjaman dan pelayanan, Teknisi, Tenaga Administrasi.
Pengelolaan staf dalam PBS terdiri dari sumber daya, pertanggung jawaban, kurikulum, personil sekolah, sedangkan pengelolaan tenaga staf terdiri dari : Perencanaan dan evaluasi, pengelolaan kurikulum, pengelolaan proses belajar mengajar, pengelolaan ketenagaan, pengelolaan fasilitas, pengelolaan keuangan, pelayanan siswa, hubungan sekolah-masyarakat, pengelolaan iklim sekolah.
DAFTAR PUSTAKA
Dikmenum, 1999, Peningkatan Mutu Pendidikan Berbasis Sekolah:Suatu Konsepsi Otonomi Sekolah (paper kerja), Depdikbud, Jakarta.
………….., 1998. Upaya Perintis Peningkatan Mutu Pendidikan Berbasis Sekolah (paper kerja), Depdikbud, Jakarta
Mudhofir, 1992. Prinsip-prinsip Pengelolaan Pusat Sumber Belajar. Bandung : PT Remaja Rosdakarya.
.HRL. Zainuddin, 1984. Pusat Sumber Belajar. Jakarta:Diknas
Merril and Drob, 1997. Criteria for Palnning The College an University Learning Resources Center. Los Angeles Association of America Medical Colleges.
Yuhetty. Harina, 2005.Model Pusat Sumber Belajar. Jakarta. Pustekkom Depdiknas.
Analisis Kebutuhan Diklat
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Langkah paling utama dan pertama dalam penyusunan rancang bangun suatu program diklat adalah kegiatan Analisis Kebutuhan Diklat (AKD) atau Training Needs Assessment (TNA). Analisis kebutuhan diklat memiliki kaitan erat dengan perencanaan diklat. Perencanaan yang paling baik didahului dengan identifikasi kebutuhan. Kebutuhan pendidikan dan pelatihan dapat dilihat dengan membandingkan antara tingkat pengetahuan dan kemampuan yang diharapkan (sebagaimana terlihat pada misi, fungsi dan tugas) dengan pengetahuan dan kemampuan yang senyatanya dimiliki oleh pegawai.
Diklat dianggap sebagai faktor penting dalam peningkatan kinerja pegawai, proses dan organisasi, sudah luas diakui. Tapi masalahnya banyak diklat yang diselenggarakan oleh suatu organisasi tidak atau kurang memenuhi kebutuhan sesungguhnya. Misalnya yang diperlukan sesungguhnya adalah pelatihan B tetapi yang dilakukan A, akibatnya investasi yang ditanamkan melalui diklat kurang dapat dilihat hasilnya.
Kegiatan AKD/TNA diharapkan akan menghasilkan jenis-jenis diklat yang dibutuhkan oleh organisasi, sehingga dapat mewujudkan diklat yang tepat sasaran, tepat isi kurikulum dan tepat strategi untuk mencapai tujuan. Melalui kegiatan Analisis Kebutuhan Diklat, maka idealnya setiap program yang disusun dan dijabarkan dalam bentuk kegiatan merupakan perwujudan dari pemenuhan kebutuhan. Hasil yang diharapkan dari Analisis Kebutuhan Diklat akan memperjelas kaitan antara pelaksanaan pendidikan dan pelatihan dengan peningkatan kinerja lembaga yang merupakan akumulasi dari kinerja para pejabat di dalam suatu organisasi, disebutkan demikian karena setiap pejabat yang dilengkapi dengan jenis-jenis diklat yang dibutuhkan, selanjutnya akan dapat melaksanakan setiap rincian tugas dalam jabatannya.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka dapat dibuat rumusan masalah sebagai berikut:
1. Apakah pengertian kebutuhan diklat?
2. Bagaimana melakukan analisis kebutuhan dalam pelatihan?
C. Tujuan dan manfaat
1. Tujuan
Pembahasan pada makalah ini bertujuan untuk mengetahui:
1. defenisi kebutuhan diklat;
2. cara melakukan analisis kebutuhan dalam pelatihan.
2. Manfaat
Pembahasan makalah ini diharapkan dapat memberikan kontribusi ilmu dan pengetahuan kepada semua yang berkecimpung dalam dunia pendidikan dan pelatihan dalam merancang serta merencanakan diklat.
BAB II
PEMBAHASAN
A. KEBUTUHAN DIKLAT
1. Pengertian.
Kebutuhan menurut Briggs (AKD LAN, 2005 ) adalah “ketimpangan atau gap antara apa yang seharusnya dengan apa yang senyatanya”. Gilley dan Eggland ( AKD LAN, 2005 ) menyatakan bahwa kebutuhan adalah “kesenjangan antara seperangkat kondisi yang ada pada saat sekarang ini dengan seperangkat kondisi yang diharapkan. Dalam dunia kerja, kebutuhan juga diartikan sebagai masalah kinerja (Anung Haryono, 2004).
Diklat mempunyai arti penyelenggaraan proses belajar mengajar dalam rangka meningkatkan kemampuan dalam melaksanakan tugas dan jabatan tertentu. Kebutuhan diklat adalah jenis diklat yang dibutuhkan oleh seorang pemegang jabatan atau pelaksana pekerjaan tiap jenis jabatan atau unit organisasi untuk meningkatkan pengetahuan, keterampilan, dan sikap dalam melaksanakan tugas yang efektif dan efisien (Dephutbun dan ITTO,2000). Sedangkan menurut Lembaga Administrasi Negara kebutuhan diklat adalah kekurangan pengetahuan, ketrampilan dan sikap seorang pegawai sehingga kurang mampu melaksanakan tugas, tanggung jawab, wewenang dan haknya dalam suatu satuan organisasi. Dengan demikian kebutuhan diklat dapat diartikan sebagai kesenjangan kemampuan pegawai yang terjadi karena adanya perbedaan antara kemampuan yang diharapkan sebagai tuntutan pelaksanaan tugas dalam organisasi dan kemampuan yang ada (Hermansyah dan Azhari, 2002).
Konsep dasar pemikiran kebutuhan diklat adalah adanya deskrepansi kemampuan kerja. Sesuai dengan tingkatan dalam pengungkapan kebutuhan diklat maka deskrepansi dapat terjadi pada seseorang pejabat/pelaksana pekerjaan terhadap tugas di dalam organisasi, jabatan maupun terhadap tugas individu. Secara umum deskrepansi kemampuan kerja diilustrasikan sebagai berikut: Diskrepansi kemampuan kerja dinyatakan perbedaan antara kemampuan kerja seseorang pada saat kini dengan kemampuan kerja yang diinginkan atau seharusnya yang umumnya juga di kenal kemampuan kerja standar/baku.
2. Tujuan dan faktor.
Program diklat yang diselenggarakan harus sesuai dengan standar kompetensi untuk memenuhi kebutuhan pasar kerja (customer). Oleh karena itu untuk memberikan pelayanan yang berkualitas dan menitikberatkan pada unsur kepuasan kepada masyarakat umum maupun industri maka setiap peyelenggaraan program diklat perlu melakukan analisis kebutuhan diklat yang dibutuhkan pelanggan. Mengingat bahwa program diklat pada dasarnya diselenggarakan sebagai sarana untuk menghilangkan atau setidaknya mengurangi gap (kesenjangan) antara kompetensi yang ada saat ini dengan kompetensi standard atau yang diharapkan untuk dilakukan oleh seseorang, maka dalam hal ini analisis kebutuhan diklat merupakan alat untuk mengidentifikasi gap-gap yang ada tersebut dan melakukan analisis apakah gap-gap tersebut dapat dikurangi atau dihilangkan melalui suatu program diklat. Selain itu dengan analisis kebutuhan diklat maka lembaga penyelenggara diklat (HRD atau Divisi Training) dapat memperkirakan manfaat-manfaat apa saja yang bisa didapatkan dari suatu pelatihan, baik bagi partisipan sebagai individu (masyarakat umum) maupun bagi perusahaan/industri.
Menurut Johanes Popu (www.e-psikologi.com, 2002) Analisis kebutuhan pelatihan, memberikan beberapa tujuan, diantaranya adalah sebagai berikut:
1. Memastikan bahwa pelatihan memang merupakan salah satu solusi untuk memperbaiki atau meningkatkan kinerja pegawai dan produktivitas perusahaan.
2. Memastikan bahwa para partisipan yang mengikuti pelatihan benar-benar orang-orang yang tepat.
3. Memastikan bahwa pengetahuan dan ketrampilan yang diajarkan selama pelatihan benar-benar sesuai dengan elemen-elemen kerja yang dituntut dalam suatu jabatan tertentu.
4. Mengidentifikasi bahwa jenis pelatihan dan metode yang dipilih sesuai dengan tema atau materi pelatihan.
5. Memastikan bahwa penurunan kinerja/kurangnya kompetensi atau pun masalah yang ada adalah disebabkan karena kurangnya pengetahuan, ketrampilan dan sikap-sikap kerja; bukan oleh alasan-alasan lain yang tidak bisa diselesaikan melalui pelatihan memperhitungkan untung-ruginya melaksanakan pelatihan mengingat bahwa sebuah pelatihan pasti membutuhkan sejumlah dana.
Agar program pelatihan dan pengembangan dapat berhasil baik maka harus diperhatikan delapan faktor sebagai berikut (Dale Yorder dalam Moh. Asad 1987):
1. Individual differences
Sebuah program diklat akan berhasil jika kita memperhatikan individual diference para peserta diklat. Perbedaan individu meliputi faktor fisik maupun psikis. Oleh karena itu dalam perencanaan program diklat harus memperhatikan faktor fisik seperti bentuk dan komposisi tubuh, dan fisik, kemampuan panca indera maupun faktor psikis seperti intelegensi, bakat, minat , kepribadian, motivasi , pendidikan para peserta diklat. Keberhasilan program diklat sangat ditentukan oleh pemahaman karakteristik peserta diklat terkait dengan individual difference.
2. Relation to Job analisis
Untuk memberikan program diklat terlebih dahulu harus diketahui keahlian yang dibutuhkan. Dengan demikian program diklat dapat diarahkan atau ditujukan untuk mencapai keahlian tersebut. Suatu program diklat yang tidak disesuaikan dengan kebutuhan pasar kerja pada keahlian tertentu akan merugikan semua pihak baik masyarakat , industri maupun lembaga penyelenggara diklat itu sendiri.
3. Motivation
Motivasi adalah suatu usaha menimbulkan dorongan untuk melakukan tugas. Sehubungan dengan itu ,program diklat sebaiknya dibuat sedemikian rupa gara dapat menimbulkan motivasi bagi peserta. Penumbuhan motivasi itu sangat pentng sehingga mampu mendoromng peserta untuk mengikuti program diklat dengan baik dan mampu memberikan harapan lebih baik dibidang pekerjaan setelah berhasil menyelesaikan program diklat .
4. Active participation
Didalam pelaksanaan program diklat harus diupayakan keaktifan peserta didalam setiap materi yang diajarkan. Pemilihan materi dan strategi pembelajaran yang tepat oleh para trainer sangat menentukan keberhasilan. Pemberian umpan balik kepada peserta pada setiap komunikasi maupun evaluasi akan semakin mengembangkan motivasi dan pengetahuan yang diperoleh. Penyusunan materi(kurikulum) yang berbasis kompetensi maupun berbasis luas dengan pengembangan aspek kecakapan hidup peserta menjadi kekuatan untuk menarik perhatian dan minat peserta diklat.
5. Selection of trainess
Program diklat sebaiknya ditujukan kepada mereka yang berminat dan menunjukkan bakat untuk dpat mengikuti program diklat. Oleh karena ini sangan pentingan dilakukan proses seleksi untuk pelaksanaan program dilakukan. Berbagai macam tes seleksi dapat dilakukan misalnya test potensi akademik. Disampin itu adanya seleksi juga merupakan faktor perangsang untuk meningkatkan image peserta maupun penyelenggara diklat.
6. Selection of trainer
Pemilihan pemateri/pengajar untuk penyampaian materi diklat harus disesuaikan dengan kualifikasi yang dibutuhkan dan kemampuan mengajar. Seorang trainer yang cakap belum tentu dapat berhasil menyampaikan kepandaiannya kepada orang lain. Oleh karena itu pengajar program diklat harus memiliki kualifikasi dalam bidang pengajaran dan mampu memilih strategi pembelajaran yang tepat dengan memeprhatikan individual difference peserta diklat.
7. Trainer training
Kompetensi trainer juga perlu ditingkatakan. Untuk itu mengingat trainer menjadi ujung tombak dalam keberhasilan program diklat maka sebelum mengemban tanggung jawab untuk memberkan pelatihan maka para trainer harus diberikan pendidikan sebagai pelatih.
8. Training methods
Metode yang digunakan dalam program diklat harus sesuai dengan jenis diklat yang diberikan. Strategi pembelajaran menadi senjata utama dalam keberhasilan program diklat.
Berdasarkan analisis kebutuhan diklat sebagai sarana pengenalan pelanggan dan pengetahuan tentang faktor fator yang mempengaruhi keberhasilan program diklat maka dapat dijadikan dasar penyusunan standar pelayanan (excelen service) di lembaga pendidikan dan pelatihan. Analisis kebutuhan diklat dapat dilakukan dengan wawancara, angket, kuesioner ,analisis jabatan, observasi dan lain-lain.
3. Jenis tingkatan.
Tidak semua masalah kinerja dapat dipecahkan dengan diklat. Diklat dapat digunakan untuk memecahkan masalah yang berkaitan dengan kurangnya pengetahuan, keterampilan, dan sikap. Berdasarkan tingkat kebutuhannya, Kebutuhan Diklat dibedakan menjadi Kebutuhan Tingkat Organisasi, Tingkat Jabatan dan Tingkat Individu.
a) Kebutuhan Diklat tingkat Organisasi.
Kebutuhan Diklat Tingkat Organisasi merupakan himpunan data umum dari bagian atau bidang yang mempunyai kebutuhan Pelatihan.
b) Kebutuhan Diklat Tingkat Jabatan
Adanya kesenjangan KSA (knowledge, Skill, Attitude) yang diperlukan untuk menyelesaikan pekerjaan baik yang bersifat periodik/ insidentil. Kebutuhan Diklat tingkat jabatan dapat diketahui dengan mempergunakan analisis misi, fungsi, tugas dan sub tugas yang diuraikan menjadi kompetensi-kompetensi. Kemudian kompetensi-kompetensi itu dikelompokkan sedemikan rupa sehingga menghasilkan standar diklat untuk tiap-tiap jabatan.
c) Kebutuhan Diklat Tingkat Individu
Berkaitan dengan siapa dan jenis diklat apa yang diperlukan. Kebutuhan Diklat tingkat individu dapat disusun dengan mempergunakan TNA Tool (Training Needs Assessment), yakni dengan membandingkan kesenjangan standar kompetensi dalam jabatan terhadap kompetensi yang dimiliki oleh seorang PNS yang bekerja dalam unit jabatan tersebut.
4. Fungsi dan Manfaat
Hasil TNA adalah identifikasi performance gap. Kesenjangan kinerja tersebut dapat diidentifikasi sebagai perbedaan antara kinerja yang diharapkan dan kinerja aktual individu. Kesenjangan kinerja dapat ditemukan dengan mengidentifikasi dan mendokumentasi standar atau persyaratan kompetensi yang harus dipenuhi dalam melaksanakan pekerjaan dan mencocokkan dengan kinerja aktual individu tempat kerja. Adapun fungsi dari analisis kebutuhan diklat adalah :
1. Mengumpulkan informasi tentang skill, knowledge dan feeling pekerja;
2. Mengumpulkan informasi tentang job content dan job context;
3. Mendefinisikan kinerja standar dan kinerja aktual dalam rincian yang operasional;
4. Melibatkan stakeholders dan membentuk dukungan;
5. Memberi data untuk keperluan perencanaan
Ada beberapa manfaat yang dapat diambil dari kegiatan analisis kebutuhan diklat, yaitu manfaat langsung dan tidak langsung.
Manfaat langsung adalah :
1. Menghasilkan program diklat yang disusun sesuai dengan kebutuhan organisasi, jabatan dan individu.
2. Sebagai dasar penyusunan program diklat yang tepat.
3. Menambah motivasi peserta diklat dalam mengikuti diklat karena sesuai dengan minat dan kebutuhannya.
Sedangkan manfaat tidak langsung adalah :
1. Menjaga produktivitas kerja
2. Meningkatkan produktivitas dalam menghadapi tugas-tugas baru.
3. Efisiensi biaya organisasi
B. LANGKAH ANALISIS KEBUTUHAN DIKLAT
Untuk mendapatkan hasil pelatihan yang diinginkan, dibutuhkan analisis dari siapa yang mengikuti pelatihan, pelatihan apa yang dilakukan dan sebagainya. Analisis kebutuhan diartikan sebagai proses mengumpulkan dan menganalisis kebutuhan dalam rangka mengidentifikasi hal-hal apa saja dalam sebuah perusahaan atau organisasi yang perlu ditingkatkan. Tujuannya untuk mendapatkan data yang akurat mengenai pelatihan apa yang seharusnya dilakukan. Analisis kebutuhan dilakukan untuk menganalisis atau mengidentifikasi kesenjangan yang ada sehingga dapat dikurangi atau bahkan dihilangkan.
Langkah-langkah dalam analisis kebutuhan diklat, adalah sebagai berikut:
1. Merancang Analisis Kebutuhan Diklat dengan merumuskan masalah dan tujuannya melalui model-model analisis kebutuhan diklat.
Model tersebut sebagai berikut : a) Model Internal. Kebutuhan diklat pada model ini dilihat dari dalam organisasi. Aktivitas dimulai dengan analisis kesenjangan antara tingkah laku dan keberhasilan pegawai dalam melaksanakan tugas, dibandingkan dengan tujuan dan sasaran yang telah ditentukan. b) Model Eksternal. Kebutuhan diklat pada model ini dilihat dari luar organisasi. Aktivitas dimulai dengan melihat manfaat dari hasil didik bagi masyarakat atau organisasinya. c) Model Gabungan. Model ini mengacu pada model sistem organisasi bahwa sesuatu terjadi di dalam organisasi tidak dapat lepas dari apa yang terjadi di luar organisasi (lingkungan eksternal mempengaruhi lingkungan internal)
2. Menyusun instrumen dengan pertanyaan tentang diklat, misalnya ”apa saja yang dibutuhkan dan topik apa yang perlu dipelajari oleh peserta diklat”. Data yang harus didapat melalui instrumen ini adalah uraian tugas pokok, kompetensi kerja standar, dan kompetensi kerja nyata dari masukan dari atasan (pimpinan), bawahan, teman sejawat, dst, serta tingkat kesulitan, kepentingan, keseringan dari pekerjaan.
3. Mengumpulkan dan menganalisis data dengan menggunakan teknik dan metode yang tepat.
Beberapa teknik yang dapat digunakan dalam melaksanakan aktivitas ini, yaitu : a) berdasarkan perencana diklat yang secara intuitif merencanakan kebutuhan diklat berdasarkan pada kebutuhan riil organisasi atau berdasarkan ulasan pimpinan. b) analisis data sekunder yaitu upaya menemukan kebutuhan diklat dengan cara mempelajari dokumen (catatan-catatan/laporan pelaksanaan kegiatan diklat, tata kerja dan struktur organisasi, serta perencanaan tenaga kerja). c) analisis litingring adalah analisis yang berdasarkan pada analisis jabatan dengan memperhatikan tingkat kesulitan, tingkat kepentingan dan tingkat keseringan. d) pendekatan kompetensi dengan mencari diskrepansi kinerja yaitu selisih antara kinerja standar dan kinerja yang dimiliki. e) rapid rural appraisal (RRA) atau participatory rural appraisal (PRA). RRA adalah bentuk kegiatan pengumpulan data/informasi yang dilaksanakan oleh orang dari luar organisasi. PRA adalah bentuk kegiatan pengumpulan data/informasi dan menganalisisnya dengan supervisi dari luar oraganisasi. f) fokus group dan nominatif group. Fokus group adalah upaya penilaian kebutuhan diklat secara kualitatif dengan cara memusatkan pada kebutuhan diklat apa dalam satu kelompok sasaran. Nominatif group adalah penelusuran diklat kebutuhan diklat berdasarkan pada materi diklat yang diunggulkan dalam satu kelompok sasaran penilaian kebutuhan diklat. Semakin banyak data dan informasi yang bisa dikumpulkan dalam analisis kebutuhan diklat maka akan semakin mudah bagi perancang program diklat untuk menggambarkan persyaratan-peryaratan yang diinginkan oleh organisasi, kemampuan dan ketrampilan yang dimiliki pegawai, kesenjangan antara pengetahuan, ketrampilan dan kemampuan yang ada dengan yang diharapkan serta bagaimana cara terbaik untuk menghilangkan kesenjangan tersebut.
4. Menyusun laporan. Laporan analisis kebutuhan diklat berisi fokus kegiatan analisis kebutuhan diklat, tujuan kegiatan, metoda serta peralatan yang digunakan, kerangka kerja, tahapan kerja dan teknik analisis data, interprestasi dan formulasi kesimpulan serta saran analisis kebutuhan diklat. Laporan ini digunakan untuk menetapkan jenis kegiatan diklat. Laporan ini juga sebagai alat monitoring pelaksanaan kegiatan analisis kebutuhan diklat, alat pengawasan dan pengendalian. Kualifikasi laporan yang baik dan benar mengikuti persyaratan sebagai berikut : a) Isi laporan harus benar dan objektif; b) Bahasa laporan harus jelas dan mudah dimengerti; c) Laporan harus langsung mengenai sasaran atau inti permasalahan; d) Laporan harus lengkap dalam segala segi laporan tertulis; e) Uraian isi laporan harus tegas dan konsisten; f) Waktu pelaporan harus tepat; dan g) Penerima laporan harus tepat. Rincian jenis diklat, jenjang diklat dan kompetensi diklat merupakan kesimpulan dan saran yang menjadi essensi dari kegiatan analisis kebutuhan diklat. Kegiatan analisis kebutuhan diklat mutlak dan wajib dilaksanakan oleh analis kebutuhan diklat di unit diklat dalam hal ini adalah Pusdiklat untuk mendapatkan potret kebutuhan diklat, jenis pelatihan dan kompetensi diklat yang ingin dicapai melalui pelaksanaan kegiatan diklat.
BAB III
PENUTUP
A. Simpulan
Kebutuhan adalah ketimpangan atau gap antara apa yang seharusnya dengan apa yang senyatanya atau kesenjangan antara seperangkat kondisi yang ada pada saat sekarang ini dengan seperangkat kondisi yang diharapkan.
Diklat mempunyai arti penyelenggaraan proses belajar mengajar dalam rangka meningkatkan kemampuan dalam melaksanakan tugas dan jabatan tertentu. Kebutuhan diklat adalah jenis diklat yang dibutuhkan oleh seorang pemegang jabatan atau pelaksana pekerjaan tiap jenis jabatan atau unit organisasi untuk meningkatkan pengetahuan, keterampilan, dan sikap dalam melaksanakan tugas yang efektif dan efisien.
Program diklat pada dasarnya diselenggarakan sebagai sarana untuk menghilangkan atau setidaknya mengurangi gap (kesenjangan) antara kompetensi yang ada saat ini dengan kompetensi standard atau yang diharapkan untuk dilakukan oleh seseorang.
Adapun langkah-langkah dalam analisis kebutuhan diklat, adalah sebagai berikut:
1. Merancang Analisis Kebutuhan Diklat dengan merumuskan masalah dan tujuannya melalui model-model analisis kebutuhan diklat.
2. Menyusun instrumen dengan pertanyaan tentang diklat
3. Mengumpulkan dan menganalisis data dengan menggunakan teknik dan metode yang tepat.
4. Menyusun laporan.
B. Saran
Program diklat yang akan disusun dapat berlangsung sukses baik dalam pelaksanaannya maupun pada saat para peserta didik kembali ke tempat kerja untuk menerapkan pengetahuan, keterampilan dan kemampuan yang diperoleh pada pekerjaan mereka sehari-hari. Dengan melakukan analisis kebutuhan diklat secara sungguh-sungguh maka niscaya program pelatihan yang dirancang akan dapat dilaksanakan secara efisien dan efektif.
DAFTAR PUSTAKA
http://indosdm.com/analisa-kebutuhan-training
http://khoirulazis.com/?p=16
http://www.e-psikologi.com/epsi/industri_detail.asp?id=129
http://blog-indonesia.com/blog-archive-4177-32.html
http://www.aidaconsultant.com/news_events/Public%20-%20TNA.htm
http://batikyogya.wordpress.com
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Langkah paling utama dan pertama dalam penyusunan rancang bangun suatu program diklat adalah kegiatan Analisis Kebutuhan Diklat (AKD) atau Training Needs Assessment (TNA). Analisis kebutuhan diklat memiliki kaitan erat dengan perencanaan diklat. Perencanaan yang paling baik didahului dengan identifikasi kebutuhan. Kebutuhan pendidikan dan pelatihan dapat dilihat dengan membandingkan antara tingkat pengetahuan dan kemampuan yang diharapkan (sebagaimana terlihat pada misi, fungsi dan tugas) dengan pengetahuan dan kemampuan yang senyatanya dimiliki oleh pegawai.
Diklat dianggap sebagai faktor penting dalam peningkatan kinerja pegawai, proses dan organisasi, sudah luas diakui. Tapi masalahnya banyak diklat yang diselenggarakan oleh suatu organisasi tidak atau kurang memenuhi kebutuhan sesungguhnya. Misalnya yang diperlukan sesungguhnya adalah pelatihan B tetapi yang dilakukan A, akibatnya investasi yang ditanamkan melalui diklat kurang dapat dilihat hasilnya.
Kegiatan AKD/TNA diharapkan akan menghasilkan jenis-jenis diklat yang dibutuhkan oleh organisasi, sehingga dapat mewujudkan diklat yang tepat sasaran, tepat isi kurikulum dan tepat strategi untuk mencapai tujuan. Melalui kegiatan Analisis Kebutuhan Diklat, maka idealnya setiap program yang disusun dan dijabarkan dalam bentuk kegiatan merupakan perwujudan dari pemenuhan kebutuhan. Hasil yang diharapkan dari Analisis Kebutuhan Diklat akan memperjelas kaitan antara pelaksanaan pendidikan dan pelatihan dengan peningkatan kinerja lembaga yang merupakan akumulasi dari kinerja para pejabat di dalam suatu organisasi, disebutkan demikian karena setiap pejabat yang dilengkapi dengan jenis-jenis diklat yang dibutuhkan, selanjutnya akan dapat melaksanakan setiap rincian tugas dalam jabatannya.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka dapat dibuat rumusan masalah sebagai berikut:
1. Apakah pengertian kebutuhan diklat?
2. Bagaimana melakukan analisis kebutuhan dalam pelatihan?
C. Tujuan dan manfaat
1. Tujuan
Pembahasan pada makalah ini bertujuan untuk mengetahui:
1. defenisi kebutuhan diklat;
2. cara melakukan analisis kebutuhan dalam pelatihan.
2. Manfaat
Pembahasan makalah ini diharapkan dapat memberikan kontribusi ilmu dan pengetahuan kepada semua yang berkecimpung dalam dunia pendidikan dan pelatihan dalam merancang serta merencanakan diklat.
BAB II
PEMBAHASAN
A. KEBUTUHAN DIKLAT
1. Pengertian.
Kebutuhan menurut Briggs (AKD LAN, 2005 ) adalah “ketimpangan atau gap antara apa yang seharusnya dengan apa yang senyatanya”. Gilley dan Eggland ( AKD LAN, 2005 ) menyatakan bahwa kebutuhan adalah “kesenjangan antara seperangkat kondisi yang ada pada saat sekarang ini dengan seperangkat kondisi yang diharapkan. Dalam dunia kerja, kebutuhan juga diartikan sebagai masalah kinerja (Anung Haryono, 2004).
Diklat mempunyai arti penyelenggaraan proses belajar mengajar dalam rangka meningkatkan kemampuan dalam melaksanakan tugas dan jabatan tertentu. Kebutuhan diklat adalah jenis diklat yang dibutuhkan oleh seorang pemegang jabatan atau pelaksana pekerjaan tiap jenis jabatan atau unit organisasi untuk meningkatkan pengetahuan, keterampilan, dan sikap dalam melaksanakan tugas yang efektif dan efisien (Dephutbun dan ITTO,2000). Sedangkan menurut Lembaga Administrasi Negara kebutuhan diklat adalah kekurangan pengetahuan, ketrampilan dan sikap seorang pegawai sehingga kurang mampu melaksanakan tugas, tanggung jawab, wewenang dan haknya dalam suatu satuan organisasi. Dengan demikian kebutuhan diklat dapat diartikan sebagai kesenjangan kemampuan pegawai yang terjadi karena adanya perbedaan antara kemampuan yang diharapkan sebagai tuntutan pelaksanaan tugas dalam organisasi dan kemampuan yang ada (Hermansyah dan Azhari, 2002).
Konsep dasar pemikiran kebutuhan diklat adalah adanya deskrepansi kemampuan kerja. Sesuai dengan tingkatan dalam pengungkapan kebutuhan diklat maka deskrepansi dapat terjadi pada seseorang pejabat/pelaksana pekerjaan terhadap tugas di dalam organisasi, jabatan maupun terhadap tugas individu. Secara umum deskrepansi kemampuan kerja diilustrasikan sebagai berikut: Diskrepansi kemampuan kerja dinyatakan perbedaan antara kemampuan kerja seseorang pada saat kini dengan kemampuan kerja yang diinginkan atau seharusnya yang umumnya juga di kenal kemampuan kerja standar/baku.
2. Tujuan dan faktor.
Program diklat yang diselenggarakan harus sesuai dengan standar kompetensi untuk memenuhi kebutuhan pasar kerja (customer). Oleh karena itu untuk memberikan pelayanan yang berkualitas dan menitikberatkan pada unsur kepuasan kepada masyarakat umum maupun industri maka setiap peyelenggaraan program diklat perlu melakukan analisis kebutuhan diklat yang dibutuhkan pelanggan. Mengingat bahwa program diklat pada dasarnya diselenggarakan sebagai sarana untuk menghilangkan atau setidaknya mengurangi gap (kesenjangan) antara kompetensi yang ada saat ini dengan kompetensi standard atau yang diharapkan untuk dilakukan oleh seseorang, maka dalam hal ini analisis kebutuhan diklat merupakan alat untuk mengidentifikasi gap-gap yang ada tersebut dan melakukan analisis apakah gap-gap tersebut dapat dikurangi atau dihilangkan melalui suatu program diklat. Selain itu dengan analisis kebutuhan diklat maka lembaga penyelenggara diklat (HRD atau Divisi Training) dapat memperkirakan manfaat-manfaat apa saja yang bisa didapatkan dari suatu pelatihan, baik bagi partisipan sebagai individu (masyarakat umum) maupun bagi perusahaan/industri.
Menurut Johanes Popu (www.e-psikologi.com, 2002) Analisis kebutuhan pelatihan, memberikan beberapa tujuan, diantaranya adalah sebagai berikut:
1. Memastikan bahwa pelatihan memang merupakan salah satu solusi untuk memperbaiki atau meningkatkan kinerja pegawai dan produktivitas perusahaan.
2. Memastikan bahwa para partisipan yang mengikuti pelatihan benar-benar orang-orang yang tepat.
3. Memastikan bahwa pengetahuan dan ketrampilan yang diajarkan selama pelatihan benar-benar sesuai dengan elemen-elemen kerja yang dituntut dalam suatu jabatan tertentu.
4. Mengidentifikasi bahwa jenis pelatihan dan metode yang dipilih sesuai dengan tema atau materi pelatihan.
5. Memastikan bahwa penurunan kinerja/kurangnya kompetensi atau pun masalah yang ada adalah disebabkan karena kurangnya pengetahuan, ketrampilan dan sikap-sikap kerja; bukan oleh alasan-alasan lain yang tidak bisa diselesaikan melalui pelatihan memperhitungkan untung-ruginya melaksanakan pelatihan mengingat bahwa sebuah pelatihan pasti membutuhkan sejumlah dana.
Agar program pelatihan dan pengembangan dapat berhasil baik maka harus diperhatikan delapan faktor sebagai berikut (Dale Yorder dalam Moh. Asad 1987):
1. Individual differences
Sebuah program diklat akan berhasil jika kita memperhatikan individual diference para peserta diklat. Perbedaan individu meliputi faktor fisik maupun psikis. Oleh karena itu dalam perencanaan program diklat harus memperhatikan faktor fisik seperti bentuk dan komposisi tubuh, dan fisik, kemampuan panca indera maupun faktor psikis seperti intelegensi, bakat, minat , kepribadian, motivasi , pendidikan para peserta diklat. Keberhasilan program diklat sangat ditentukan oleh pemahaman karakteristik peserta diklat terkait dengan individual difference.
2. Relation to Job analisis
Untuk memberikan program diklat terlebih dahulu harus diketahui keahlian yang dibutuhkan. Dengan demikian program diklat dapat diarahkan atau ditujukan untuk mencapai keahlian tersebut. Suatu program diklat yang tidak disesuaikan dengan kebutuhan pasar kerja pada keahlian tertentu akan merugikan semua pihak baik masyarakat , industri maupun lembaga penyelenggara diklat itu sendiri.
3. Motivation
Motivasi adalah suatu usaha menimbulkan dorongan untuk melakukan tugas. Sehubungan dengan itu ,program diklat sebaiknya dibuat sedemikian rupa gara dapat menimbulkan motivasi bagi peserta. Penumbuhan motivasi itu sangat pentng sehingga mampu mendoromng peserta untuk mengikuti program diklat dengan baik dan mampu memberikan harapan lebih baik dibidang pekerjaan setelah berhasil menyelesaikan program diklat .
4. Active participation
Didalam pelaksanaan program diklat harus diupayakan keaktifan peserta didalam setiap materi yang diajarkan. Pemilihan materi dan strategi pembelajaran yang tepat oleh para trainer sangat menentukan keberhasilan. Pemberian umpan balik kepada peserta pada setiap komunikasi maupun evaluasi akan semakin mengembangkan motivasi dan pengetahuan yang diperoleh. Penyusunan materi(kurikulum) yang berbasis kompetensi maupun berbasis luas dengan pengembangan aspek kecakapan hidup peserta menjadi kekuatan untuk menarik perhatian dan minat peserta diklat.
5. Selection of trainess
Program diklat sebaiknya ditujukan kepada mereka yang berminat dan menunjukkan bakat untuk dpat mengikuti program diklat. Oleh karena ini sangan pentingan dilakukan proses seleksi untuk pelaksanaan program dilakukan. Berbagai macam tes seleksi dapat dilakukan misalnya test potensi akademik. Disampin itu adanya seleksi juga merupakan faktor perangsang untuk meningkatkan image peserta maupun penyelenggara diklat.
6. Selection of trainer
Pemilihan pemateri/pengajar untuk penyampaian materi diklat harus disesuaikan dengan kualifikasi yang dibutuhkan dan kemampuan mengajar. Seorang trainer yang cakap belum tentu dapat berhasil menyampaikan kepandaiannya kepada orang lain. Oleh karena itu pengajar program diklat harus memiliki kualifikasi dalam bidang pengajaran dan mampu memilih strategi pembelajaran yang tepat dengan memeprhatikan individual difference peserta diklat.
7. Trainer training
Kompetensi trainer juga perlu ditingkatakan. Untuk itu mengingat trainer menjadi ujung tombak dalam keberhasilan program diklat maka sebelum mengemban tanggung jawab untuk memberkan pelatihan maka para trainer harus diberikan pendidikan sebagai pelatih.
8. Training methods
Metode yang digunakan dalam program diklat harus sesuai dengan jenis diklat yang diberikan. Strategi pembelajaran menadi senjata utama dalam keberhasilan program diklat.
Berdasarkan analisis kebutuhan diklat sebagai sarana pengenalan pelanggan dan pengetahuan tentang faktor fator yang mempengaruhi keberhasilan program diklat maka dapat dijadikan dasar penyusunan standar pelayanan (excelen service) di lembaga pendidikan dan pelatihan. Analisis kebutuhan diklat dapat dilakukan dengan wawancara, angket, kuesioner ,analisis jabatan, observasi dan lain-lain.
3. Jenis tingkatan.
Tidak semua masalah kinerja dapat dipecahkan dengan diklat. Diklat dapat digunakan untuk memecahkan masalah yang berkaitan dengan kurangnya pengetahuan, keterampilan, dan sikap. Berdasarkan tingkat kebutuhannya, Kebutuhan Diklat dibedakan menjadi Kebutuhan Tingkat Organisasi, Tingkat Jabatan dan Tingkat Individu.
a) Kebutuhan Diklat tingkat Organisasi.
Kebutuhan Diklat Tingkat Organisasi merupakan himpunan data umum dari bagian atau bidang yang mempunyai kebutuhan Pelatihan.
b) Kebutuhan Diklat Tingkat Jabatan
Adanya kesenjangan KSA (knowledge, Skill, Attitude) yang diperlukan untuk menyelesaikan pekerjaan baik yang bersifat periodik/ insidentil. Kebutuhan Diklat tingkat jabatan dapat diketahui dengan mempergunakan analisis misi, fungsi, tugas dan sub tugas yang diuraikan menjadi kompetensi-kompetensi. Kemudian kompetensi-kompetensi itu dikelompokkan sedemikan rupa sehingga menghasilkan standar diklat untuk tiap-tiap jabatan.
c) Kebutuhan Diklat Tingkat Individu
Berkaitan dengan siapa dan jenis diklat apa yang diperlukan. Kebutuhan Diklat tingkat individu dapat disusun dengan mempergunakan TNA Tool (Training Needs Assessment), yakni dengan membandingkan kesenjangan standar kompetensi dalam jabatan terhadap kompetensi yang dimiliki oleh seorang PNS yang bekerja dalam unit jabatan tersebut.
4. Fungsi dan Manfaat
Hasil TNA adalah identifikasi performance gap. Kesenjangan kinerja tersebut dapat diidentifikasi sebagai perbedaan antara kinerja yang diharapkan dan kinerja aktual individu. Kesenjangan kinerja dapat ditemukan dengan mengidentifikasi dan mendokumentasi standar atau persyaratan kompetensi yang harus dipenuhi dalam melaksanakan pekerjaan dan mencocokkan dengan kinerja aktual individu tempat kerja. Adapun fungsi dari analisis kebutuhan diklat adalah :
1. Mengumpulkan informasi tentang skill, knowledge dan feeling pekerja;
2. Mengumpulkan informasi tentang job content dan job context;
3. Mendefinisikan kinerja standar dan kinerja aktual dalam rincian yang operasional;
4. Melibatkan stakeholders dan membentuk dukungan;
5. Memberi data untuk keperluan perencanaan
Ada beberapa manfaat yang dapat diambil dari kegiatan analisis kebutuhan diklat, yaitu manfaat langsung dan tidak langsung.
Manfaat langsung adalah :
1. Menghasilkan program diklat yang disusun sesuai dengan kebutuhan organisasi, jabatan dan individu.
2. Sebagai dasar penyusunan program diklat yang tepat.
3. Menambah motivasi peserta diklat dalam mengikuti diklat karena sesuai dengan minat dan kebutuhannya.
Sedangkan manfaat tidak langsung adalah :
1. Menjaga produktivitas kerja
2. Meningkatkan produktivitas dalam menghadapi tugas-tugas baru.
3. Efisiensi biaya organisasi
B. LANGKAH ANALISIS KEBUTUHAN DIKLAT
Untuk mendapatkan hasil pelatihan yang diinginkan, dibutuhkan analisis dari siapa yang mengikuti pelatihan, pelatihan apa yang dilakukan dan sebagainya. Analisis kebutuhan diartikan sebagai proses mengumpulkan dan menganalisis kebutuhan dalam rangka mengidentifikasi hal-hal apa saja dalam sebuah perusahaan atau organisasi yang perlu ditingkatkan. Tujuannya untuk mendapatkan data yang akurat mengenai pelatihan apa yang seharusnya dilakukan. Analisis kebutuhan dilakukan untuk menganalisis atau mengidentifikasi kesenjangan yang ada sehingga dapat dikurangi atau bahkan dihilangkan.
Langkah-langkah dalam analisis kebutuhan diklat, adalah sebagai berikut:
1. Merancang Analisis Kebutuhan Diklat dengan merumuskan masalah dan tujuannya melalui model-model analisis kebutuhan diklat.
Model tersebut sebagai berikut : a) Model Internal. Kebutuhan diklat pada model ini dilihat dari dalam organisasi. Aktivitas dimulai dengan analisis kesenjangan antara tingkah laku dan keberhasilan pegawai dalam melaksanakan tugas, dibandingkan dengan tujuan dan sasaran yang telah ditentukan. b) Model Eksternal. Kebutuhan diklat pada model ini dilihat dari luar organisasi. Aktivitas dimulai dengan melihat manfaat dari hasil didik bagi masyarakat atau organisasinya. c) Model Gabungan. Model ini mengacu pada model sistem organisasi bahwa sesuatu terjadi di dalam organisasi tidak dapat lepas dari apa yang terjadi di luar organisasi (lingkungan eksternal mempengaruhi lingkungan internal)
2. Menyusun instrumen dengan pertanyaan tentang diklat, misalnya ”apa saja yang dibutuhkan dan topik apa yang perlu dipelajari oleh peserta diklat”. Data yang harus didapat melalui instrumen ini adalah uraian tugas pokok, kompetensi kerja standar, dan kompetensi kerja nyata dari masukan dari atasan (pimpinan), bawahan, teman sejawat, dst, serta tingkat kesulitan, kepentingan, keseringan dari pekerjaan.
3. Mengumpulkan dan menganalisis data dengan menggunakan teknik dan metode yang tepat.
Beberapa teknik yang dapat digunakan dalam melaksanakan aktivitas ini, yaitu : a) berdasarkan perencana diklat yang secara intuitif merencanakan kebutuhan diklat berdasarkan pada kebutuhan riil organisasi atau berdasarkan ulasan pimpinan. b) analisis data sekunder yaitu upaya menemukan kebutuhan diklat dengan cara mempelajari dokumen (catatan-catatan/laporan pelaksanaan kegiatan diklat, tata kerja dan struktur organisasi, serta perencanaan tenaga kerja). c) analisis litingring adalah analisis yang berdasarkan pada analisis jabatan dengan memperhatikan tingkat kesulitan, tingkat kepentingan dan tingkat keseringan. d) pendekatan kompetensi dengan mencari diskrepansi kinerja yaitu selisih antara kinerja standar dan kinerja yang dimiliki. e) rapid rural appraisal (RRA) atau participatory rural appraisal (PRA). RRA adalah bentuk kegiatan pengumpulan data/informasi yang dilaksanakan oleh orang dari luar organisasi. PRA adalah bentuk kegiatan pengumpulan data/informasi dan menganalisisnya dengan supervisi dari luar oraganisasi. f) fokus group dan nominatif group. Fokus group adalah upaya penilaian kebutuhan diklat secara kualitatif dengan cara memusatkan pada kebutuhan diklat apa dalam satu kelompok sasaran. Nominatif group adalah penelusuran diklat kebutuhan diklat berdasarkan pada materi diklat yang diunggulkan dalam satu kelompok sasaran penilaian kebutuhan diklat. Semakin banyak data dan informasi yang bisa dikumpulkan dalam analisis kebutuhan diklat maka akan semakin mudah bagi perancang program diklat untuk menggambarkan persyaratan-peryaratan yang diinginkan oleh organisasi, kemampuan dan ketrampilan yang dimiliki pegawai, kesenjangan antara pengetahuan, ketrampilan dan kemampuan yang ada dengan yang diharapkan serta bagaimana cara terbaik untuk menghilangkan kesenjangan tersebut.
4. Menyusun laporan. Laporan analisis kebutuhan diklat berisi fokus kegiatan analisis kebutuhan diklat, tujuan kegiatan, metoda serta peralatan yang digunakan, kerangka kerja, tahapan kerja dan teknik analisis data, interprestasi dan formulasi kesimpulan serta saran analisis kebutuhan diklat. Laporan ini digunakan untuk menetapkan jenis kegiatan diklat. Laporan ini juga sebagai alat monitoring pelaksanaan kegiatan analisis kebutuhan diklat, alat pengawasan dan pengendalian. Kualifikasi laporan yang baik dan benar mengikuti persyaratan sebagai berikut : a) Isi laporan harus benar dan objektif; b) Bahasa laporan harus jelas dan mudah dimengerti; c) Laporan harus langsung mengenai sasaran atau inti permasalahan; d) Laporan harus lengkap dalam segala segi laporan tertulis; e) Uraian isi laporan harus tegas dan konsisten; f) Waktu pelaporan harus tepat; dan g) Penerima laporan harus tepat. Rincian jenis diklat, jenjang diklat dan kompetensi diklat merupakan kesimpulan dan saran yang menjadi essensi dari kegiatan analisis kebutuhan diklat. Kegiatan analisis kebutuhan diklat mutlak dan wajib dilaksanakan oleh analis kebutuhan diklat di unit diklat dalam hal ini adalah Pusdiklat untuk mendapatkan potret kebutuhan diklat, jenis pelatihan dan kompetensi diklat yang ingin dicapai melalui pelaksanaan kegiatan diklat.
BAB III
PENUTUP
A. Simpulan
Kebutuhan adalah ketimpangan atau gap antara apa yang seharusnya dengan apa yang senyatanya atau kesenjangan antara seperangkat kondisi yang ada pada saat sekarang ini dengan seperangkat kondisi yang diharapkan.
Diklat mempunyai arti penyelenggaraan proses belajar mengajar dalam rangka meningkatkan kemampuan dalam melaksanakan tugas dan jabatan tertentu. Kebutuhan diklat adalah jenis diklat yang dibutuhkan oleh seorang pemegang jabatan atau pelaksana pekerjaan tiap jenis jabatan atau unit organisasi untuk meningkatkan pengetahuan, keterampilan, dan sikap dalam melaksanakan tugas yang efektif dan efisien.
Program diklat pada dasarnya diselenggarakan sebagai sarana untuk menghilangkan atau setidaknya mengurangi gap (kesenjangan) antara kompetensi yang ada saat ini dengan kompetensi standard atau yang diharapkan untuk dilakukan oleh seseorang.
Adapun langkah-langkah dalam analisis kebutuhan diklat, adalah sebagai berikut:
1. Merancang Analisis Kebutuhan Diklat dengan merumuskan masalah dan tujuannya melalui model-model analisis kebutuhan diklat.
2. Menyusun instrumen dengan pertanyaan tentang diklat
3. Mengumpulkan dan menganalisis data dengan menggunakan teknik dan metode yang tepat.
4. Menyusun laporan.
B. Saran
Program diklat yang akan disusun dapat berlangsung sukses baik dalam pelaksanaannya maupun pada saat para peserta didik kembali ke tempat kerja untuk menerapkan pengetahuan, keterampilan dan kemampuan yang diperoleh pada pekerjaan mereka sehari-hari. Dengan melakukan analisis kebutuhan diklat secara sungguh-sungguh maka niscaya program pelatihan yang dirancang akan dapat dilaksanakan secara efisien dan efektif.
DAFTAR PUSTAKA
http://indosdm.com/analisa-kebutuhan-training
http://khoirulazis.com/?p=16
http://www.e-psikologi.com/epsi/industri_detail.asp?id=129
http://blog-indonesia.com/blog-archive-4177-32.html
http://www.aidaconsultant.com/news_events/Public%20-%20TNA.htm
http://batikyogya.wordpress.com
Mid Perencanaan Pendidikan dan Pelatihan
Mid Test
Hari / Tanggal : Sabtu / 25 September 2010
Mata Kuliah : Perencanaan Pendidikan dan Pelatihan
Program Studi : Teknologi Pendidikan
Dosen : Prof. Dr. Efendi Napitupulu, M.Pd.
Question :
1. Give a definition of a :
a. Training Need Assessment
b. Cohort Analysis
c. Task Analysis
d. S.W.O.T Analysis
e. Balanced Scorecard
f. Performance Evaluation
2. Identify and explain the primary elements of strategic systems planning. Select a
contemporary organization and apply these elements to that organization
a. What needs to be known ?
b. Where can the data be obtained ?
c. Who will gather the data ?
d. How will the data be gathered ?
e. Who will analyze and interpret the data ?
f. How can extracted intelligence be disseminated to the proper parties for
equally future retrievei ?
g. How will the system be protected from “ leakage “ and from sabotage ?
3. Develop a model showing the relationship of strategic choice elements in the
strategic planning process. Explain what is meant by this model.
4. What is the process for systematically applying systems thinking to the
educational planning phase of an organization ? Explain this process.
5. What does the planning dimension called “ time and causality” involve ?
Hari / Tanggal : Sabtu / 25 September 2010
Mata Kuliah : Perencanaan Pendidikan dan Pelatihan
Program Studi : Teknologi Pendidikan
Dosen : Prof. Dr. Efendi Napitupulu, M.Pd.
Question :
1. Give a definition of a :
a. Training Need Assessment
b. Cohort Analysis
c. Task Analysis
d. S.W.O.T Analysis
e. Balanced Scorecard
f. Performance Evaluation
2. Identify and explain the primary elements of strategic systems planning. Select a
contemporary organization and apply these elements to that organization
a. What needs to be known ?
b. Where can the data be obtained ?
c. Who will gather the data ?
d. How will the data be gathered ?
e. Who will analyze and interpret the data ?
f. How can extracted intelligence be disseminated to the proper parties for
equally future retrievei ?
g. How will the system be protected from “ leakage “ and from sabotage ?
3. Develop a model showing the relationship of strategic choice elements in the
strategic planning process. Explain what is meant by this model.
4. What is the process for systematically applying systems thinking to the
educational planning phase of an organization ? Explain this process.
5. What does the planning dimension called “ time and causality” involve ?
SOAL UJIAN MID SEMESTER
Mata Kuliah : Pengelolaan Sumber Belajar
Program Studi : Teknologi Pendidikan
1. Jelaskan apa keterkaitan antara sumber belajar dengan teknologi pembelajaran dalam belajar
2. Jelaskan apa peranan teknologi pendidikan dalam pembenahan PSB
3. Jelaskan langkah upaya yang dapat dilakukan dalam pembenahan PSB sehingga PSB tersebut menjadi suatu wadah yang bermanfaat untuk meningkatkan taraf hidup manusia, khususnya di daerah sekitarnya.
4. Jelaskan langkah-langkah dan cara memilih dan mengembangkan media pembelajaran, sehingga menjadi media yang efektif untuk memudahkan siswa belajar.
Mata Kuliah : Pengelolaan Sumber Belajar
Program Studi : Teknologi Pendidikan
1. Jelaskan apa keterkaitan antara sumber belajar dengan teknologi pembelajaran dalam belajar
2. Jelaskan apa peranan teknologi pendidikan dalam pembenahan PSB
3. Jelaskan langkah upaya yang dapat dilakukan dalam pembenahan PSB sehingga PSB tersebut menjadi suatu wadah yang bermanfaat untuk meningkatkan taraf hidup manusia, khususnya di daerah sekitarnya.
4. Jelaskan langkah-langkah dan cara memilih dan mengembangkan media pembelajaran, sehingga menjadi media yang efektif untuk memudahkan siswa belajar.
Jadwal Kuliah Semester III
JADWAL PERKULIAHAN PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PENDIDIKAN
PASCA SARJANA UNIMED
KELAS EKSEKUTIF (B) SEMESTER III
1. HARI JUM'AT : ( Ruang 14 )
PUKUL 14.00 - 15.40 : ANALISIS KEBUTUHAN PELATIHAN
Prof. Dr. Julaga Situmorang, M.Pd.
Prof. Dr. Abdul Hasan Saragih, M.Pd.
Pukul 16.00 - 18.40 : SEMINAR PERSIAPAN TESIS
Prof. Dr. H. Abdul Muin Sibuea, M.Pd.
Prof. Dr. Harun Sitompul, M.Pd.
Pukul 19.00 - 20.40 : PENGELOLAAN SUMBER BELAJAR
Prof. Dr. Binsar Panjaitan, M.Pd.
Dr. Mukhtar, M.Pd.
2. HARI SABTU : ( Ruang 14 )
PUKUL 10.00 - 12.30 : PRODUKSI MEDIA
Prof. Dr. Muhammad Badiran, M.Pd.
Prof. Dr. Abdul Hamid K., M.Pd.
Pukul 14.00 - 16.30 : PERENCANAAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN
Prof. Dr. Efendi Napitupulu, M.Pd.
Dr. Sahat Siagian, M.Pd.
Pukul 17.00 - 20.40 : TEKNOLOGI INFORMASI DAN KOMUNIKASI UNTUK PENDIDIKAN
Prof. Dr. Muhammad Badiran, M.Pd.
Prof. Tina Mariana Arifin, M.A., P.hD.
( Untuk mata kuliah Teknologi Informasi dan Komunikasi Pendidikan, waktu kuliah berubah menjadi pukul 08.00 - 10. WIB, dosen Pengampu Prof. Tina Mariana Arifin, M.A., P.hD. )
Kuliah dimulai dari Hari Jum'at, 16 Juli 2010
PASCA SARJANA UNIMED
KELAS EKSEKUTIF (B) SEMESTER III
1. HARI JUM'AT : ( Ruang 14 )
PUKUL 14.00 - 15.40 : ANALISIS KEBUTUHAN PELATIHAN
Prof. Dr. Julaga Situmorang, M.Pd.
Prof. Dr. Abdul Hasan Saragih, M.Pd.
Pukul 16.00 - 18.40 : SEMINAR PERSIAPAN TESIS
Prof. Dr. H. Abdul Muin Sibuea, M.Pd.
Prof. Dr. Harun Sitompul, M.Pd.
Pukul 19.00 - 20.40 : PENGELOLAAN SUMBER BELAJAR
Prof. Dr. Binsar Panjaitan, M.Pd.
Dr. Mukhtar, M.Pd.
2. HARI SABTU : ( Ruang 14 )
PUKUL 10.00 - 12.30 : PRODUKSI MEDIA
Prof. Dr. Muhammad Badiran, M.Pd.
Prof. Dr. Abdul Hamid K., M.Pd.
Pukul 14.00 - 16.30 : PERENCANAAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN
Prof. Dr. Efendi Napitupulu, M.Pd.
Dr. Sahat Siagian, M.Pd.
Pukul 17.00 - 20.40 : TEKNOLOGI INFORMASI DAN KOMUNIKASI UNTUK PENDIDIKAN
Prof. Dr. Muhammad Badiran, M.Pd.
Prof. Tina Mariana Arifin, M.A., P.hD.
( Untuk mata kuliah Teknologi Informasi dan Komunikasi Pendidikan, waktu kuliah berubah menjadi pukul 08.00 - 10. WIB, dosen Pengampu Prof. Tina Mariana Arifin, M.A., P.hD. )
Kuliah dimulai dari Hari Jum'at, 16 Juli 2010
Analisis Jaringan Kerja
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Seringkali, masalah pendidikan disajikan dalam istilah global dan istilah gabungan. Namun demikian, perencana pendidikan atau analisis selanjutnya, desain, implementasi dan evaluasi yang dilakukan. Spesifikasi yang disampaikan sebagai hasil dari aktivitas yang direncanakan biasanya belum begitu jelas dan merupakan hasil awal atas apa yang dilakukan. Namun, sama dengan siswa lainnya, skill membaik dan setiap kali analisis sistem diterapkan untuk perencanaan pendidikan, maka semakin sedikit waktu dan usaha yang diperlukan. Dengan praktek, skill yang diperlukan dalam analisis sistem akan semkain mudah digunakan, dan hasil dari perencanaan pendidikan yang sah merupakan usaha yang berguna.
Pendekatan sistem dapat diartikan sebagai proses kebutuhan yang diidentifikasi, memilih masalah, membuat persyaratan untuk pemecahan masalah yang diidentifikasi, solusi yang dipilih dari alternatif-alternatif, metode dan alat yang digunakan dan diimplementasikan, hasil dan dievaluasi, dan memerlukan perbaikan untuk semua atau bagian dari sistem yang dibuat sehingga kebutuhan itu dieliminasi.
Pengelolaan proyek-proyek berskala besar yang berhasil memerlukan perencanaan, penjadwalan, dan pengkordinasian yang hati-hati dari berbagai aktivitas yang saling berkaitan. Untuk itu kemudian dikembangkan prosedur-prosedur formal yang didasarkan atas penggunaan jaringan kerja (network) dan teknik-teknik network.
Analisa jaringan kerja merupakan suatu perpaduan pemikiran yang logis, digambarkan dengan suatu jaringan yang berisi lintasan-lintasan kegiatan dan memungkinkan pengolahan secara analitis. Analisa jaringan kerja memungkinkan suatu perencanaan yang efektif dari suatu rangkaian yang mempunyai interaktivitas. Metoda manajemen banyak bermanfaat terutama dalam hal perencanaan, penjadwalan, dan pengawasan pembangunan proyek , bermanfaat dalam pengambilan keputusan (decision making) serta kegiatan-kegiatan operasional lainnya. Penerapan metode manajemen disegala bidang kegiatan pada kenyataannya prosedurnya tidaklah begitu kompleks, hal mana dapat dianalisa secara sistematis dan sederhana dengan menggunakan analisa jaringan kerja.
Analisa jaringan kerja merupakan suatu istilah umum yang digunakan untuk semua aspek jaringan kerja dalam perencanaan dan pengawasan proyek.
B. Rumusan Masalah
Adapun yang rumusan masalah pada makalah ini adalah :
1. Bagaimana Hakikat Analisis Jaringan Kerja ?
2. Bagaimana Terminologi dan Kaidah Dasar Jaringan Kerja ?
3. Bagaimana Teknik-Teknik Jaringan Kerja ?
4. Apa Perbedaan dan Persamaan PERT dengan CPM ?
5. Apa Tujuan Teknik Analisis Jaringan Kerja ?
6. Apa Manfaat Analisis Jaringan Kerja ?
7. Bagimana Menggambar Jaringan Kerja ?
8. Bagaimana Penentuan Waktu ?
C. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah :
1. Untuk mengetahui Hakikat Analisis Jaringan Kerja
2. Untuk mengetahui Terminologi dan Kaidah Dasar Jaringan Kerja
3. Untuk mengetahui Teknik-Teknik Jaringan Kerja
4. Untuk mengetahui Perbedaan dan Persamaan PERT dengan CPM
5. Untuk mengetahui Tujuan Teknik Analisis Jaringan Kerja
6. Untuk mengetahui Manfaat Analisis Jaringan Kerja
7. Untuk mengetahui Menggambar Jaringan Kerja
8. Untuk mengetahui Penentuan Waktu
D. Manfaat Penulisan
Ada beberapa manfaat dari penulisan makalah ini, diantaranya adalah :
1. menambah pengetahuan mahasiswa Pasca Sarjana Program Studi Teknologi Pendidikan tentang Analisis Jaringan Kerja.
2. sebagai bahan masukan mengenai Analisis Jaringan Kerja
BAB II
PEMBAHASAN
1. Hakekat Analisis Jaringan Kerja
Defenisi Analisa jaringan kerja adalah suatu sistem kontrol proyek dengan cara menguraikan pekerjaan menjadi komponen-komponen yang dinamakan kegiatan (activity). Selanjutnya kegiatan ini disusun dan diatur sedemikian rupa sehingga memungkinkan proyek dapat dilaksanakan dan diselesaikan dengan ekonomis, dalam waktu yang sesingkat mungkin dengan jumlah tenaga kerja yang minimum.
Analisis jaringan kerja merupakan suatu teknik manajemen yang bermanfaat dalam mendisain, merencanakan, dan menganalisis suatu sistem. Disamping itu analisis jaringan kerja merupakan suatu teknik yang berguna dalam rancangan sistem karena teknik yang digunakan akan membantu para ahli analisis dalam mengetahui dan mengidentifikasi keterkaitan yang terdapat pada sub sistem yang ada. Agar dalam menganalisis jaringan kerja tersebut dapat berjalan dengan baik dan terencana sehingga menghasilkan suatu teknik manajemen yang bermanfaat memerlukan suatu prosedur yang baik untuk dapat melaksanakannya, yaitu dengan menggunakan pendekatan sistem. Pendekatan sistem digunakan sebagai pelaksanaan pandangan sistem.
Analisis jaringan kerja memiliki hubungan dengan pendekatan sistem karena pendekatan sistem menggunakan cara berpikir dengan mempergunakan konsep sistem, sedangkan sistem itu sendiri adalah sekelompok unit yang bekerja sama secara keseluruhan berdasarkan suatu tujuan bersama atau seperangkat unit yang terorganisir. Pendekatan sistem juga mengembangkan sistem yang menawarkan suatu struktur pembuatan keputusan dan seperangkat strategi keputusan sehingga terjadi pengembangan sistem. Bila hal ini dilakukan maka akan sangat berguna bagi perancang sewaktu mengoreksi dirinya sendiri, untuk merencakan proses yang logis mengembangkan dan melaksanakan kesatuan buatan manusia. Sehingga hal itu akan melengkapi prosedur dimana ada pengkhususan tujuan sistem sejak semula. Kemudian perancang juga akan dapat menganalisa urutan untuk menemukan cara yang terbaik untuk mencapainya. Akhirnya sistem evaluasi yang terus menerus mengamati pelaksanaan tujuan dan melengkapi dasar untuk merencanakan perubahan dalam penelitian masalah ekonomi dan penampilan. Pelaksanaan pendekatan sistem untuk mengembangkan dan memelihara sistem, menyebabkan sistem mempunyai kemungkinan untuk menjamin gambaran penampilan khusus, yang akan ditemukan bagi keluaran sistem.
Dari penjelasan tentang pendekatan sistem dimana cara kerjanya yang begitu mendetail setiap hal sangat diperhatikan agar dapat berjalan sesuai dengan tujuan dan rencana, dan apabila ada suatu masalah harus segera dilihat kembali tujuan dari pelaksanaan tersebut. Hal inilah mengapa analisis jaringan kerja menggunakan pendekatan sistem di dalam melaksanakan program kerjanya. Selain itu pendekatan sistem merupakan satu proses untuk mencapai yang efektif dan efisien suatu tujuan yang diharapkan mendasari pada kebutuhan yang sudah tersusun, suatu bentuk pemecahan masalah yang logis yang berhubungan erat dengan metode yang ilmiah, suatu proses dimana kebutuhan itu diidentifikasi, atau masalah yang diseleksi. Dari penjelasan tentang pendekatan sistem tersebut analisis jaringan kerja memiliki hubungan yang erat dengan pendekatan sistem, yaitu agar di dalam proses jaringan kerja tersebut mencapai yang efektif dan efisien dan suatu tujuan yang diharapkan mendasari pada kebutuhan yang sudah tesusun. Selain itu analisis jaringan kerja juga menggunakan berbagai metode didalam programnya.
Lebih jelasnya lagi untuk mengetahui mengapa analisis jaringan kerja menggunakan pendekatan sistem yaitu dapat kita lihat analisis memiliki tujuan yang jelas, memiliki persyaratan di dalam penerapan analisis jaringan kerja dan memiliki tahapan dalam penerapan analisis jaringan kerja. Selain itu analisis jaringan kerja juga menggunakan komputer.
Persyaratan yang harus dipenuhi penerapan analisis jaringan kerja antara lain:
1. Model harus lengkap.
Analisis jaringan kerja merupakan model yang kompleks yaitu mencakup informasi kegiatan, informasi sumber daya yang dibangun dalam diagram jaringan kerja (network diagram).
2. Model harus cocok.
Tentunya diagram jaringan kerja proyek pelatihan guru berlaku untuk proyek itu sendiri, tidak untuk proyek pembangunan jembatan.
3. Asumsi yang dipakai tepat.
Analisis jaringan kerja harus menggunakan asumsi, karena ketepatan asumsi sangat mempengaruhi keberhasilan analisis jaringan kerja.
4. Sikap pelaksanaan.
Sikap pelaksanaan proyek diharapkan dan tentunya dianggap menjadi pendukung penyelenggaraan proyek.
Di dalam analisis jaringan kerja juga memiliki tahapan di dalam penerapan analisis jaringan kerja yaitu :
1. Pembuatan
Dimana tujuan akhir dari tahap pembuatan ini adalah terciptanya suatu model yang dapat dipakai sebagai patokan selama penyelenggaraan proyek. Di dalam pembuatan ini juga masih memiliki tahapan-tahapan lagi yaitu : inventarisasi kegiatan, hubungan antar kegiatan, menyusun diagram jaringan kerja, data kegiatan, analisa waktu dan sumber daya, batasan dan leveling.
2. Pemakaian
Bila pembuatan telah selesai maka model yang telah jadi tersebut dipakai pada proses pelaksanaan tiap kegiatan sesuai dengan kegiatan yang ada dalam diagram jaringan kerja. Terdapat beberapa alternatif cara pelaporan berdasarkan kuantitas dalam bentuk satuan pekerjaan/kegiatan atau dalam bentuk relatif atau persentase; dan berdasarkan jangka waktunya serta kumulatif atau periodik.
3. Perbaikan
Perbaikan dilakukan karena tidak tepatnya asumsi yang dipakai pada saat pembuatan. Tahap perbaikan dibatasi pada kegiatan yang tidak sesuai dengan usaha pencapaian keberhasilan proyek. Dan selanjutnya pada tahap dilakukan revisi.
2. Terminologi dan Kaidah Dasar Jaringan Kerja
Terminologi dan kaidah dasar jaringan kerja adalah sebagai berikut :
a. Anak panah (arrow), Disini kegiatan digambarkan sebagai anak panah yg menghubungkan dua lingkaran yg mewakili dua peristiwa. Ekor anak panah merupakan awal dan ujungnya merupakan akhir kegiatan.
b. Lingkaran kecil (node), menyatakan sebuah kejadian atau peristiwa atau event. Kejadian didefinisikan sebagai ujung atau pertemuan dari satu atau beberapa kegiatan.
c. Anak panah terputus-putus, menyatakan kegiatan semu atau dummy . Dummy tidak mempunyai jangka waktu tertentu, karena tidak memakai sejumlah sumber daya.
Aktivitas dummy adalah aktivitas yang sebenarnya tidak ada, sehingga tidak memerlukan pemakaian sumber daya.. Dummy terjadi karena terdapat lebih dari satu kegiatan yang mulai dan selesai pada event yang sama.
Penggunaan simbol-simbol ini mengikuti aturan-aturan sebagai berikut:
1. Di antara dua event yang sama, hanya boleh digambarkan satu anak panah.
2. Nama suatu aktivitas dinyatakan dengan huruf atau nomor urut event.
3. Aktivitas harus mengalir dari event bernomor rendah ke event bernomor tinggi.
4. Diagram hanya memiliki sebuah initial evet dan sebuah terminal event.
3. Teknik-Teknik Jaringan Kerja
Salah satu prosedur yang telah dikembangkan berdasarkan jaringan kerja untuk mengatasi permasalahan pengelolaan suatu proyek adalah:
1. PERT (Program Evaluation dan Review Technigue).
Teknik ini adalah suatu metode yang bertujuan untuk semaksimal mungkin mengurangi adanya penundaan kegiatan (proyek, produksi, dan teknik) maupun rintangan dan perbedaan-perbedaan ; mengkoordinasikan dan menyelaraskan berbagai bagian sebagai suatu keseluruhan pekerjaan dan mempercepat seleksinya proyek-proyek. Tujuan dari PERT adalah pencapaian suatu taraf tertentu dimana waktu merupakan dasar penting dari PERT dalam penyelesaian kegiatan-kegiatan bagi suatu proyek.
2. C.P.M (critical path method)
Suatu metode perencanaan dan pengendalian proyek-proyek yang merupakan sistem yang paling banyak digunakan diantara semua sistem yang memakai prinsip pembentukan jaringan. Dengan CPM, jumlah waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan berbagai tahap suatu proyek dianggap diketahui dengan pasti, demikian pula hubungan antara sumber yang digunakan dan waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan proyek. Jadi CPM merupakan analisa jaringan kerja yang berusaha mengoptimalkan biaya total proyek melalui pengurangan waktu penyelesaian total proyek yang bersangkutan.
T. Hari Handoko (1993 hal. : 401) mengemukakan bahwa : PERT adalah suatu metode analisis yang dirancang untuk membantu dalam penjadwalan dan pengendalian proyek-proyek yang kompleks, yang menuntut bahwa masalah utama yang dibahas yaitu masalah teknik untuk menentukan jadwal kegiatan beserta anggaran biayanya sehingga dapat diselesaikan secara tepat waktu dan biaya, sedangkan CPM adalah suatu metode yang dirancang untuk mengoptimalkan biaya proyek dimana dapat ditentukan kapan pertukaran biaya dan waktu harus dilakukan untuk memenuhi jadwal penyelesaian proyek dengan biaya seminimal mungkin.
4. Persamaan dan Perbedaan PERT dan CPM
A. Persamaan
• Digunakan untuk menangani proyek-proyek.
• Memerlukan prasyarat di dalam melaksanakan kegiatan.
• Melakukan pendataan waktu setiap operasi sehingga dapat menggunakan waktu semaksimum mungkin dan pembiayaan.
• Sama-sama membentuk lintasan dari kegiatan
B. Perbedaan
Pada prinsipnya yang menyangkut perbedaan PERT dan CPM adalah sebagai berikut:
• PERT digunakan pada perencanaan dan pengendalian proyek yang belum pernah dikerjakan, sedangkan CPM digunakan untuk menjadwalkan dan mengendalikan aktivitas yang sudah pernah dikerjakan sehingga data, waktu dan biaya setiap unsur kegiatan telah diketahui oleh evaluator.
• Pada PERT digunakan tiga jenis waktu pengerjaan yaitu yang tercepat, terlama serta terlayak, sedangkan pada CPM hanya memiliki satu jenis informasi waktu pengerjaan yaitu waktu yang paling tepat dan layak untuk menyelesaikan suatu proyek.
• Pada PERT yang ditekankan tepat waktu, sebab dengan penyingkatan waktu maka biaya proyek turut mengecil, sedangkan pada CPM menekankan tepat biaya.
• Dalam PERT anak panah menunjukkan tata urutan (hubungan presidentil), sedangkan pada CPM tanda panah adalah kegiatan.
5. Tujuan Teknik Analisis Jaringan Kerja
Adapun tujuan teknik analisis jaringan kerja adalah :
a. Untuk mengkoordinir semua unsur (element) proyek kedalam suatu rencana utama (master plan) dengan menciptakan suatu model kerja untuk melengkapai proyek sehingga diperoleh data sebagai berikut :
1. Waktu terbaik untuk pelaksanaan kegiatan
2. Pengurangan/penekanan ongkos/biaya
3. Pengurangan resiko.
b. Mempelajari alternatif-alternatif yang terdapat didalam dan diluar proyek.
c. Untuk mendapatkan atau mengembangkan skedul yang optimum.
d. Penggunaan sumber-sumber secara efektif dan efisien.
e. Alat komunikasi antar pimpinan.
f. Pengawasan pembangunan proyek.
g. Memudahkan revisi atau perbaikan terhadap penyimpangan yang terjadi.
6. Manfaat Analisis Jaringan Kerja
Adapun manfaat analisis jaringan kerja adalah sebagai berikut :
a. Untuk melengkapi rancangan, untuk memperbaiki metode perencanaan dan pengawasan, memperbaiki komunikasi dan pengambilan keputusan dan secara umum untuk mempertinggi effektivitas manajemen dalam menyelesaikan proyek.
b. Untuk penghematan biaya, waktu dan mempertinggi daya guna (effisiensi) kerja, baik manusia maupun peralatan serta menjamin ketepatan selesainya suatu proyek.
7. Menggambar Jaringan Kerja
Panduan dalam menggambar jaringan kerja :
1. Buatlah anak panah dengan garis penuh dari kiri ke kanan, dan garis putus-putus untuk Dummy.
2. Keterangan kegiatan ditulis diatas anak panah, sedangkan kurun waktu dibawahnya.
3. Hindarkan sejauh mungkin garis menyilang.
4. Peristiwa/ kejadian dilukiskan sebagai lingkaran, dengan nomor yg bersangkutan jika mungkin berada didalamnya.
5. Nomor peristiwa sebelah kanan lebih besar dari sebelah kiri.
8. Penentuan Waktu
Setelah jaringan kerja dapat digambarkan, kemudian diestimasikan waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan masing-masing aktivitas, dan menganalisis seluruh diagram network untuk menentukan waktu terjadinya masing-masing event. Dalam mengestimasi dan menganalisis waktu ini, akan terdapat satu atau beberapa lintasan tertentu dari kegiatan-kegiatan pada jaringan kerja tersebut yang menentukan jangka waktu penyelesaian seluruh proyek. Lintasan ini disebut lintasan kritis (critical path). Jalur kritis adalah jalur yang memiliki rangkaian komponen kegiatan dengan total jumlah waktu terlama dan menunjukkan kurun waktu penyelesaian yang tercepat. Pada jalur ini terletak kegiatan-kegiatan yang bila pelaksanaannya terlambat akan menyebabkan keterlambatan proyek secara keseluruhan
Selain lintasan kritis, terdapat lintasan-lintasan lain yang mempunyai jangka waktu yang lebih pendek daripada lintasan kritis. Dengan demikian, maka lintasan yang tidak kritis ini mempunyai jangka waktu untuk bisa terlambat, yang disebut float/slack.
Float/slack memberikan sejumlah kelonggaran waktu dan elastisitas pada sebuah jaringan kerja, dan ini dipakai pada waktu penggunaan network dalam praktek, atau digunakan pada waktu mengerjakan penentuan jumlah material, peralatan, dan tenaga kerja.
Float terbagi menjadi dua jenis, yaitu:
a. Total float/slack,
Jumlah waktu di mana waktu penyelesaian suatu aktivitas dapat diundur tanpa mempengaruhi saat paling cepat dari penyelesaian proyek secara keseluruhan
b. Free float/slack,
Jumlah waktu di mana penyelesaian suatu aktivitas dapat diukur tanpa mempengaruhi saat paling cepat dari dimulainya aktivitas yang lain atau saat paling cepat terjadinya event lain pada network.
Notasi yang digunakan
Untuk mempermudah perhitungan penentuan waktu digunakan notasi-notasi sebagai berikut:
TE = earliest event occurrence time, yaitu saat tercepat terjadinya event.
TL = latest event occurrence time, yaitu saat paling lambat terjadinya event.
ES = earliest activity start time, yaitu saat paling cepat dimulainya aktivitas.
EF = earliest activity finish time, yaitu saat paling cepat diselesaikannya aktivitas.
LS = latest activity start time, yaitu saat paling lambat dimulainya aktivitas.
LF = latest activity finish time, yaitu saat paling lambat diselesaikannya aktivitas.
t = activity duration time, yaitu waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan suatu aktivitas.
S = total slack/float
SF = free slack/float
Asumsi dan perhitungan
Asumsi yang digunakan dalam melakukan perhitungan adalah:
1. Proyek hanya memiliki satu initial event dan satu terminal event.
2. Saat tercepat terjadinya initial event adalah hari ke-nol
3. Saat paling lambat terjadinya terminal event adalah TL = TE untuk event ini.
Adapun cara perhitungan yang harus dilakukan terdiri atas dua cara, yaitu:
1. Perhitungan maju (forward computation)
Pada perhitungan ini, perhitungan bergerak dari initial event menuju ke terminal event. Tujuannya adalah untuk menghitung saat yang paling cepat terjadinya events dan saat paling cepat dimulainya serta diselesaikannya aktivitas-aktivitas.
2. Perhitungan mundur (backward computation)
Pada perhitungan ini, perhitungan bergerak dari terminal event menuju ke initial event. Tujuannya adalah untuk menghitung saat paling lambat terjadinya events dan saat paling lambat dimulainya dan diselesaikannya aktivitas-aktivitas.
Untuk melakukan perhitungan maju dan perhitungan mundur, lingkaran event di bagi atas tiga bagian.
Setelah kedua perhitungan di atas selesai, kemudian dilakukan perhitungan untuk mencari nilai slack/float.
Adapun cara perhitungannya adalah sebagai berikut:
1. Total float/slack dihitung dengan cara mencari selisih antara saat paling lambat dimulainya aktivitas dengan saat paling cepat dimulainya aktivitas, atau dengan mencari selisih antara saat paling lambat diselesaikannya aktivitas dengan saat paling cepat diselesaikannya aktivitas.
2. Free float/slack aktivitas dihitung dengan cara mencari selisih antara saat tercepat terjadinya event di ujung aktivitas dengan saat tercepat diselesaikannya aktivitas tersebut.
BAB III
PENUTUP
1. Kesimpulan
Analisis jaringan kerja adalah merupakan suatu perpaduan pemikiran yang logis, digambarkan dengan suatu jaringan yang berisi lintasan-lintasan kegiatan dan memungkinkan pengolahan secara analitis. Analisa jaringan kerja memungkinkan suatu perencanaan yang Efektif dari suatu rangkaian yang mempunyai interaktivitas.
Adapun Manfaat Analisis Jaringan Kerja yakni:
a. Untuk melengkapi rancangan
b. Untuk memperbaiki metode perencanaan dan pengawasan
c. Memperbaiki komunikasi dan pengambilan keputusan dan secara umum untuk mempertinggi effektivitas manajemen dalam menyelesaikan proyek.
d. Untuk penghematan biaya
e. Untuk penghematan waktu, dan
f. Mempertinggi daya guna (effisiensi) kerja, baik manusia maupun peralatan serta menjamin ketepatan selesainya suatu proyek.
3.2 Saran
Kiranya kita mampu dalam mengorganir dan menganalisis jaringan kerja (Network) dan merealisasikan kedalam bentuk proyek yang berguna bagi kepentingan dan kemajuan dan tercapainya goals yang diinginkan terutama dalam hal pengorganisasian pendidikan.
Daftar Pustaka
1. Dick, J.A.G.M., van, 2003, Outline of Multilevel Theory of The Network Society, Inpress.
2. Ma’arif, M.Syamsul, Hendri Tanjung, 2003, Manajemen Operasi, PT. Grasindo, Jakarta
3. Knoke, D. and Kublinski, J.H., 1982, Network Analysis, Beverly Hill, Sage Publication.
4. Umar, Drs.Husein, S.E., M.M., MBA, 1999, Studi Kelayakan Bisnis Manajemen, Metode dan Kasus, PT. Gramedia, Jakarta.
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Seringkali, masalah pendidikan disajikan dalam istilah global dan istilah gabungan. Namun demikian, perencana pendidikan atau analisis selanjutnya, desain, implementasi dan evaluasi yang dilakukan. Spesifikasi yang disampaikan sebagai hasil dari aktivitas yang direncanakan biasanya belum begitu jelas dan merupakan hasil awal atas apa yang dilakukan. Namun, sama dengan siswa lainnya, skill membaik dan setiap kali analisis sistem diterapkan untuk perencanaan pendidikan, maka semakin sedikit waktu dan usaha yang diperlukan. Dengan praktek, skill yang diperlukan dalam analisis sistem akan semkain mudah digunakan, dan hasil dari perencanaan pendidikan yang sah merupakan usaha yang berguna.
Pendekatan sistem dapat diartikan sebagai proses kebutuhan yang diidentifikasi, memilih masalah, membuat persyaratan untuk pemecahan masalah yang diidentifikasi, solusi yang dipilih dari alternatif-alternatif, metode dan alat yang digunakan dan diimplementasikan, hasil dan dievaluasi, dan memerlukan perbaikan untuk semua atau bagian dari sistem yang dibuat sehingga kebutuhan itu dieliminasi.
Pengelolaan proyek-proyek berskala besar yang berhasil memerlukan perencanaan, penjadwalan, dan pengkordinasian yang hati-hati dari berbagai aktivitas yang saling berkaitan. Untuk itu kemudian dikembangkan prosedur-prosedur formal yang didasarkan atas penggunaan jaringan kerja (network) dan teknik-teknik network.
Analisa jaringan kerja merupakan suatu perpaduan pemikiran yang logis, digambarkan dengan suatu jaringan yang berisi lintasan-lintasan kegiatan dan memungkinkan pengolahan secara analitis. Analisa jaringan kerja memungkinkan suatu perencanaan yang efektif dari suatu rangkaian yang mempunyai interaktivitas. Metoda manajemen banyak bermanfaat terutama dalam hal perencanaan, penjadwalan, dan pengawasan pembangunan proyek , bermanfaat dalam pengambilan keputusan (decision making) serta kegiatan-kegiatan operasional lainnya. Penerapan metode manajemen disegala bidang kegiatan pada kenyataannya prosedurnya tidaklah begitu kompleks, hal mana dapat dianalisa secara sistematis dan sederhana dengan menggunakan analisa jaringan kerja.
Analisa jaringan kerja merupakan suatu istilah umum yang digunakan untuk semua aspek jaringan kerja dalam perencanaan dan pengawasan proyek.
B. Rumusan Masalah
Adapun yang rumusan masalah pada makalah ini adalah :
1. Bagaimana Hakikat Analisis Jaringan Kerja ?
2. Bagaimana Terminologi dan Kaidah Dasar Jaringan Kerja ?
3. Bagaimana Teknik-Teknik Jaringan Kerja ?
4. Apa Perbedaan dan Persamaan PERT dengan CPM ?
5. Apa Tujuan Teknik Analisis Jaringan Kerja ?
6. Apa Manfaat Analisis Jaringan Kerja ?
7. Bagimana Menggambar Jaringan Kerja ?
8. Bagaimana Penentuan Waktu ?
C. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah :
1. Untuk mengetahui Hakikat Analisis Jaringan Kerja
2. Untuk mengetahui Terminologi dan Kaidah Dasar Jaringan Kerja
3. Untuk mengetahui Teknik-Teknik Jaringan Kerja
4. Untuk mengetahui Perbedaan dan Persamaan PERT dengan CPM
5. Untuk mengetahui Tujuan Teknik Analisis Jaringan Kerja
6. Untuk mengetahui Manfaat Analisis Jaringan Kerja
7. Untuk mengetahui Menggambar Jaringan Kerja
8. Untuk mengetahui Penentuan Waktu
D. Manfaat Penulisan
Ada beberapa manfaat dari penulisan makalah ini, diantaranya adalah :
1. menambah pengetahuan mahasiswa Pasca Sarjana Program Studi Teknologi Pendidikan tentang Analisis Jaringan Kerja.
2. sebagai bahan masukan mengenai Analisis Jaringan Kerja
BAB II
PEMBAHASAN
1. Hakekat Analisis Jaringan Kerja
Defenisi Analisa jaringan kerja adalah suatu sistem kontrol proyek dengan cara menguraikan pekerjaan menjadi komponen-komponen yang dinamakan kegiatan (activity). Selanjutnya kegiatan ini disusun dan diatur sedemikian rupa sehingga memungkinkan proyek dapat dilaksanakan dan diselesaikan dengan ekonomis, dalam waktu yang sesingkat mungkin dengan jumlah tenaga kerja yang minimum.
Analisis jaringan kerja merupakan suatu teknik manajemen yang bermanfaat dalam mendisain, merencanakan, dan menganalisis suatu sistem. Disamping itu analisis jaringan kerja merupakan suatu teknik yang berguna dalam rancangan sistem karena teknik yang digunakan akan membantu para ahli analisis dalam mengetahui dan mengidentifikasi keterkaitan yang terdapat pada sub sistem yang ada. Agar dalam menganalisis jaringan kerja tersebut dapat berjalan dengan baik dan terencana sehingga menghasilkan suatu teknik manajemen yang bermanfaat memerlukan suatu prosedur yang baik untuk dapat melaksanakannya, yaitu dengan menggunakan pendekatan sistem. Pendekatan sistem digunakan sebagai pelaksanaan pandangan sistem.
Analisis jaringan kerja memiliki hubungan dengan pendekatan sistem karena pendekatan sistem menggunakan cara berpikir dengan mempergunakan konsep sistem, sedangkan sistem itu sendiri adalah sekelompok unit yang bekerja sama secara keseluruhan berdasarkan suatu tujuan bersama atau seperangkat unit yang terorganisir. Pendekatan sistem juga mengembangkan sistem yang menawarkan suatu struktur pembuatan keputusan dan seperangkat strategi keputusan sehingga terjadi pengembangan sistem. Bila hal ini dilakukan maka akan sangat berguna bagi perancang sewaktu mengoreksi dirinya sendiri, untuk merencakan proses yang logis mengembangkan dan melaksanakan kesatuan buatan manusia. Sehingga hal itu akan melengkapi prosedur dimana ada pengkhususan tujuan sistem sejak semula. Kemudian perancang juga akan dapat menganalisa urutan untuk menemukan cara yang terbaik untuk mencapainya. Akhirnya sistem evaluasi yang terus menerus mengamati pelaksanaan tujuan dan melengkapi dasar untuk merencanakan perubahan dalam penelitian masalah ekonomi dan penampilan. Pelaksanaan pendekatan sistem untuk mengembangkan dan memelihara sistem, menyebabkan sistem mempunyai kemungkinan untuk menjamin gambaran penampilan khusus, yang akan ditemukan bagi keluaran sistem.
Dari penjelasan tentang pendekatan sistem dimana cara kerjanya yang begitu mendetail setiap hal sangat diperhatikan agar dapat berjalan sesuai dengan tujuan dan rencana, dan apabila ada suatu masalah harus segera dilihat kembali tujuan dari pelaksanaan tersebut. Hal inilah mengapa analisis jaringan kerja menggunakan pendekatan sistem di dalam melaksanakan program kerjanya. Selain itu pendekatan sistem merupakan satu proses untuk mencapai yang efektif dan efisien suatu tujuan yang diharapkan mendasari pada kebutuhan yang sudah tersusun, suatu bentuk pemecahan masalah yang logis yang berhubungan erat dengan metode yang ilmiah, suatu proses dimana kebutuhan itu diidentifikasi, atau masalah yang diseleksi. Dari penjelasan tentang pendekatan sistem tersebut analisis jaringan kerja memiliki hubungan yang erat dengan pendekatan sistem, yaitu agar di dalam proses jaringan kerja tersebut mencapai yang efektif dan efisien dan suatu tujuan yang diharapkan mendasari pada kebutuhan yang sudah tesusun. Selain itu analisis jaringan kerja juga menggunakan berbagai metode didalam programnya.
Lebih jelasnya lagi untuk mengetahui mengapa analisis jaringan kerja menggunakan pendekatan sistem yaitu dapat kita lihat analisis memiliki tujuan yang jelas, memiliki persyaratan di dalam penerapan analisis jaringan kerja dan memiliki tahapan dalam penerapan analisis jaringan kerja. Selain itu analisis jaringan kerja juga menggunakan komputer.
Persyaratan yang harus dipenuhi penerapan analisis jaringan kerja antara lain:
1. Model harus lengkap.
Analisis jaringan kerja merupakan model yang kompleks yaitu mencakup informasi kegiatan, informasi sumber daya yang dibangun dalam diagram jaringan kerja (network diagram).
2. Model harus cocok.
Tentunya diagram jaringan kerja proyek pelatihan guru berlaku untuk proyek itu sendiri, tidak untuk proyek pembangunan jembatan.
3. Asumsi yang dipakai tepat.
Analisis jaringan kerja harus menggunakan asumsi, karena ketepatan asumsi sangat mempengaruhi keberhasilan analisis jaringan kerja.
4. Sikap pelaksanaan.
Sikap pelaksanaan proyek diharapkan dan tentunya dianggap menjadi pendukung penyelenggaraan proyek.
Di dalam analisis jaringan kerja juga memiliki tahapan di dalam penerapan analisis jaringan kerja yaitu :
1. Pembuatan
Dimana tujuan akhir dari tahap pembuatan ini adalah terciptanya suatu model yang dapat dipakai sebagai patokan selama penyelenggaraan proyek. Di dalam pembuatan ini juga masih memiliki tahapan-tahapan lagi yaitu : inventarisasi kegiatan, hubungan antar kegiatan, menyusun diagram jaringan kerja, data kegiatan, analisa waktu dan sumber daya, batasan dan leveling.
2. Pemakaian
Bila pembuatan telah selesai maka model yang telah jadi tersebut dipakai pada proses pelaksanaan tiap kegiatan sesuai dengan kegiatan yang ada dalam diagram jaringan kerja. Terdapat beberapa alternatif cara pelaporan berdasarkan kuantitas dalam bentuk satuan pekerjaan/kegiatan atau dalam bentuk relatif atau persentase; dan berdasarkan jangka waktunya serta kumulatif atau periodik.
3. Perbaikan
Perbaikan dilakukan karena tidak tepatnya asumsi yang dipakai pada saat pembuatan. Tahap perbaikan dibatasi pada kegiatan yang tidak sesuai dengan usaha pencapaian keberhasilan proyek. Dan selanjutnya pada tahap dilakukan revisi.
2. Terminologi dan Kaidah Dasar Jaringan Kerja
Terminologi dan kaidah dasar jaringan kerja adalah sebagai berikut :
a. Anak panah (arrow), Disini kegiatan digambarkan sebagai anak panah yg menghubungkan dua lingkaran yg mewakili dua peristiwa. Ekor anak panah merupakan awal dan ujungnya merupakan akhir kegiatan.
b. Lingkaran kecil (node), menyatakan sebuah kejadian atau peristiwa atau event. Kejadian didefinisikan sebagai ujung atau pertemuan dari satu atau beberapa kegiatan.
c. Anak panah terputus-putus, menyatakan kegiatan semu atau dummy . Dummy tidak mempunyai jangka waktu tertentu, karena tidak memakai sejumlah sumber daya.
Aktivitas dummy adalah aktivitas yang sebenarnya tidak ada, sehingga tidak memerlukan pemakaian sumber daya.. Dummy terjadi karena terdapat lebih dari satu kegiatan yang mulai dan selesai pada event yang sama.
Penggunaan simbol-simbol ini mengikuti aturan-aturan sebagai berikut:
1. Di antara dua event yang sama, hanya boleh digambarkan satu anak panah.
2. Nama suatu aktivitas dinyatakan dengan huruf atau nomor urut event.
3. Aktivitas harus mengalir dari event bernomor rendah ke event bernomor tinggi.
4. Diagram hanya memiliki sebuah initial evet dan sebuah terminal event.
3. Teknik-Teknik Jaringan Kerja
Salah satu prosedur yang telah dikembangkan berdasarkan jaringan kerja untuk mengatasi permasalahan pengelolaan suatu proyek adalah:
1. PERT (Program Evaluation dan Review Technigue).
Teknik ini adalah suatu metode yang bertujuan untuk semaksimal mungkin mengurangi adanya penundaan kegiatan (proyek, produksi, dan teknik) maupun rintangan dan perbedaan-perbedaan ; mengkoordinasikan dan menyelaraskan berbagai bagian sebagai suatu keseluruhan pekerjaan dan mempercepat seleksinya proyek-proyek. Tujuan dari PERT adalah pencapaian suatu taraf tertentu dimana waktu merupakan dasar penting dari PERT dalam penyelesaian kegiatan-kegiatan bagi suatu proyek.
2. C.P.M (critical path method)
Suatu metode perencanaan dan pengendalian proyek-proyek yang merupakan sistem yang paling banyak digunakan diantara semua sistem yang memakai prinsip pembentukan jaringan. Dengan CPM, jumlah waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan berbagai tahap suatu proyek dianggap diketahui dengan pasti, demikian pula hubungan antara sumber yang digunakan dan waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan proyek. Jadi CPM merupakan analisa jaringan kerja yang berusaha mengoptimalkan biaya total proyek melalui pengurangan waktu penyelesaian total proyek yang bersangkutan.
T. Hari Handoko (1993 hal. : 401) mengemukakan bahwa : PERT adalah suatu metode analisis yang dirancang untuk membantu dalam penjadwalan dan pengendalian proyek-proyek yang kompleks, yang menuntut bahwa masalah utama yang dibahas yaitu masalah teknik untuk menentukan jadwal kegiatan beserta anggaran biayanya sehingga dapat diselesaikan secara tepat waktu dan biaya, sedangkan CPM adalah suatu metode yang dirancang untuk mengoptimalkan biaya proyek dimana dapat ditentukan kapan pertukaran biaya dan waktu harus dilakukan untuk memenuhi jadwal penyelesaian proyek dengan biaya seminimal mungkin.
4. Persamaan dan Perbedaan PERT dan CPM
A. Persamaan
• Digunakan untuk menangani proyek-proyek.
• Memerlukan prasyarat di dalam melaksanakan kegiatan.
• Melakukan pendataan waktu setiap operasi sehingga dapat menggunakan waktu semaksimum mungkin dan pembiayaan.
• Sama-sama membentuk lintasan dari kegiatan
B. Perbedaan
Pada prinsipnya yang menyangkut perbedaan PERT dan CPM adalah sebagai berikut:
• PERT digunakan pada perencanaan dan pengendalian proyek yang belum pernah dikerjakan, sedangkan CPM digunakan untuk menjadwalkan dan mengendalikan aktivitas yang sudah pernah dikerjakan sehingga data, waktu dan biaya setiap unsur kegiatan telah diketahui oleh evaluator.
• Pada PERT digunakan tiga jenis waktu pengerjaan yaitu yang tercepat, terlama serta terlayak, sedangkan pada CPM hanya memiliki satu jenis informasi waktu pengerjaan yaitu waktu yang paling tepat dan layak untuk menyelesaikan suatu proyek.
• Pada PERT yang ditekankan tepat waktu, sebab dengan penyingkatan waktu maka biaya proyek turut mengecil, sedangkan pada CPM menekankan tepat biaya.
• Dalam PERT anak panah menunjukkan tata urutan (hubungan presidentil), sedangkan pada CPM tanda panah adalah kegiatan.
5. Tujuan Teknik Analisis Jaringan Kerja
Adapun tujuan teknik analisis jaringan kerja adalah :
a. Untuk mengkoordinir semua unsur (element) proyek kedalam suatu rencana utama (master plan) dengan menciptakan suatu model kerja untuk melengkapai proyek sehingga diperoleh data sebagai berikut :
1. Waktu terbaik untuk pelaksanaan kegiatan
2. Pengurangan/penekanan ongkos/biaya
3. Pengurangan resiko.
b. Mempelajari alternatif-alternatif yang terdapat didalam dan diluar proyek.
c. Untuk mendapatkan atau mengembangkan skedul yang optimum.
d. Penggunaan sumber-sumber secara efektif dan efisien.
e. Alat komunikasi antar pimpinan.
f. Pengawasan pembangunan proyek.
g. Memudahkan revisi atau perbaikan terhadap penyimpangan yang terjadi.
6. Manfaat Analisis Jaringan Kerja
Adapun manfaat analisis jaringan kerja adalah sebagai berikut :
a. Untuk melengkapi rancangan, untuk memperbaiki metode perencanaan dan pengawasan, memperbaiki komunikasi dan pengambilan keputusan dan secara umum untuk mempertinggi effektivitas manajemen dalam menyelesaikan proyek.
b. Untuk penghematan biaya, waktu dan mempertinggi daya guna (effisiensi) kerja, baik manusia maupun peralatan serta menjamin ketepatan selesainya suatu proyek.
7. Menggambar Jaringan Kerja
Panduan dalam menggambar jaringan kerja :
1. Buatlah anak panah dengan garis penuh dari kiri ke kanan, dan garis putus-putus untuk Dummy.
2. Keterangan kegiatan ditulis diatas anak panah, sedangkan kurun waktu dibawahnya.
3. Hindarkan sejauh mungkin garis menyilang.
4. Peristiwa/ kejadian dilukiskan sebagai lingkaran, dengan nomor yg bersangkutan jika mungkin berada didalamnya.
5. Nomor peristiwa sebelah kanan lebih besar dari sebelah kiri.
8. Penentuan Waktu
Setelah jaringan kerja dapat digambarkan, kemudian diestimasikan waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan masing-masing aktivitas, dan menganalisis seluruh diagram network untuk menentukan waktu terjadinya masing-masing event. Dalam mengestimasi dan menganalisis waktu ini, akan terdapat satu atau beberapa lintasan tertentu dari kegiatan-kegiatan pada jaringan kerja tersebut yang menentukan jangka waktu penyelesaian seluruh proyek. Lintasan ini disebut lintasan kritis (critical path). Jalur kritis adalah jalur yang memiliki rangkaian komponen kegiatan dengan total jumlah waktu terlama dan menunjukkan kurun waktu penyelesaian yang tercepat. Pada jalur ini terletak kegiatan-kegiatan yang bila pelaksanaannya terlambat akan menyebabkan keterlambatan proyek secara keseluruhan
Selain lintasan kritis, terdapat lintasan-lintasan lain yang mempunyai jangka waktu yang lebih pendek daripada lintasan kritis. Dengan demikian, maka lintasan yang tidak kritis ini mempunyai jangka waktu untuk bisa terlambat, yang disebut float/slack.
Float/slack memberikan sejumlah kelonggaran waktu dan elastisitas pada sebuah jaringan kerja, dan ini dipakai pada waktu penggunaan network dalam praktek, atau digunakan pada waktu mengerjakan penentuan jumlah material, peralatan, dan tenaga kerja.
Float terbagi menjadi dua jenis, yaitu:
a. Total float/slack,
Jumlah waktu di mana waktu penyelesaian suatu aktivitas dapat diundur tanpa mempengaruhi saat paling cepat dari penyelesaian proyek secara keseluruhan
b. Free float/slack,
Jumlah waktu di mana penyelesaian suatu aktivitas dapat diukur tanpa mempengaruhi saat paling cepat dari dimulainya aktivitas yang lain atau saat paling cepat terjadinya event lain pada network.
Notasi yang digunakan
Untuk mempermudah perhitungan penentuan waktu digunakan notasi-notasi sebagai berikut:
TE = earliest event occurrence time, yaitu saat tercepat terjadinya event.
TL = latest event occurrence time, yaitu saat paling lambat terjadinya event.
ES = earliest activity start time, yaitu saat paling cepat dimulainya aktivitas.
EF = earliest activity finish time, yaitu saat paling cepat diselesaikannya aktivitas.
LS = latest activity start time, yaitu saat paling lambat dimulainya aktivitas.
LF = latest activity finish time, yaitu saat paling lambat diselesaikannya aktivitas.
t = activity duration time, yaitu waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan suatu aktivitas.
S = total slack/float
SF = free slack/float
Asumsi dan perhitungan
Asumsi yang digunakan dalam melakukan perhitungan adalah:
1. Proyek hanya memiliki satu initial event dan satu terminal event.
2. Saat tercepat terjadinya initial event adalah hari ke-nol
3. Saat paling lambat terjadinya terminal event adalah TL = TE untuk event ini.
Adapun cara perhitungan yang harus dilakukan terdiri atas dua cara, yaitu:
1. Perhitungan maju (forward computation)
Pada perhitungan ini, perhitungan bergerak dari initial event menuju ke terminal event. Tujuannya adalah untuk menghitung saat yang paling cepat terjadinya events dan saat paling cepat dimulainya serta diselesaikannya aktivitas-aktivitas.
2. Perhitungan mundur (backward computation)
Pada perhitungan ini, perhitungan bergerak dari terminal event menuju ke initial event. Tujuannya adalah untuk menghitung saat paling lambat terjadinya events dan saat paling lambat dimulainya dan diselesaikannya aktivitas-aktivitas.
Untuk melakukan perhitungan maju dan perhitungan mundur, lingkaran event di bagi atas tiga bagian.
Setelah kedua perhitungan di atas selesai, kemudian dilakukan perhitungan untuk mencari nilai slack/float.
Adapun cara perhitungannya adalah sebagai berikut:
1. Total float/slack dihitung dengan cara mencari selisih antara saat paling lambat dimulainya aktivitas dengan saat paling cepat dimulainya aktivitas, atau dengan mencari selisih antara saat paling lambat diselesaikannya aktivitas dengan saat paling cepat diselesaikannya aktivitas.
2. Free float/slack aktivitas dihitung dengan cara mencari selisih antara saat tercepat terjadinya event di ujung aktivitas dengan saat tercepat diselesaikannya aktivitas tersebut.
BAB III
PENUTUP
1. Kesimpulan
Analisis jaringan kerja adalah merupakan suatu perpaduan pemikiran yang logis, digambarkan dengan suatu jaringan yang berisi lintasan-lintasan kegiatan dan memungkinkan pengolahan secara analitis. Analisa jaringan kerja memungkinkan suatu perencanaan yang Efektif dari suatu rangkaian yang mempunyai interaktivitas.
Adapun Manfaat Analisis Jaringan Kerja yakni:
a. Untuk melengkapi rancangan
b. Untuk memperbaiki metode perencanaan dan pengawasan
c. Memperbaiki komunikasi dan pengambilan keputusan dan secara umum untuk mempertinggi effektivitas manajemen dalam menyelesaikan proyek.
d. Untuk penghematan biaya
e. Untuk penghematan waktu, dan
f. Mempertinggi daya guna (effisiensi) kerja, baik manusia maupun peralatan serta menjamin ketepatan selesainya suatu proyek.
3.2 Saran
Kiranya kita mampu dalam mengorganir dan menganalisis jaringan kerja (Network) dan merealisasikan kedalam bentuk proyek yang berguna bagi kepentingan dan kemajuan dan tercapainya goals yang diinginkan terutama dalam hal pengorganisasian pendidikan.
Daftar Pustaka
1. Dick, J.A.G.M., van, 2003, Outline of Multilevel Theory of The Network Society, Inpress.
2. Ma’arif, M.Syamsul, Hendri Tanjung, 2003, Manajemen Operasi, PT. Grasindo, Jakarta
3. Knoke, D. and Kublinski, J.H., 1982, Network Analysis, Beverly Hill, Sage Publication.
4. Umar, Drs.Husein, S.E., M.M., MBA, 1999, Studi Kelayakan Bisnis Manajemen, Metode dan Kasus, PT. Gramedia, Jakarta.
Analisis Fungsi
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Sistem adalah sekumpulan elemen yang saling berinteraksi satu sama lain dan saling mempengaruhi dalam melakukan kegiatan bersama untuk mencapai suatu tujuan. Adanya gangguan pada satu komponen akan mempengaruhi keseluruhan, dan akibatnya lebih dari kerusakan yang dialami. Suatu sistem dapat dirancang oleh satu orang atau sekelompok orang yang membentuk tim. Kegiatan ini disebut dengan analisis sistem. Tugas-tugas analisis sistem telah adalah mengumpulkan dan menganalisis formulir, dokumen, file yang berkaitan dengan sistem yang berjalan, menyusun dan menyajikan laporan perbaikan (rekomendasi) dari sistem yang berjalan kepada user, merancang suatu sistem perbaikan dan mengidentifikasi aplikasi-aplikasi untuk penerapannya, menganalisis dan menyusun biaya-biaya dan keuntungan dari sistem yang ada dan mengawasi semua kegiatan dalam penerapan sistem.
Sistem pendidikan nasional merupakan keseluruhan komponen pendidikan yang saling terkait secara terpadu untuk mencapai tujuan pendidikan nasional. Pendidikan nasional berfungsi untuk mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, yang bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
Sistem pendidikan di Indonesia telah banyak mengalami perubahan. Analisis misi, analisis fungsi dan analisis tugas adalah proses mengidentifikasi dan mendokumentasikan fungsi dan tugas yang harus dilakukan untuk menjamin penyelesaian tujuan misi. Setelah menganalisis misi kita tidak melangkah keanalisis tugas tetapi, harus menagnalisis fungsi terlebih dahulu.
1.2. Batasan Masalah
Dalam penulisan makalah ini penyusun hanya membatasi masalah tentang analisis fungsi dalam pendidikan.
1.3 Rumusan Masalah
Adapun yang menjadi rumusan masalah pada makalh ini adalah:
1.3.1 Apakah yang dimaksud dengan analisis fungsi dalam pendidikan
1.3.2 Bagaimanakah proses analisis fungsi
1.4 Tujuan Penulisan
Tujuan dalam penulisan makalah ini adalah:
1.4.1 Untuk mengetahui pengertian analisis fungsi dalam pendidikan
1.4.2 Untuk mengetahui proses analisis fungsi
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Hakekat Analisis Fungsi
Untuk melakukan analisis system ada dua pertanyaan pokok yang perlu dijawab yaitu Apa fungsi dari komponen dan apakah komponen berfungsi. Apa fungsi komponen sebetulnya melihat pada gambaran tugas (Job description), dari gambaran tugas dapat dilihat apa saja yang seharusnya dikerjakan dan posisi dari komponen yang akan dibahas. Pengertian fungsi sangat beragam. Fungsi adalah suatu bagian dari program yang dipergunakan untuk mengerjakan suatu tugas tertentu dan letaknya dipisahkan dari bagian program-program yang menggunakannya. Dari sudut ilmu sosial, fungsi merupakan karakteristik tertentu yang membedakan suatu tugas dengan tugas yang lain sehingga fungsi pekerjaan akan memberikan warna tersendiri terhadap persyaratan atau kriteria penyediaan sarana dan prasarana yang dibutuhkan untuk menyelesaikan suatu kegiatan.
Analisis fungsi merupakan proses pemecahan sesuatu kedalam beberapa bagian komponen untuk diidentifikasi dan mengetahui kontribusi masing-masing komponen dalam mencapai suatu tujuan (Kaufman, 1998). Dalam menyelenggarakan analisis fungsi perencanaannya tidak terlepas dari analisis kebutuhan dan analisis misi. Seseorang perencana harus memulai dan melakukan identifikasi tentang apa produk yang diinginkan dalam profil misi, apa yang harus diselesaikan dalam profil tersebut untuk mencapai keberhasilan tujuan yang diinginkan.
2.2 Proses Analisis Fungsi
Adapun proses dari analisis fungsi yaitu:
• Menganalisa apa yang harus dilakukan
• Memberikan susunan tugas yang logis dengan maksud untuk mencapai misi objektif dengan cara menganalisa, mengidentifikasi dan menyusun
Analisis fungsi adalah ekspansi vertical dari analisis misi, setiap elemen dalam profil misi terdiri dari fungsi. Tugas dari analisis fungsi adalah mengidentifikasi (fungsi yang ada pada misi profil) semua subfungsi dan interelansinya. Analisis fungsi bergerak dari hasil analisis kepernyataan tepat yang menyebutkan fungsi yang harus dilakukan untuk memecahkan masalah. Dalam pelaksanaannya analisis fungsi dapat diidentifikasi:
1. Apa yang harus dikerjakan?
2. Dalam urutan apakah kita melaksanakannya?
3. Terdiri dari komponen manakah setiap higher level function?
4. Apakah ada hubungan antara fungsi yang satu dengan fungsi yang lain?
Sebagai contoh analisa akan dibahas : Fungsi Undang – undang Republik Indonesia no 20 tahun 2003 tentang Sistem pendidikan Nasional. Pertama – tama perlu dicari apa fungsi dari undang – undang tersebut dalam dunia pendidikan Indonesia. Dalam Bab II ayat 3 disebutkan: Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
Fungsi undang – undang sendiri tidak ditemukan. Kutipan di atas hanyalah membicarakan fungsi dari pendidikan, bukan undang – undang pendidikan seperti diinginkan. Karena itu analisa tidak dapat dilakukan berdasarkan kutipan di atas. Harus dicari fungsi dari Undang – undang lebih dahulu. Pencarian fungsi dapat menggunakan pandangan system sehingga dapat ditemukan fungsinya. Fumgsi undang – undang dapat juga dicari pada bagian lain yang membicarakan fungsi undang – undang dimaksud karena itu perlu dicari ungkapan dari fungsi undang – undang yang akan dianalisa. Fungsi dari undang – undang dapat dilihat pada pembukaan bagian menimbang d dan e.
d. bahwa undang – undang nomor 2 tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional tidak memadai lagi dan perlu diganti serta perlu disempurnakan agar sesuai dengan amanat perubahan Undang – Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945.
e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a, b, c, dan d perlu membentuk Undang – undang tentang system Pendidikan Nasional.
Dari kutipan di atas dapat disimpulkan bahwa Undang – undang Republik Indonesia no 20 tahun 2003 tentang Sistem pendidikan Nasional berfungsi sebagai penyempurnaan undang – undang terdahulu dan menjawab masalah huruf a, b, c dan d yang harap dilihat apa isinya dalam teks asli. Setelah ditemukan fungsinya, analisa dapat dilanjutkan dengan melihat apakah komponen itu berfungsi atau sejauh mana komponen itu menunjang pencapaian tujuan.
a. Apakah Suatu Komponen Berfungsi
Ketika membahas apakah komponen yang dimaksud berfungsi seperti yang diharapkan, dapat saja dibahas dalam hubungan dengan supra system. Dalam hal ini selain melihat apakah Undang – undang Republik Indonesia no 20 tahun 2003 tentang Sistem pendidikan Nasional berfungsi seperti yang dimaksud dapat saja dibandingkan dengan fungsi atau tujuan dari pendidikan nasional. Dengan pengertian bahwa undang – undang tentang kependidikan tidak dapat dilepaskan dari tujuan pendidikan nasional, karena undang – undang dibuat untuk mencapai tujuan pendidikan nasional dimaksud.
Untuk menganalisa apakah Undang – undang Republik Indonesia no 20 tahun 2003 tentang Sistem pendidikan Nasional berfungsi dapat dibandingkan dengan undang – undang nomor 2 tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional yang digantikan dan disempurnakan. Segi pengganti jelas dapat dilihat fungsinya, karena setelah undang – undang yang baru ditetapkan, undang – undang lama tidak berlaku lagi. Apalagi jelas – jelas diungkapkan sebagai pengganti suatu undang – undang. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa salah satu fungsi Undang – undang no 20 tahun 2003 untuk menggantikan Undang – undang no 2 tahun 1989 telah terpenuhi.
Fungsi kedua Undang – undang Republik Indonesia no 20 tahun 2003 tentang Sistem pendidikan Nasional adalah menyempurnakan undang – undang nomor 2 tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Karena itu perlu dibahas dalam hal apa saja telah terjadi penyempurnaan dalam undang – undang yang baru. Bila ada penyempurnaan berarti fungsi sebagai penyempurnaan juga terpenuhi.
Tanpa mengundang perdebatan atau perbedaan pendapat, kami katakan bahwa ada penyempurnaan dalam Undang – undang dimaksud. Beberapa penyempurnaan yang dapat dilihat antara lain:
i. Undang – undang sudah memperhatikan adanya beberapa pihak yang menjadi pengambil keputusan dalam hal pendidikan. Masyarakat dan orang tua termasuk sebagai pihak yang perlu diminta pendapat dalam menentukan segala hal tentang pendididikan. Selama ini hanya pemerintah yang sering hanya diwakili oleh sekolah; dan orang tua sebagai penyetuju keputusan.
ii. Pendidikan sudah dipisahkan antara pendidikan formal, non formal dan informal. Ketiga bentuk pendidikan di atas mempunyai bentuk dan fungsinya sendiri; meski demikian kesemuanya dihargai dan diakui oleh pemerintah.
iii. Peran serta masyarakat semakin didorong dan diharapkan demi kemajuan dan perkembangan dunia pendidikan Indonesia. Masyarakat tidak bias hanya menerima atau pasif melihat perkembangan pendidikan yang ada, dalam banyak masyarakat
iv. Fungsi undang – undang yang dianalisa sudah sesuai dengan tujuan pendidikan Indonesia, yaitu memajukan peradaban, mengembangkan potensi yang ada, mendorong sikap demokratis dan bertanggung jawab.
Salah satu hasil kritis dalam pelaksanaan pada umumnya dan analisis fungsi pada khususnya ialah bahwa kita membahas diri dari kekeliruan-kekeliruan pada masa yang lalu dan memperoleh cara-cara baru dan lebih baik untuk melaksanakan sesuatu.
Untuk lebih memahami analisis fungsi ini, sebagai contoh dalam kegiatan pembelajaran disekolah setelah sasaran ditentukan, proses analisis fungsi dilakukan setelah identifikasi fungsi-fungsi yang diperlukan untuk mencapai sasaran tersebut. Langkah ini harus dilakukan sebagai persiapan dalam melakukan analisis fungsi. Fungsi-fungsi yang dimaksud misalnya untuk meningkatkan nilai rata-rata kelulusan siswa adalah fungsi proses belajar mengajar dan pendukung PMB seperti ketenagaan, siswa, kurikulum, sarana-prasarana serta hubungan sekolah dan masyarakat dan lain-lain. Penentuan fungsi-fungsi ini dilakukan dalam profil misi.
Setalah fungsi-fungsi yang diperlukan sudah diidentifikasi maka langkah-langkah berikutnya adalah melakukan analisis fungsi. Menentukan tingkat kesiapan masing-masing fungsi beserta faktor-faktornya. Dalam melakukan analisis terhadap fungsi beserta faktor-faktornya berlaku ketentuan bahwa untuk tingkat kesiapan yang memadai sasaran dinyatakan sebagai kekuatan faktor internal atau peluang bagi faktor intenal. Sedangkan, tingkat kesiapan yang kurang memadai artinya tidak memenuhi kriteria kesipan minimal, dinyatakan sebagai kelemahan bagai faktor internal atau ancaman bagi faktor eksternal.
Kelemahan atau ancaman yang dinyatakan pada faktor internal dan eksternal yang memiliki tingkat kesiapan kurang memadai disebut masalah. Selama masih ada fungsi yang tidak siap atau masih ada masalah, maka sasaran yang telah ditetapkan diduga tidak akan tercapai, perlu dilakukan tindakan untuk mengubah fungsi yang tidak siap menjadi siap. Tindakan-tindakan yang dimaksud disebut langkah-langkah pemecahan masalah, yang pada hakekatnya merupakan tindakan mengatasi kelemahan atau ancaman agar menjadi kekuatan atau peluang.
B. Tingkat Analisis Fungsi
Salah satu jalan untuk menampilkan hubungan antara analisis misi dengan analisis fungsi dalam matrix, dengan analisis fungsi membentuk ”top”dari matrix dan analisis fungsi sebagai ”depth”dimensi. Dalam menampilkan analisis fungsi tuliskan dalam ”depth” atau tambahan dalam dimensi analisis misi.
Analisis fungsi perluasan vertical dari analisis misi-setiap elemen misi tersusun dari fungsi dan setiap bagian dari fungsi tersebut diidentifikasikan. Analisis fungsi kemudian dilakukan lebih spesifik. Hal ini termasuk spesifikasi ataupun hal-hal yang dibutuhkan dan hubungannya diantara sub-sub fungsi yang diidentifikasi dari setiap produk dalam profil misi.
C. Proses Analisis Fungsi
Proses analisis fungsi (1) analisis apa yang harus diselesaikan, dan (2) berikan perintah yang tepatatas subordinate, constituent atau perintah yang lebih rendah (contoh, pekerjaan atau tugas), dalam rangka untuk mencapai misi obyektif dan performa asosiasi yang diminta;
Aturan dalam analisis fungsi tidak didesain untuk membuat proses menjadi lebih rumit, namun :
- Menjaga sesuatu dimana letak sesuatu dan memperlihatkan dimana seharusnya sesuatu tersebut diletakkan
- Membuat komunikasi dengan orang lain menjadi lebih jelas
Aturan 1-seluruh blok adalah bujur sangkar atau persegi panjang dan sama ukurannya.
Aturan 2-Setiap blok terdiri dari pernyataan atas hasil yang harus diselesaikan atau dikirimkan
Aturan 3-Fungsi –fungsi antar blok terhubung.
Aturan 4-Sistem desimal digunakan dalam penomoran dan poin desimal dan angka ditambahkan untuk setiap level analisis. Demikian juga setiap blok diberi penomoran di sudut kanan atas.
Aturan 5-Jika pada level fungsi yang lebih tinggi tidak dapat dipecah menjadi dua atau menjadi fungsi lain, jangan dipecah.
Aturan 6-Setiap fungsi terhubung dengan garis panah untuk menggambarkan arah. Perbaikan jalur diperlihatkan dengan garis titik-titik dan arah panah. Ketika pilihan dibuat diantara dua atau lebih jalur, lingkaran ”atau” diantara jalur digunakan untuk menandakan pilihan tersebut.
Ketika sudah selesai dengan analisis fungsi, gambar blok-blok fungsi dan hubungkan mereka sesuai ketentuan yang ada. Alur fungsi diagram menyatakan perintah, tahapan, dan hubungan timbal balik dari ”apa” yang sudah selesai. Jika dilakukan dengan baik maka analisis fungsi akan dapat menjawab ;
1. Apa yang telah selesai atau diantarkan?
2. Dalam perintah seperti apa fungsi dapat diselesaikan/
3. Apa komponen fungsi (atau produk) dalam tiap fungsi yang lebih tinggi/
4. Apa hubungan diantara setiap fungsi?
Analisis fungsi dari fungsi: ’ Menyediakan pebelajar dengan ketrampilan analisis fungsi. Fungsi adalah produk, Bukan proses atau makna. Ketika pertama kali ditampilkan analisis fungsi, seringkali ditampilkan daftar makna dari fungsi daripada memperlihatkan produk akhir atau hasil. Misalnya; Melalui analisis, ketika menemukan solusi ” creeping in’ tanyakan pada dirimu ” Metode apa itu atau apakah akan memberikan sesuatu padaku jika aku melakukannya? atau mengapa saya mau memberikan tes khusus tersebut? Dengan mempertanyakan tipe pertanyaan ini kamu akan dapat menentukan produk yang kamu cari daripada tidak mendapatkan hasil yang optimal dari proses atau solusi.
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN
3.1 Kesimpulan
Dari pemabahasan di atas dapat disimpulkan beberapa hal dari analisa fungsi suatu komponen.
Sebelum menganalisa suatu komponen perlu diketahui apa kedudukan dan fungsi komponen tersebut. Hal ini perlu agar analisa tidak keliru menempatkan komponen dalam suatu system.
Analisa dilakukan terhadap komponen itu, bukan terhadap keseluruhan system agar tidak rancu dalam menganalisa.
Setelah diketahui fungsi dan kedudukan komponen, dilihat bagaimana fungsi yang diharapkan diperankan. Bila fungsi sudah diperankan dengan baik, berarti komponen itu sudah berfungsi dengan baik.
Untuk pengembangan lebih lanjut dapat diadakan evaluasi apakah dapat diperbaiki fungsi – fungsi komponen yang ada, bagaimana masing – masing komponen lebih berfungsi dalam mencapai tujuan bersama, adakah komponen yang dapat disederhanakan sehingga system lebih sederhana dan bekerja lebih efisien.
3.2. Saran
Makalah ini disadari masih jauh dari sempurna oleh karena itu untuk penyempurnaanya, pembaca diharapkan dapat membaca sumber-sumber lainnya yang berhubungan dengan pendekatan system dan analisis fungsi. Selain itu saran dari pembaca sangat diharapkan guna penyempurnaan makalah ini.
DAFTAR PUSTAKA
David F Salisbury, 1996. Five Technologies for Educational Change, New Jersey, Educational Technology Publications Englewood Cliffs, 1996.
Kaufman, Roger. 1998. Planning Education System. Technomic Publishing Company Inc, Florida.
Kumpulan Undang – undang dan Peraturan Pemerintah RI tentang Pendidikan, 2007. Direktorat Jenderal Pendidikan Islam Departemen Agama RI, Jakarta.
Sondang, P. 2003. Manajemen Stratejik. Bumi Aksara. Jakarta.
Soenaryo, Endang. 2000. Teori Perencanaan Pendidikan Berdasarkan Pendekatan
Sistem. Adicita Karya Nusa, Yogyakarta.
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Sistem adalah sekumpulan elemen yang saling berinteraksi satu sama lain dan saling mempengaruhi dalam melakukan kegiatan bersama untuk mencapai suatu tujuan. Adanya gangguan pada satu komponen akan mempengaruhi keseluruhan, dan akibatnya lebih dari kerusakan yang dialami. Suatu sistem dapat dirancang oleh satu orang atau sekelompok orang yang membentuk tim. Kegiatan ini disebut dengan analisis sistem. Tugas-tugas analisis sistem telah adalah mengumpulkan dan menganalisis formulir, dokumen, file yang berkaitan dengan sistem yang berjalan, menyusun dan menyajikan laporan perbaikan (rekomendasi) dari sistem yang berjalan kepada user, merancang suatu sistem perbaikan dan mengidentifikasi aplikasi-aplikasi untuk penerapannya, menganalisis dan menyusun biaya-biaya dan keuntungan dari sistem yang ada dan mengawasi semua kegiatan dalam penerapan sistem.
Sistem pendidikan nasional merupakan keseluruhan komponen pendidikan yang saling terkait secara terpadu untuk mencapai tujuan pendidikan nasional. Pendidikan nasional berfungsi untuk mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, yang bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
Sistem pendidikan di Indonesia telah banyak mengalami perubahan. Analisis misi, analisis fungsi dan analisis tugas adalah proses mengidentifikasi dan mendokumentasikan fungsi dan tugas yang harus dilakukan untuk menjamin penyelesaian tujuan misi. Setelah menganalisis misi kita tidak melangkah keanalisis tugas tetapi, harus menagnalisis fungsi terlebih dahulu.
1.2. Batasan Masalah
Dalam penulisan makalah ini penyusun hanya membatasi masalah tentang analisis fungsi dalam pendidikan.
1.3 Rumusan Masalah
Adapun yang menjadi rumusan masalah pada makalh ini adalah:
1.3.1 Apakah yang dimaksud dengan analisis fungsi dalam pendidikan
1.3.2 Bagaimanakah proses analisis fungsi
1.4 Tujuan Penulisan
Tujuan dalam penulisan makalah ini adalah:
1.4.1 Untuk mengetahui pengertian analisis fungsi dalam pendidikan
1.4.2 Untuk mengetahui proses analisis fungsi
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Hakekat Analisis Fungsi
Untuk melakukan analisis system ada dua pertanyaan pokok yang perlu dijawab yaitu Apa fungsi dari komponen dan apakah komponen berfungsi. Apa fungsi komponen sebetulnya melihat pada gambaran tugas (Job description), dari gambaran tugas dapat dilihat apa saja yang seharusnya dikerjakan dan posisi dari komponen yang akan dibahas. Pengertian fungsi sangat beragam. Fungsi adalah suatu bagian dari program yang dipergunakan untuk mengerjakan suatu tugas tertentu dan letaknya dipisahkan dari bagian program-program yang menggunakannya. Dari sudut ilmu sosial, fungsi merupakan karakteristik tertentu yang membedakan suatu tugas dengan tugas yang lain sehingga fungsi pekerjaan akan memberikan warna tersendiri terhadap persyaratan atau kriteria penyediaan sarana dan prasarana yang dibutuhkan untuk menyelesaikan suatu kegiatan.
Analisis fungsi merupakan proses pemecahan sesuatu kedalam beberapa bagian komponen untuk diidentifikasi dan mengetahui kontribusi masing-masing komponen dalam mencapai suatu tujuan (Kaufman, 1998). Dalam menyelenggarakan analisis fungsi perencanaannya tidak terlepas dari analisis kebutuhan dan analisis misi. Seseorang perencana harus memulai dan melakukan identifikasi tentang apa produk yang diinginkan dalam profil misi, apa yang harus diselesaikan dalam profil tersebut untuk mencapai keberhasilan tujuan yang diinginkan.
2.2 Proses Analisis Fungsi
Adapun proses dari analisis fungsi yaitu:
• Menganalisa apa yang harus dilakukan
• Memberikan susunan tugas yang logis dengan maksud untuk mencapai misi objektif dengan cara menganalisa, mengidentifikasi dan menyusun
Analisis fungsi adalah ekspansi vertical dari analisis misi, setiap elemen dalam profil misi terdiri dari fungsi. Tugas dari analisis fungsi adalah mengidentifikasi (fungsi yang ada pada misi profil) semua subfungsi dan interelansinya. Analisis fungsi bergerak dari hasil analisis kepernyataan tepat yang menyebutkan fungsi yang harus dilakukan untuk memecahkan masalah. Dalam pelaksanaannya analisis fungsi dapat diidentifikasi:
1. Apa yang harus dikerjakan?
2. Dalam urutan apakah kita melaksanakannya?
3. Terdiri dari komponen manakah setiap higher level function?
4. Apakah ada hubungan antara fungsi yang satu dengan fungsi yang lain?
Sebagai contoh analisa akan dibahas : Fungsi Undang – undang Republik Indonesia no 20 tahun 2003 tentang Sistem pendidikan Nasional. Pertama – tama perlu dicari apa fungsi dari undang – undang tersebut dalam dunia pendidikan Indonesia. Dalam Bab II ayat 3 disebutkan: Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
Fungsi undang – undang sendiri tidak ditemukan. Kutipan di atas hanyalah membicarakan fungsi dari pendidikan, bukan undang – undang pendidikan seperti diinginkan. Karena itu analisa tidak dapat dilakukan berdasarkan kutipan di atas. Harus dicari fungsi dari Undang – undang lebih dahulu. Pencarian fungsi dapat menggunakan pandangan system sehingga dapat ditemukan fungsinya. Fumgsi undang – undang dapat juga dicari pada bagian lain yang membicarakan fungsi undang – undang dimaksud karena itu perlu dicari ungkapan dari fungsi undang – undang yang akan dianalisa. Fungsi dari undang – undang dapat dilihat pada pembukaan bagian menimbang d dan e.
d. bahwa undang – undang nomor 2 tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional tidak memadai lagi dan perlu diganti serta perlu disempurnakan agar sesuai dengan amanat perubahan Undang – Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945.
e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a, b, c, dan d perlu membentuk Undang – undang tentang system Pendidikan Nasional.
Dari kutipan di atas dapat disimpulkan bahwa Undang – undang Republik Indonesia no 20 tahun 2003 tentang Sistem pendidikan Nasional berfungsi sebagai penyempurnaan undang – undang terdahulu dan menjawab masalah huruf a, b, c dan d yang harap dilihat apa isinya dalam teks asli. Setelah ditemukan fungsinya, analisa dapat dilanjutkan dengan melihat apakah komponen itu berfungsi atau sejauh mana komponen itu menunjang pencapaian tujuan.
a. Apakah Suatu Komponen Berfungsi
Ketika membahas apakah komponen yang dimaksud berfungsi seperti yang diharapkan, dapat saja dibahas dalam hubungan dengan supra system. Dalam hal ini selain melihat apakah Undang – undang Republik Indonesia no 20 tahun 2003 tentang Sistem pendidikan Nasional berfungsi seperti yang dimaksud dapat saja dibandingkan dengan fungsi atau tujuan dari pendidikan nasional. Dengan pengertian bahwa undang – undang tentang kependidikan tidak dapat dilepaskan dari tujuan pendidikan nasional, karena undang – undang dibuat untuk mencapai tujuan pendidikan nasional dimaksud.
Untuk menganalisa apakah Undang – undang Republik Indonesia no 20 tahun 2003 tentang Sistem pendidikan Nasional berfungsi dapat dibandingkan dengan undang – undang nomor 2 tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional yang digantikan dan disempurnakan. Segi pengganti jelas dapat dilihat fungsinya, karena setelah undang – undang yang baru ditetapkan, undang – undang lama tidak berlaku lagi. Apalagi jelas – jelas diungkapkan sebagai pengganti suatu undang – undang. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa salah satu fungsi Undang – undang no 20 tahun 2003 untuk menggantikan Undang – undang no 2 tahun 1989 telah terpenuhi.
Fungsi kedua Undang – undang Republik Indonesia no 20 tahun 2003 tentang Sistem pendidikan Nasional adalah menyempurnakan undang – undang nomor 2 tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Karena itu perlu dibahas dalam hal apa saja telah terjadi penyempurnaan dalam undang – undang yang baru. Bila ada penyempurnaan berarti fungsi sebagai penyempurnaan juga terpenuhi.
Tanpa mengundang perdebatan atau perbedaan pendapat, kami katakan bahwa ada penyempurnaan dalam Undang – undang dimaksud. Beberapa penyempurnaan yang dapat dilihat antara lain:
i. Undang – undang sudah memperhatikan adanya beberapa pihak yang menjadi pengambil keputusan dalam hal pendidikan. Masyarakat dan orang tua termasuk sebagai pihak yang perlu diminta pendapat dalam menentukan segala hal tentang pendididikan. Selama ini hanya pemerintah yang sering hanya diwakili oleh sekolah; dan orang tua sebagai penyetuju keputusan.
ii. Pendidikan sudah dipisahkan antara pendidikan formal, non formal dan informal. Ketiga bentuk pendidikan di atas mempunyai bentuk dan fungsinya sendiri; meski demikian kesemuanya dihargai dan diakui oleh pemerintah.
iii. Peran serta masyarakat semakin didorong dan diharapkan demi kemajuan dan perkembangan dunia pendidikan Indonesia. Masyarakat tidak bias hanya menerima atau pasif melihat perkembangan pendidikan yang ada, dalam banyak masyarakat
iv. Fungsi undang – undang yang dianalisa sudah sesuai dengan tujuan pendidikan Indonesia, yaitu memajukan peradaban, mengembangkan potensi yang ada, mendorong sikap demokratis dan bertanggung jawab.
Salah satu hasil kritis dalam pelaksanaan pada umumnya dan analisis fungsi pada khususnya ialah bahwa kita membahas diri dari kekeliruan-kekeliruan pada masa yang lalu dan memperoleh cara-cara baru dan lebih baik untuk melaksanakan sesuatu.
Untuk lebih memahami analisis fungsi ini, sebagai contoh dalam kegiatan pembelajaran disekolah setelah sasaran ditentukan, proses analisis fungsi dilakukan setelah identifikasi fungsi-fungsi yang diperlukan untuk mencapai sasaran tersebut. Langkah ini harus dilakukan sebagai persiapan dalam melakukan analisis fungsi. Fungsi-fungsi yang dimaksud misalnya untuk meningkatkan nilai rata-rata kelulusan siswa adalah fungsi proses belajar mengajar dan pendukung PMB seperti ketenagaan, siswa, kurikulum, sarana-prasarana serta hubungan sekolah dan masyarakat dan lain-lain. Penentuan fungsi-fungsi ini dilakukan dalam profil misi.
Setalah fungsi-fungsi yang diperlukan sudah diidentifikasi maka langkah-langkah berikutnya adalah melakukan analisis fungsi. Menentukan tingkat kesiapan masing-masing fungsi beserta faktor-faktornya. Dalam melakukan analisis terhadap fungsi beserta faktor-faktornya berlaku ketentuan bahwa untuk tingkat kesiapan yang memadai sasaran dinyatakan sebagai kekuatan faktor internal atau peluang bagi faktor intenal. Sedangkan, tingkat kesiapan yang kurang memadai artinya tidak memenuhi kriteria kesipan minimal, dinyatakan sebagai kelemahan bagai faktor internal atau ancaman bagi faktor eksternal.
Kelemahan atau ancaman yang dinyatakan pada faktor internal dan eksternal yang memiliki tingkat kesiapan kurang memadai disebut masalah. Selama masih ada fungsi yang tidak siap atau masih ada masalah, maka sasaran yang telah ditetapkan diduga tidak akan tercapai, perlu dilakukan tindakan untuk mengubah fungsi yang tidak siap menjadi siap. Tindakan-tindakan yang dimaksud disebut langkah-langkah pemecahan masalah, yang pada hakekatnya merupakan tindakan mengatasi kelemahan atau ancaman agar menjadi kekuatan atau peluang.
B. Tingkat Analisis Fungsi
Salah satu jalan untuk menampilkan hubungan antara analisis misi dengan analisis fungsi dalam matrix, dengan analisis fungsi membentuk ”top”dari matrix dan analisis fungsi sebagai ”depth”dimensi. Dalam menampilkan analisis fungsi tuliskan dalam ”depth” atau tambahan dalam dimensi analisis misi.
Analisis fungsi perluasan vertical dari analisis misi-setiap elemen misi tersusun dari fungsi dan setiap bagian dari fungsi tersebut diidentifikasikan. Analisis fungsi kemudian dilakukan lebih spesifik. Hal ini termasuk spesifikasi ataupun hal-hal yang dibutuhkan dan hubungannya diantara sub-sub fungsi yang diidentifikasi dari setiap produk dalam profil misi.
C. Proses Analisis Fungsi
Proses analisis fungsi (1) analisis apa yang harus diselesaikan, dan (2) berikan perintah yang tepatatas subordinate, constituent atau perintah yang lebih rendah (contoh, pekerjaan atau tugas), dalam rangka untuk mencapai misi obyektif dan performa asosiasi yang diminta;
Aturan dalam analisis fungsi tidak didesain untuk membuat proses menjadi lebih rumit, namun :
- Menjaga sesuatu dimana letak sesuatu dan memperlihatkan dimana seharusnya sesuatu tersebut diletakkan
- Membuat komunikasi dengan orang lain menjadi lebih jelas
Aturan 1-seluruh blok adalah bujur sangkar atau persegi panjang dan sama ukurannya.
Aturan 2-Setiap blok terdiri dari pernyataan atas hasil yang harus diselesaikan atau dikirimkan
Aturan 3-Fungsi –fungsi antar blok terhubung.
Aturan 4-Sistem desimal digunakan dalam penomoran dan poin desimal dan angka ditambahkan untuk setiap level analisis. Demikian juga setiap blok diberi penomoran di sudut kanan atas.
Aturan 5-Jika pada level fungsi yang lebih tinggi tidak dapat dipecah menjadi dua atau menjadi fungsi lain, jangan dipecah.
Aturan 6-Setiap fungsi terhubung dengan garis panah untuk menggambarkan arah. Perbaikan jalur diperlihatkan dengan garis titik-titik dan arah panah. Ketika pilihan dibuat diantara dua atau lebih jalur, lingkaran ”atau” diantara jalur digunakan untuk menandakan pilihan tersebut.
Ketika sudah selesai dengan analisis fungsi, gambar blok-blok fungsi dan hubungkan mereka sesuai ketentuan yang ada. Alur fungsi diagram menyatakan perintah, tahapan, dan hubungan timbal balik dari ”apa” yang sudah selesai. Jika dilakukan dengan baik maka analisis fungsi akan dapat menjawab ;
1. Apa yang telah selesai atau diantarkan?
2. Dalam perintah seperti apa fungsi dapat diselesaikan/
3. Apa komponen fungsi (atau produk) dalam tiap fungsi yang lebih tinggi/
4. Apa hubungan diantara setiap fungsi?
Analisis fungsi dari fungsi: ’ Menyediakan pebelajar dengan ketrampilan analisis fungsi. Fungsi adalah produk, Bukan proses atau makna. Ketika pertama kali ditampilkan analisis fungsi, seringkali ditampilkan daftar makna dari fungsi daripada memperlihatkan produk akhir atau hasil. Misalnya; Melalui analisis, ketika menemukan solusi ” creeping in’ tanyakan pada dirimu ” Metode apa itu atau apakah akan memberikan sesuatu padaku jika aku melakukannya? atau mengapa saya mau memberikan tes khusus tersebut? Dengan mempertanyakan tipe pertanyaan ini kamu akan dapat menentukan produk yang kamu cari daripada tidak mendapatkan hasil yang optimal dari proses atau solusi.
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN
3.1 Kesimpulan
Dari pemabahasan di atas dapat disimpulkan beberapa hal dari analisa fungsi suatu komponen.
Sebelum menganalisa suatu komponen perlu diketahui apa kedudukan dan fungsi komponen tersebut. Hal ini perlu agar analisa tidak keliru menempatkan komponen dalam suatu system.
Analisa dilakukan terhadap komponen itu, bukan terhadap keseluruhan system agar tidak rancu dalam menganalisa.
Setelah diketahui fungsi dan kedudukan komponen, dilihat bagaimana fungsi yang diharapkan diperankan. Bila fungsi sudah diperankan dengan baik, berarti komponen itu sudah berfungsi dengan baik.
Untuk pengembangan lebih lanjut dapat diadakan evaluasi apakah dapat diperbaiki fungsi – fungsi komponen yang ada, bagaimana masing – masing komponen lebih berfungsi dalam mencapai tujuan bersama, adakah komponen yang dapat disederhanakan sehingga system lebih sederhana dan bekerja lebih efisien.
3.2. Saran
Makalah ini disadari masih jauh dari sempurna oleh karena itu untuk penyempurnaanya, pembaca diharapkan dapat membaca sumber-sumber lainnya yang berhubungan dengan pendekatan system dan analisis fungsi. Selain itu saran dari pembaca sangat diharapkan guna penyempurnaan makalah ini.
DAFTAR PUSTAKA
David F Salisbury, 1996. Five Technologies for Educational Change, New Jersey, Educational Technology Publications Englewood Cliffs, 1996.
Kaufman, Roger. 1998. Planning Education System. Technomic Publishing Company Inc, Florida.
Kumpulan Undang – undang dan Peraturan Pemerintah RI tentang Pendidikan, 2007. Direktorat Jenderal Pendidikan Islam Departemen Agama RI, Jakarta.
Sondang, P. 2003. Manajemen Stratejik. Bumi Aksara. Jakarta.
Soenaryo, Endang. 2000. Teori Perencanaan Pendidikan Berdasarkan Pendekatan
Sistem. Adicita Karya Nusa, Yogyakarta.
Landasan Ilmiah Ilmu Pendidikan
Soal Ujian Akhir Semester Mata Kuliah : Landasan Ilmiah Ilmu Pendidikan
1. Untuk menjadikan pengetahuan menjadi suatu bidang ilmu, diperlukan syarat-syarat yang harus dipenuhi. Sebutkan syarat-syarat tersebut dan jelaskan satu persatu serta berikan contoh
2. Terdapat 5 indikator kebudayaan. Jelaskan masing-masing ke-5 indikator itu dan berikan contoh.
3. Sebagai reaksi terhadap dampak liberalisme, positivisme, dan individualisme,muncullah aliran sosial dalam pendidikan pada abad ke-20, sehingga muncul pendapat bahwa masyarakat mempunyai arti yang lebih esensial daripada individu proses interaksi sosial didasari oleh faktor-faktor berikut:
1) Imitasi 2) Sugesti 3) Identifikasi 4) Simpati
Uraikan bagaimana usaha anda untuk memanfaatkan keempat faktor-faktor sosial itu dalam landasan ilmiah ilmu pendidikan serta berikan contoh.
4. Politik cenderung mengarah pada meraih kekuasaan atau kekuatan untuk mengelola/mengatur organisasi. Jelaskan dan beri contohnya, bagaimana peran politik dalam meningkatkan mutu pendidikan di Indonesia
5. Andaikan saat ini menurut saudara sistem pendidikan di Indonesia perlu dibenahi karena adanya berbagai pemasalahan dalam pelaksanaannya. Apa usaha saudara dalam mengatasi permasalahan pendidikan tersebut, beri argumentasi yang tajam dan dilengkapi dengan dengan bukti-bukti yang menurut saudara perlu diajukan.
Dikumpul paling lambat tgl 31 Mei 2010 pukul 12.00
1. Untuk menjadikan pengetahuan menjadi suatu bidang ilmu, diperlukan syarat-syarat yang harus dipenuhi. Sebutkan syarat-syarat tersebut dan jelaskan satu persatu serta berikan contoh
2. Terdapat 5 indikator kebudayaan. Jelaskan masing-masing ke-5 indikator itu dan berikan contoh.
3. Sebagai reaksi terhadap dampak liberalisme, positivisme, dan individualisme,muncullah aliran sosial dalam pendidikan pada abad ke-20, sehingga muncul pendapat bahwa masyarakat mempunyai arti yang lebih esensial daripada individu proses interaksi sosial didasari oleh faktor-faktor berikut:
1) Imitasi 2) Sugesti 3) Identifikasi 4) Simpati
Uraikan bagaimana usaha anda untuk memanfaatkan keempat faktor-faktor sosial itu dalam landasan ilmiah ilmu pendidikan serta berikan contoh.
4. Politik cenderung mengarah pada meraih kekuasaan atau kekuatan untuk mengelola/mengatur organisasi. Jelaskan dan beri contohnya, bagaimana peran politik dalam meningkatkan mutu pendidikan di Indonesia
5. Andaikan saat ini menurut saudara sistem pendidikan di Indonesia perlu dibenahi karena adanya berbagai pemasalahan dalam pelaksanaannya. Apa usaha saudara dalam mengatasi permasalahan pendidikan tersebut, beri argumentasi yang tajam dan dilengkapi dengan dengan bukti-bukti yang menurut saudara perlu diajukan.
Dikumpul paling lambat tgl 31 Mei 2010 pukul 12.00
Ujian Akhir Semester
Ujian Akhir Semester Mata Kuliah : Teori Komunikasi
1. Beberapa argument adalah kuat secara induktif: mustahil pengambilan keputusan adalah salah jika alasannya benar. Dalam membuat dan menilai pengambilan keputusan tersebut, kita sering mengabaikan prinsip teori probabilitas dan mengandalkan heuristic yang berfokus pada kemiripan atau sebab akibat. Sebutkan 4 (empat) faktor yang mengakibatkan suatu keputusan gagal diterima sebagai akibat kemiripan. Mengapa?
2. Kontribusi teori komunikasi terhadap pengembangan konsep Teknologi Pendidikan terutama dalam pembelajaran diakui sangat besar. Identifikasilah minimal 5 (lima) elemen dasar dari teori tersebut yang mampu menjelaskan pembelajaran berhasil. Berikan contoh.
3. Berikan alasan mengapa seseorang mampu berkomunikasi dengan orang lain, meskipun mereka berbeda budaya dan bahasa. Sebutkan juga faktor apa saja yang mungkin dipertimbangkan sebagai penghambat keberhasilan seseorang untuk melakukan komunikasi?
4. Komunikasi massa diakui sebagai saluran yang mampu menjangkau khalayak, namun informasi yang diberikan sering gagal memberi kebenaran yang hakiki. Mengapa demikian? Sebutkan juga fungsi komunikasi massa dan pengaruhnya terhadap budaya atau norma.
5. Menurut anda penelitian dalam komunikasi apakah cenderung menggunakan pendekatan kualitatif atau kuantitaitf ? Mengapa ? Tuliskan satu judul penelitian yang berkaitan dengan komunikasi dan pembelajaran.
NB. Dikumpulkan tanggal 5 Juni 2010 pukul 12.00 WIB
Good Luck !!!
1. Beberapa argument adalah kuat secara induktif: mustahil pengambilan keputusan adalah salah jika alasannya benar. Dalam membuat dan menilai pengambilan keputusan tersebut, kita sering mengabaikan prinsip teori probabilitas dan mengandalkan heuristic yang berfokus pada kemiripan atau sebab akibat. Sebutkan 4 (empat) faktor yang mengakibatkan suatu keputusan gagal diterima sebagai akibat kemiripan. Mengapa?
2. Kontribusi teori komunikasi terhadap pengembangan konsep Teknologi Pendidikan terutama dalam pembelajaran diakui sangat besar. Identifikasilah minimal 5 (lima) elemen dasar dari teori tersebut yang mampu menjelaskan pembelajaran berhasil. Berikan contoh.
3. Berikan alasan mengapa seseorang mampu berkomunikasi dengan orang lain, meskipun mereka berbeda budaya dan bahasa. Sebutkan juga faktor apa saja yang mungkin dipertimbangkan sebagai penghambat keberhasilan seseorang untuk melakukan komunikasi?
4. Komunikasi massa diakui sebagai saluran yang mampu menjangkau khalayak, namun informasi yang diberikan sering gagal memberi kebenaran yang hakiki. Mengapa demikian? Sebutkan juga fungsi komunikasi massa dan pengaruhnya terhadap budaya atau norma.
5. Menurut anda penelitian dalam komunikasi apakah cenderung menggunakan pendekatan kualitatif atau kuantitaitf ? Mengapa ? Tuliskan satu judul penelitian yang berkaitan dengan komunikasi dan pembelajaran.
NB. Dikumpulkan tanggal 5 Juni 2010 pukul 12.00 WIB
Good Luck !!!
Perkembangan Kurikulum Indonesia
BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Istilah kurikulum berasal dari bahasa latin yaitu curriculae, artinya jarak yang harus ditempuh seorang pelari. Pada awalnya pengertian kurikulum merupakan jangka waktu pendidikan yang harus ditempuh oleh peserta didik untuk memperoleh ijazah. Dalam hal ini kurikulum dianggap sebagai jembatan untuk mencapai titik akhir dari suatu perjalanan dan ditandai oleh perolehan suatu ijazah. Menurut Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP), kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu. Tujuan tertentu ini meliputi tujuan pendidikan nasional serta kesesuaian dengan kekhasan, kondisi dan potensi daerah, satuan pendidikan serta peserta didik. Oleh sebab itu kurikulum disusun oleh satuan pendidikan untuk memungkinkan penyesuaian program pendidikan dengan kebutuhan dan potensi yang ada di daerah.
Kurikulum dapat juga dimaknai sebagai suatu dokumen atau rencana tertulis mengenai kuahtas pendidikan yang harus dimiliki oleh peserta didik melalui suatu pengalaman belajar. Pengertian ini mengandung arti bahwa kurikulum harus tertuang dalam satu atau beberapa dokumen atau rencana tertulis. Dokumen atau rencana tertulis itu berisikan pernyataan mengenai kuahtas yang harus dimiliki seorang peserta didik yang mengikuti kurikulum tersebut, aspek lain dari makna kurikulum adalah pengalaman belajar. Pengalaman belajar di sini dimaksudkan adalah pengalaman belajar yang dialami oleh peserta didik seperti yang direncanakan dalam dokumen tertulis. Pengalaman belajar peserta didik tersebut adalah konsekuensi langsung dari dokumen tertulis yang dikembangkan oleh guru/pendidik. Dokumen tertulis yang dikembangkan guru/pendidik ini dinamakan Rencana Perkuliahan/Satuan Pembelajaran. Pengalaman belajar ini memberikan dampak langsung terhadap hasil belajar siswa. Oleh karena itu jika pengalaman belajar ini tidak sesuai dengan rencana tertulis maka hasil belajar yang diperoleh peserta didik tidak dapat dikatakan sebagai hasil dari kurikulum.
Pada hakekatnya kurikulum merupakan salah satu komponen yang sangat penting, selain guru, sarana dan prasarana pendidikan lainnya pada proses pembelajaran. Oleh karena itu, kurikulum digunakan sebagai acuan dalam penyelenggaraan pendidikan dan sekaligus sebagai salah satu indikator mutu pendidikan. Di Indonesia tercatat telah beberapa kali revisi kurikulum pendidikan dasar dan menengah, awalnya setelah kemerdekaan Republik Indionesia tepatnya pada tahun 1947 yang dikenal sebagai Rentjana Pelajaran 1947 sampai dengan sekarang yaitu Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Revisi kurikulum tersebut bertujuan untuk mewujudkan kurikulum yang sesuai dengan tuntutan dan kebutuhan masyarakat, guna mengantisipasi perkembangan jaman, serta untuk memberikan guideline atau acuan bagi penyelenggaraan pembelajaran di satuan pendidikan.
Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional disebutkan bahwa, pengembangan kurikulum dilakukan dengan mengacu pada Standar Nasional Pendidikan, dan kurikulum pada semua jenjang dan jenis pendidikan dikembangkan dengan prinsip diversifikasi sesuai dengan satuan pendidikan, potensi daerah, dan peserta didik. Selanjutnya dalam Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, disebutkan bahwa standar yang terkait langsung dengan kurikulum adalah Standar Isi dan Standar Kompetensi Lulusan, dan telah diatur dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi dan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 23 Tahun 2006 tentang Standar Kompetensi Lulusan serta Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 24 Tahun 2006 tentang Pelaksanaan Standar Isi dan Standar Kompetensi Lulusan, tersebut di atas.
Dengan berdasarkan Standar Isi (SI) dan Standar Kompetensi Lulusan (SKL) serta panduan, maka Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah diharapkan dapat mengembangkan Kurikilum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) sesuai dengan satuan pendidikan, potensi daerah/karakteristik daerah, sosial budaya masyarakat setempat, dan peserta didik. Mengingat bahwa Standar Isi, Standar Kompetensi Lulusan dan KTSP harus sudah dilaksanakan oleh semua satuan pendidikan dasar dan menengah, maka kegiatan sosialisasi dan pelatihan Standar Isi, Standar Kompetensi Lulusan dan pengembangan KTSP bagi para pendidik, tenaga kependidikan dan para pemangku kepentingan (stakeholders) pendidikan lainnya harus dilakukan kordinasi dan sinergi dengan semua pihak yang terkait, dan segera dilaksanakan secara terencana, terpadu dan berkelanjutan.
Oleh karenanya, diharapkan semua lapisan masyarakat yang terkait dengan pendidikan, baik secara langsung maupun tidak langsung, baik sebagai pengambil kebijakan, pelaksana, maupun masyarakat umum hendaknya memiliki pemahaman yang baik terhadap perubahan kebijakan tentang kurikulum tersebut. Dengan adanya kesetaraan pemahaman tersebut seluruh upaya peningkatan mutu pendidikan nasional akan mendapatkan dukungan dari segala penjuru dan hal ini yang akan menjamin keberhasilannya.
BAB II
PEMBAHASAN
Perjalanan Kurikulum Nasional
Berbicara tentang pendidikan tidak akan terlepas dari kegiatan belajar mengajar yang berlangsung di sekolah. Kegiatan belajar mengajar tidak dapat terlepas dari kurikulum yang sedang berlaku saat itu. Kurikulum merupakan salah satu hal yang cukup vital bagi dunia pendidikan. Dalam perjalanan sejarah bangsa Indonesia, sejak kemerdekaan RI tahun 1945, kurikulum pendidikan nasional telah mengalami perubahan, yaitu pada tahun 1947, 1952, 1964, 1968, 1975, 1984, 1994, dan 2004 yaitu Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) yang disempurnakan menjadi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) pada tahun 2006. Pada setiap periode kurikulum yang pernah diberlakukan tersebut model konsep kurikulum yang digunakan, prinsip dan kebijakan pengembangan yang digunakan, serta jumlah jenis mata pelajaran berikut kedalaman dan keluasannya tidak sama.
Perubahan tersebut merupakan konsekuensi logis dari terjadinya perubahan sistem politik, sosial budaya, ekonomi, dan iptek dalam masyarakat berbangsa dan bernegara. Sebab, kurikulum sebagai seperangkat rencana pendidikan perlu dikembangkan secara dinamis sesuai dengan tuntutan dan perubahan yang terjadi di masyarakat. Semua kurikulum nasional dirancang berdasarkan landasan yang sama, yaitu Pancasila dan UUD 1945, perbedaanya pada penekanan pokok dari tujuan pendidikan serta pendekatan dalam merealisasikannya.
1. Kurikulum 1968 dan Sebelumnya
a. Rentjana Pelajaran 1947
Setelah Indonesia merdeka, awalnya pada tahun 1947, kurikulum saat itu diberi nama Rentjana Pelajaran 1947. Ketika itu penyebutannya lebih populer menggunakan leer plan (rencana pelajaran) ketimbang istilah curriculum dalam bahasa Inggris. Pada saat itu, kurikulum pendidikan di Indonesia masih dipengaruhi sistem pendidikan kolonial Belanda dan Jepang, sehingga hanya meneruskan yang pernah digunakan sebelumnya. Karena situasi perpolitikan dengan gejolak perang revolusi, maka Rentjana Pelajaran 1947, baru diterapkan pada tahun 1950. Oleh karena itu Rentjana Pelajaran 1947 sering juga disebut kurikulum 1950. Susunan Rentjana Pelajaran 1947 sangat sederhana, hanya memuat dua hal pokok, yaitu daftar mata pelajaran dan jam pengajarannya, serta garis-garis besar pengajarannya.
Rentjana Pelajaran 1947 boleh dikatakan sebagai pengganti sistem pendidikan kolonial Belanda. Karena suasana kehidupan berbangsa saat itu masih dalam semangat juang merebut kemerdekaan maka pendidikan sebagai development conformism lebih menekankan pada pembentukan karakter manusia Indonesia yang merdeka dan berdaulat dan sejajar dengan bangsa lain di muka bumi ini.
Materi pelajaran dihubungkan dengan kejadian sehari-hari, perhatian terhadap kesenian, dan pendidikan jasmani. Mata pelajaran untuk tingkat Sekolah Rakyat ada 16, khusus di Jawa, Sunda, dan Madura diberikan bahasa daerah. Daftar pelajarannya adalah Bahasa Indonesia, Bahasa Daerah, Berhitung, Ilmu Alam, Ilmu Hayat, Ilmu Bumi, Sejarah, Menggambar, Menulis, Seni Suara, Pekerjaan Tangan, Pekerjaan Keputrian, Gerak Badan, Kebersihan dan Kesehatan, Didikan Budi Pekerti, dan Pendidikan Agama. Pada awalnya pelajaran agama diberikan mulai kelas IV, namun sejak 1951 agama juga diajarkan sejak kelas 1. Garis-garis besar pengajaran pada saat itu menekankan pada cara guru mengajar dan cara murid mempelajari.
b. Rentjana Pelajaran Terurai 1952
Setelah Rentjana Pelajaran 1947, pada tahun 1952 kurikulum di Indonesia mengalami penyempurnaan. Pada tahun 1952 ini diberi nama Rentjana Pelajaran Terurai 1952. Kurikulum ini sudah mengarah pada suatu sistem pendidikan nasional. Yang paling menonjol dan sekaligus ciri dari kurikulum 1952 ini bahwa setiap rencana pelajaran harus memperhatikan isi pelajaran yang dihubungkan dengan kehidupan sehari-hari. Silabus mata pelajarannya jelas sekali. Seorang guru mengajar satu mata pelajaran. Pada masa itu juga dibentuk Kelas Masyarakat, yaitu sekolah khusus bagi lulusan Sekolah Rakyat 6 tahun yang tidak melanjutkan ke SMP. Kelas masyarakat mengajarkan keterampilan, seperti pertanian, pertukangan, dan perikanan. Tujuannya agar anak yang tidak mampu sekolah ke jenjang SMP, bisa langsung bekerja.
c. Rentjana Pendidikan 1964
Usai tahun 1952, menjelang tahun 1964, pemerintah kembali menyempurnakan sistem kurikulum di Indonesia. Kali ini diberi nama Rentjana Pendidikan 1964. Pokok-pokok pikiran kurikulum 1964 yang menjadi ciri dari kurikulum ini adalah bahwa pemerintah mempunyai keinginan agar rakyat mendapat pengetahuan akademik untuk pembekalan pada jenjang SD, sehingga pembelajaran dipusatkan pada program lima kelompok bidang studi atau lebih dikenal dengan Pancawardhana, yaitu pengembangan moral, kecerdasan, emosional/artistik, keprigelan (keterampilan), dan jasmani. Pada saat itu pendidikan dasar lebih menekankan pada pengetahuan dan kegiatan fungsional praktis, yang disesuaikan dengan perkembangan anak. Cara belajar dijalankan dengan metode disebut gotong royong terpimpin. Selain itu pemerintah menerapkan hari sabtu sebagai hari krida. Maksudnya, pada hari Sabtu, siswa diberi kebebasan berlatih kegitan di bidang kebudayaan, kesenian, olah raga, dan permainan, sesuai minat siswa. Kurikulum 1964 adalah alat untuk membentuk manusia pancasilais yang sosialis Indonesia, dengan sifat-sifat seperti pada ketetapan MPRS No II tanun 1960.
Penyelenggaraan pendidikan dengan kurikulum 1964 mengubah penilaian di rapor bagi kelas I dan II yang asalnya berupa skor 10 – 100 menjadi huruf A, B, C, dan D. Sedangkan bagi kelas II hingga VI tetap menggunakan skor 10 – 100. Kurikulum 1964 bersifat separate subject curriculum, yang memisahkan mata pelajaran berdasarkan lima kelompok bidang studi (Pancawardhana).
d. Kurikulum 1968
Kurikulum 1968 merupakan pembaharuan dari Kurikulum 1964, yaitu dilakukannya perubahan struktur kurikulum pendidikan dari Pancawardhana menjadi pembinaan jiwa pancasila, pengetahuan dasar, dan kecakapan khusus. Kurikulum 1968 merupakan perwujudan dari perubahan orientasi pada pelaksanaan UUD 1945 secara murni dan konsekuen. Dari segi tujuan pendidikan, Kurikulum 1968 bertujuan bahwa pendidikan ditekankan pada upaya untuk membentuk manusia Pancasila sejati, kuat, dan sehat jasmani, mempertinggi kecerdasan dan keterampilan jasmani, moral, budi pekerti, dan keyakinan beragama. Isi pendidikan diarahkan pada kegiatan mempertinggi kecerdasan dan keterampilan, serta mengembangkan fisik yang sehat dan kuat.
Kurikulum 1968 bersifat correlated subject curriculum, artinya materi pelajaran pada tingkat bawah mempunyai korelasi dengan kurikulum sekolah lanjutan. Bidang studi pada kurikum ini dikelompokkan pada tiga kelompok besar: pembinaan pancasila, pengetahuan dasar, dan kecakapan khusus. Jumlah mata pelajarannya 9, yang memuat hanya mata pelajaran pokok saja. Muatan materi pelajarannya sendiri hanya teoritis, tak lagi mengkaitkannya dengan permasalahan faktual di lingkungan sekitar. Metode pembelajaran sangat dipengaruhi oleh perkembangan ilmu pendidikan dan psikologi pada akhir tahun 1960-an. Salah satunya adalah teori psikologi unsur. Contoh penerapan metode pembelajarn ini adalah metode eja ketika pembelajaran membaca.
2. Kurikulum 1975
Dibandingkan kurikulum sebelumnya, kurikulum ini lebih lengkap, jika dilihat dari pedoman yang dikembangkan dalam kurikulum tersebut. Pada kurikulum SD 7 unsur pokok yang disajikan dalam 3 buku. Tujuh unsur pokok tersebut adalah dasar, tujun, dan prinsip; struktur program kurikulum; GBPP; sistem penyajian; sistem penilaian; sistem bimbingan dan penyuluhan; pedoman supervisi dan administrasi. Pembuatan buku pedoman, pada kurikulum selanjutnya tetap dipertahankan.
Kurikulum 1975 sebagai pengganti kurikulum 1968 menggunakan pendekatan-pendekatan di antaranya sebagai berikut :
1. Berorientasi pada tujuan
2. Menganut pendekatan integrative dalam arti bahwa setiap pelajaran memiliki arti dan peranan yang menunjang kepada tercapainya tujuan-tujuan yang lebih integratif.
3. Menekankan kepada efisiensi dan efektivitas dalam hal daya dan waktu.
4. Menganut pendekatan sistem instruksional yang dikenal dengan Prosedur Pengembangan Sistem Instruksional (PPSI). Sistem yang senantiasa mengarah kepada tercapainya tujuan yang spesifik, dapat diukur dan dirumuskan dalam bentuk tingkah laku siswa.
5. Dipengaruhi psikologi tingkah laku dengan menekankan kepada stimulus respon (rangsang-jawab) dan latihan(drill).
Kurikulum 1975 hingga menjelang tahun 1983 dianggap sudah tidak mampu lagi memenuhi kebutuhan masyarakat dan tuntutan ilmu pengetahuan dan teknologi. Bahkan sidang umum MPR 1983 yang produknya tertuang dalam GBHN 1983 menyiratakan keputusan politik yang menghendaki perubahan kurikulum dari kurikulum 1975 ke kurikulum 1984. Karena itulah pada tahun 1984 pemerintah menetapkan pergantian kurikulum 1975 oleh kurikulum 1984.
3. Kurikulum 1984
Secara umum dasar perubahan kurikulum 1975 ke kurikulum 1984 di antaranya adalah sebagai berikut :
1. Terdapat beberapa unsur dalam GBHN 1983 yang belum tertampung ke dalam kurikulum pendidikan dasar dan menengah
2. Terdapat ketidakserasian antara materi kurikulum berbagai bidang studi dengan kemampuan anak didik
3. Terdapat kesenjangan antara program kurikulum dan pelaksanaannya di sekolah
4. Terlalu padatnya isi kurikulum yang harus diajarkan hampir di setiap jenjang.
5. Pelaksanaan Pendidikan Sejarah Perjuangan Bangsa (PSPB) sebagai bidang pendidikan yang berdiri sendiri mulai dari tingkat kanak-kanak sampai sekolah menengah tingkat atas termasuk Pendidikan Luar Sekolah.
6. Pengadaan program studi baru (seperti di SMA) untuk memenuhi kebutuhan perkembangan lapangan kerja.
Atas dasar perkembangan itu maka menjelang tahun 1983 antara kebutuhan atau tuntutan masyarakat dan ilmu pengetahuan/teknologi terhadap pendidikan dalam kurikulum 1975 dianggap tidak sesuai lagi, oleh karena itu diperlukan perubahan kurikulum. Kurikulum 1984 tampil sebagai perbaikan atau revisi terhadap kurikulum 1975. Kurikulum 1984 memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
1. Berorientasi kepada tujuan instruksional. Didasari oleh pandangan bahwa pemberian pengalaman belajar kepada siswa dalam waktu belajar yang sangat terbatas di sekolah harus benar-benar fungsional dan efektif. Oleh karena itu, sebelum memilih atau menentukan bahan ajar, yang pertama harus dirumuskan adalah tujuan apa yang harus dicapai siswa.
2. Pendekatan pengajarannya berpusat pada anak didik melalui cara belajar siswa aktif (CBSA). CBSA adalah pendekatan pengajaran yang memberikan kesempatan kepada siswa untuk aktif terlibat secara fisik, mental, intelektual, dan emosional dengan harapan siswa memperoleh pengalaman belajar secara maksimal, baik dalam ranah kognitif, afektif, maupun psikomotor.
3. Materi pelajaran dikemas dengan nenggunakan pendekatan spiral. Spiral adalah pendekatan yang digunakan dalam pengemasan bahan ajar berdasarkan kedalaman dan keluasan materi pelajaran. Semakin tinggi kelas dan jenjang sekolah, semakin dalam dan luas materi pelajaran yang diberikan.
4. Menanamkan pengertian terlebih dahulu sebelum diberikan latihan. Konsep-konsep yang dipelajari siswa harus didasarkan kepada pengertian, baru kemudian diberikan latihan setelah mengerti. Untuk menunjang pengertian alat peraga sebagai media digunakan untuk membantu siswa memahami konsep yang dipelajarinya.
5. Materi disajikan berdasarkan tingkat kesiapan atau kematangan siswa. Pemberian materi pelajaran berdasarkan tingkat kematangan mental siswa dan penyajian pada jenjang sekolah dasar harus melalui pendekatan konkret, semikonkret, semiabstrak, dan abstrak dengan menggunakan pendekatan induktif dari contoh-contoh ke kesimpulan. Dari yang mudah menuju ke sukar dan dari sederhana menuju ke kompleks.
6. Menggunakan pendekatan keterampilan proses. Keterampilan proses adalah pendekatan belajat mengajar yang memberi tekanan kepada proses pembentukkan keterampilan memperoleh pengetahuan dan mengkomunikasikan perolehannya. Pendekatan keterampilan proses diupayakan dilakukan secara efektif dan efesien dalam mencapai tujuan pelajaran.
4. Kurikulum 1994
Pada kurikulum sebelumnya, yaitu kurikulum 1984, proses pembelajaran menekankan pada pola pengajaran yang berorientasi pada teori belajar mengajar dengan kurang memperhatikan muatan (isi) pelajaran. Hal ini terjadi karena berkesesuaian suasan pendidikan di LPTK (lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan) pun lebih mengutamakan teori tentang proses belajar mengajar. Akibatnya, pada saat itu dibentuklah Tim Basic Science yang salah satu tugasnya ikut mengembangkan kurikulum di sekolah. Tim ini memandang bahwa materi (isi) pelajaran harus diberikan cukup banyak kepada siswa, sehingga siswa selesai mengikuti pelajaran pada periode tertentu akan mendapatkan materi pelajaran yang cukup banyak. Kurikulum 1994 dibuat sebagai penyempurnaan kurikulum 1984 dan dilaksanakan sesuai dengan Undang-Undang no. 2 tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Hal ini berdampak pada sistem pembagian waktu pelajaran, yaitu dengan mengubah dari sistem semester ke sistem caturwulan. Dengan sistem caturwulan yang pembagiannya dalam satu tahun menjadi tiga tahap diharapkan dapat memberi kesempatan bagi siswa untuk dapat menerima materi pelajaran cukup banyak.
Terdapat ciri-ciri yang menonjol dari pemberlakuan kurikulum 1994, di antaranya sebagai berikut :
1. Pembagian tahapan pelajaran di sekolah dengan sistem caturwulan
2. Pembelajaran di sekolah lebih menekankan materi pelajaran yang cukup padat (berorientasi kepada materi pelajaran/isi)
3. Kurikulum 1994 bersifat populis, yaitu yang memberlakukan satu sistem kurikulum untuk semua siswa di seluruh Indonesia. Kurikulum ini bersifat kurikulum inti sehingga daerah yang khusus dapat mengembangkan pengajaran sendiri disesuaikan dengan lingkungan dan kebutuhan masyarakat sekitar.
4. Dalam pelaksanaan kegiatan, guru hendaknya memilih dan menggunakan strategi yang melibatkan siswa aktif dalam belajar, baik secara mental, fisik, dan sosial. Dalam mengaktifkan siswa guru dapat memberikan bentuk soal yang mengarah kepada jawaban konvergen, divergen (terbuka, dimungkinkan lebih dari satu jawaban), dan penyelidikan.
5. Dalam pengajaran suatu mata pelajaran hendaknya disesuaikan dengan kekhasan konsep/pokok bahasan dan perkembangan berpikir siswa, sehingga diharapkan akan terdapat keserasian antara pengajaran yang menekankan pada pemahaman konsep dan pengajaran yang menekankan keterampilan menyelesaikan soal dan pemecahan masalah.
6. Pengajaran dari hal yang konkrit ke hal yang abstrak, dari hal yang mudah ke hal yang sulit, dan dari hal yang sederhana ke hal yang komplek.
7. Pengulangan-pengulangan materi yang dianggap sulit perlu dilakukan untuk pemantapan pemahaman siswa.
Selama dilaksanakannya kurikulum 1994 muncul beberapa permasalahan, terutama sebagai akibat dari kecenderungan kepada pendekatan penguasaan materi (content oriented), di antaranya sebagai berikut :
1. Beban belajar siswa terlalu berat karena banyaknya mata pelajaran dan banyaknya materi/substansi setiap mata pelajaran
2. Materi pelajaran dianggap terlalu sukar karena kurang relevan dengan tingkat perkembangan berpikir siswa, dan kurang bermakna karena kurang terkait dengan aplikasi kehidupan sehari-hari.
Permasalahan di atas terasa saat berlangsungnya pelaksanaan kurikulum 1994. Hal ini mendorong para pembuat kebijakan untuk menyempurnakan kurikulum tersebut. Salah satu upaya penyempurnaan itu diberlakukannya Suplemen Kurikulum 1994. Penyempurnaan tersebut dilakukan dengan tetap mempertimbangkan prinsip penyempurnaan kurikulum, yaitu :
1. Penyempurnaan kurikulum secara terus menerus sebagai upaya menyesuaikan kurikulum dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta tuntutan kebutuhan masyarakat.
2. Penyempurnaan kurikulum dilakukan untuk mendapatkan proporsi yang tepat antara tujuan yang ingin dicapai dengan beban belajar, potensi siswa, dan keadaan lingkungan serta sarana pendukungnya.
3. Penyempurnaan kurikulum dilakukan untuk memperoleh kebenaran substansi materi pelajaran dan kesesuaian dengan tingkat perkembangan siswa.
4. Penyempurnaan kurikulum mempertimbangkan berbagai aspek terkait, seperti tujuan materi, pembelajaran, evaluasi, dan sarana/prasarana termasuk buku pelajaran.
5. Penyempurnaan kurikulum tidak mempersulit guru dalam mengimplementasikannya dan tetap dapat menggunakan buku pelajaran dan sarana prasarana pendidikan lainnya yang tersedia di sekolah.
Penyempurnaan kurikulum 1994 di pendidikan dasar dan menengah dilaksanakan bertahap, yaitu tahap penyempurnaan jangka pendek dan penyempurnaan jangka panjang dan pada saat itu pula muncul Suplemen Kurikulum 1999, tetapi perubahannya lebih pada menambah sejumlah materi.
5. Kurikulum Berbasis Kompetensi – Versi Tahun 2002 dan 2004
Dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan yang dilakukan oleh pemerintah maupun pihak swasta terutama meningkatkan hasil belajar siswa dalam berbagai mata pelajaran terus menerus dilakukan, seperti penyempurnaan kurikulum, materi pelajaran, dan proses pembelajaran. Hal ini dilakukan karena kegiatan pembelajaran di jenjang sekolah merupakan suatu kegiatan yang harus dikaji terus menerus dan jika perlu diperbaharui agar dapat sesuai dengan kemampuan murid serta tuntutan lingkungan. Implementasi pendidikan di sekolah mengacu pada seperangkat kurikulum. Salah satu bentuk inovasi yang dikembangkan pemerintah guna meningkatkan mutu pendidikan adalah melakukan inovasi di bidang kurikulum. Kurikulum 1994 perlu disempurnakan lagai sebagai respon terhadap perubahan struktural dalam pemerintahan dari sentralistik menjadi desentralistik sebagai konsekuensi logis dilaksanakannya UU No. 22 dan 25 tahun 1999 tentang Otonomi Daerah.
Kurikukum yang dikembangkan saat itu diberi nama Kurikulum Berbasis Kompetensi. Pendidikan berbasis kompetensi menitikberatkan pada pengembangan kemampuan untuk melakukan (kompetensi) tugas-tugas tertentu sesuai dengan standar performance yang telah ditetapkan. Competency Based Education is education geared toward preparing indivisuals to perform identified competencies (Scharg dalam Hamalik, 2000: 89). Hal ini mengandung arti bahwa pendidikan mengacu pada upaya penyiapan individu yang mampu melakukan perangkat kompetensi yang telah ditentukan. Implikasinya adalah perlu dikembangkan suatu kurikulum berbasis kompetensi sebagai pedoman pembelajaran.
Sejalan dengan visi pendidikan yang mengarahkan pada dua pengembangan, yaitu untuk memenuhi kebutuhan masa kini dan kebutuhan masa datang, maka pendidikan di sekolah dititipi seperangkat misi dalam bentuk paket-paket kompetensi. Kompetensi merupakan pengetahuan, keterampilan, dan nilai-nilai dasar yang direfleksikan dalam kebiasaan berpikir dan bertindak. Kebiasaan berpikir dan bertindak secara konsisten dan terus menerus dapat memungkinkan seseorang untuk menjadi kompeten, dalam arti memiliki pengetahuan, keterampilan, dan nilai-nilai dasar untuk melakukan sesuatu. Dasar pemikiran untuk menggunakan konsep kompetensi dalam kurikulum adalah sebagai berikut :
a. Kompetensi berkenaan dengan kemampuan siswa melakukan sesuatu dalam berbagai konteks.
b. Kompetensi menjelaskan pengalaman belajar yang dilalui siswa untuk menjadi kompeten.
c. Kompeten merupakan hasil belajar (learning outcomes) yang menjelaskan hal-hal yang dilakukan siswa setelah melalui proses pembelajaran.
d. Kehandalan kemampuan siswa melakukan sesuatu harus didefinisikan secara jelas dan luas dalam suatu standar yang dapat dicapai melalui kinerja yang dapat diukur.
Kurikulum Berbasis Kompetensi merupakan perangkat rencana dan pengaturan tentang kompetensi dan hasil belajar yang harus dicapai siswa, penilaian, kegiatan belajar mengajar, dan pemberdayaan sumber daya pendidikan dalam pengembangan kurikulum sekolah. Kurikulum Berbasis Kompetensi berorientasi pada: (1) hasil dan dampak yang diharapkan muncul pada diri peserta didik melalui serangkaian pengalaman belajar yang bermakna, dan (2) keberagaman yang dapat dimanifestasikan sesuai dengan kebutuhannya. Rumusan kompetensi dalam Kurikulum Berbasis Kompetensi merupakan pernyataan apa yang diharapkan dapat diketahui, disikapi, atau dilakukan siswa dalam setiap tingkatan kelas dan sekolah dan sekaligus menggambarkan kemajuan siswa yang dicapai secara bertahap dan berkelanjutan untuk menjadi kompeten. Suatu program pendidikan berbasis kompetensi harus mengandung tiga unsur pokok, yaitu : pemilihan kompetensi yang sesuai, spesifikasi indikator-indikator evaluasi untuk menentukan keberhasilan pencapaian kompetensi, pengembangan sistem pembelajaran.
Kurikulum Berbasis Kompetensi memiliki ciri-ciri sebagai berikut :
1. Menekankan pada ketercapaian kompetensi siswa baik secara individual maupun klasikal.
2. Berorientasi pada hasil belajar (learning outcomes) dan keberagaman.
3. Penyampaian dalam pembelajaran menggunakan pendekatan dan metode yang bervariasi.
4. Sumber belajar bukan hanya guru, tetapi juga sumber belajar lainnya yang memenuhi unsur edukatif.
5. Penilaian menekankan pada proses dan hasil belajar dalam upaya penguasaan atau pencapaian suatu kompetensi.
Struktur kompetensi dalam Kurikulum Berbasis Kompetensi dalam suatu mata pelajaran memuat rincian kompetensi (kemampuan) dasar mata pelajaran itu dan sikap yang diharapkan dimiliki siswa. Struktur kompetensi dasar Kurikulum Berbasis Kompetensi ini dirinci dalam komponen aspek, kelas dan semester. Keterampilan dan pengetahuan dalam setiap mata pelajaran, disusun dan dibagi menurut aspek dari mata pelajaran tersebut. Pernyataan hasil belajar ditetapkan untuk setiap aspek rumpun pelajaran pada setiap level. Perumusan hasil belajar adalah untuk menjawab pertanyaan, “Apa yang harus siswa ketahui dan mampu lakukan sebagai hasil belajar mereka pada level ini?”. Hasil belajar mencerminkan keluasan, kedalaman, dan kompleksitas kurikulum dinyatakan dengan kata kerja yang dapat diukur dengan berbagai teknik penilaian.
Setiap hasil belajar memiliki seperangkat indikator. Perumusan indikator adalah untuk menjawab pertanyaan, “Bagaimana kita mengetahui bahwa siswa telah mencapai hasil belajar yang diharapkan?”. Guru akan menggunakan indikator sebagai dasar untuk menilai apakah siswa telah mencapai hasil belajar seperti yang diharapkan. Indikator bukan berarti dirumuskan dengan rentang yang sempit, yaitu tidak dimaksudkan untuk membatasi berbagai aktivitas pembelajaran siswa, juga tidak dimaksudkan untuk menentukan bagaimana guru melakukan penilaian. Misalkan, jika indikator menyatakan bahwa siswa mampu menjelaskan konsep atau gagasan tertentu, maka ini dapat ditunjukkan dengan kegiatan menulis, presentasi, atau melalui kinerja atau melakukan tugas lainnya.
6. Kurikulum Berbasis Kompetensi – Versi KTSP ( Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan )
Pendidikan nasional harus mampu menjamin pemerataan kesempatan pendidikan, peningkatan mutu dan relevansi serta efisiensi manajemen pendidikan. Pemerataan kesempatan pendidikan diwujudkan dalam program wajib belajar 9 tahun. Peningkatan mutu pendidikan diarahkan untuk meningkatkan kualitas manusia Indonesia seutuhnya melalui olahhati, olahpikir, olahrasa dan olahraga agar memiliki daya saing dalam menghadapi tantangan global. Peningkatan relevansi pendidikan dimaksudkan untuk menghasilkan lulusan yang sesuai dengan tuntutan kebutuhan berbasis potensi sumber daya alam Indonesia. Peningkatan efisiensi manajemen pendidikan dilakukan melalui penerapan manajemen berbasis sekolah dan pembaharuan pengelolaan pendidikan secara terencana, terarah, dan berkesinambungan.
Implementasi Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dijabarkan ke dalam sejumlah peraturan antara lain Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan. Peraturan Pemerintah ini memberikan arahan tentang perlunya disusun dan dilaksanakan pendidikan, yaitu : (1) standar isi, (2) standar proses, (3) standar kompetensi lulusan, (4) standar pendidik dan tenaga kependidikan, (5) standar sarana dan prasarana, (6) standar pengelolaan, standar pembiayaan, dan (7) standar penilaian pendidikan. Kurikulum dipahami sebagai seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu, maka dengan terbitnya Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005, pemerintah telah menggiring pelaku pendidikan untuk mengimplementasikan kurikulum dalam bentuk kurikulum tingkat satuan pendidikan, yaitu kurikulum operasional yang disusun oleh dan dilaksanakan di setiap satuan pendidikan.
KTSP bertujuan memandirikan dan memberdayakan satuan pendidikan melalui pemberian kewenangan (otonomi) kepada lembaga pendidikan. Prinsip pengembangan KTSP adalah :
o Berpusat pada potensi, pengembangan, kebutuhan, dan kepentingan peserta didik, dan lingkungannya.
o Beragam dan terpadu
o Tanggap terhadap perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni
o Relevan dengan kebutuhan kehidupan
o Menyeluruh dan berkesinambungan
o Belajar sepanjang hayat
o Seimbang antara kepentingan nasional dan kepentingan daerah
Terdapat perbedaan mendasar dibandingkan dengan kurikulum berbasis kompetensi sebelumnya (versi 2002 dan 2004), bahwa sekolah diberi kewenangan penuh menyusun rencana pendidikannya dengan mengacu pada standar-standar yang telah ditetapkan, mulai dari tujuan, visi-misi, struktur dan muatan kurikulum, beban belajar, kalender pendidikan, hingga pengembangan silabusnya.
BAB III
PENUTUP
Perubahan kurikulum harus senantiasa dilakukan, dengan tujuan kurikulum tersebut semakin sempurna sehingga tujuan pendidikan nasional dapat tercapai. Tetapi didalam melakukan perubahan kurikulum harus tetap mempertimbangkan prinsip penyempurnaan kurikulum, yaitu:
Penyempurnaan kurikulum secara terus menerus sebagai upaya menyesuaikan kurikulum dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta tuntutan kebutuhan masyarakat.
Penyempurnaan kurikulum dilakukan untuk mendapatkan proporsi yang tepat antara tujuan yang ingin dicapai dengan beban belajar, potensi siswa, dan keadaan lingkungan serta sarana pendukungnya.
Penyempurnaan kurikulum dilakukan untuk memperoleh kebenaran substansi materi pelajaran dan kesesuaian dengan tingkat perkembangan siswa.
Penyempurnaan kurikulum mempertimbangkan berbagai aspek terkait, seperti tujuan materi, pembelajaran, evaluasi, dan sarana/prasarana termasuk buku pelajaran.
Penyempurnaan kurikulum tidak mempersulit guru dalam mengimplementasikannya dan tetap dapat menggunakan buku pelajaran dan sarana prasarana pendidikan lainnya yang tersedia di sekolah.
DAFTAR PUSTAKA
1. Hamalik, Oemar, 1990, Pengembangan Kurikulum (Dasar-dasar dan Pengembangannya), CV. Mandar Maju, Bandung
2. Soetopo, Hendyat dan Soemanto, Wasty, 1991, Pembinaan dan Pengembangan Kurikulum sebagai substansi problem administrasi pendidikan, CV. Bumi Aksara, Jakarta.
3. Kumpulan Permendiknas Tentang Standar Nasional Pendidikan ( SNP ) dan Panduan KTSP
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Istilah kurikulum berasal dari bahasa latin yaitu curriculae, artinya jarak yang harus ditempuh seorang pelari. Pada awalnya pengertian kurikulum merupakan jangka waktu pendidikan yang harus ditempuh oleh peserta didik untuk memperoleh ijazah. Dalam hal ini kurikulum dianggap sebagai jembatan untuk mencapai titik akhir dari suatu perjalanan dan ditandai oleh perolehan suatu ijazah. Menurut Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP), kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu. Tujuan tertentu ini meliputi tujuan pendidikan nasional serta kesesuaian dengan kekhasan, kondisi dan potensi daerah, satuan pendidikan serta peserta didik. Oleh sebab itu kurikulum disusun oleh satuan pendidikan untuk memungkinkan penyesuaian program pendidikan dengan kebutuhan dan potensi yang ada di daerah.
Kurikulum dapat juga dimaknai sebagai suatu dokumen atau rencana tertulis mengenai kuahtas pendidikan yang harus dimiliki oleh peserta didik melalui suatu pengalaman belajar. Pengertian ini mengandung arti bahwa kurikulum harus tertuang dalam satu atau beberapa dokumen atau rencana tertulis. Dokumen atau rencana tertulis itu berisikan pernyataan mengenai kuahtas yang harus dimiliki seorang peserta didik yang mengikuti kurikulum tersebut, aspek lain dari makna kurikulum adalah pengalaman belajar. Pengalaman belajar di sini dimaksudkan adalah pengalaman belajar yang dialami oleh peserta didik seperti yang direncanakan dalam dokumen tertulis. Pengalaman belajar peserta didik tersebut adalah konsekuensi langsung dari dokumen tertulis yang dikembangkan oleh guru/pendidik. Dokumen tertulis yang dikembangkan guru/pendidik ini dinamakan Rencana Perkuliahan/Satuan Pembelajaran. Pengalaman belajar ini memberikan dampak langsung terhadap hasil belajar siswa. Oleh karena itu jika pengalaman belajar ini tidak sesuai dengan rencana tertulis maka hasil belajar yang diperoleh peserta didik tidak dapat dikatakan sebagai hasil dari kurikulum.
Pada hakekatnya kurikulum merupakan salah satu komponen yang sangat penting, selain guru, sarana dan prasarana pendidikan lainnya pada proses pembelajaran. Oleh karena itu, kurikulum digunakan sebagai acuan dalam penyelenggaraan pendidikan dan sekaligus sebagai salah satu indikator mutu pendidikan. Di Indonesia tercatat telah beberapa kali revisi kurikulum pendidikan dasar dan menengah, awalnya setelah kemerdekaan Republik Indionesia tepatnya pada tahun 1947 yang dikenal sebagai Rentjana Pelajaran 1947 sampai dengan sekarang yaitu Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Revisi kurikulum tersebut bertujuan untuk mewujudkan kurikulum yang sesuai dengan tuntutan dan kebutuhan masyarakat, guna mengantisipasi perkembangan jaman, serta untuk memberikan guideline atau acuan bagi penyelenggaraan pembelajaran di satuan pendidikan.
Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional disebutkan bahwa, pengembangan kurikulum dilakukan dengan mengacu pada Standar Nasional Pendidikan, dan kurikulum pada semua jenjang dan jenis pendidikan dikembangkan dengan prinsip diversifikasi sesuai dengan satuan pendidikan, potensi daerah, dan peserta didik. Selanjutnya dalam Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, disebutkan bahwa standar yang terkait langsung dengan kurikulum adalah Standar Isi dan Standar Kompetensi Lulusan, dan telah diatur dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi dan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 23 Tahun 2006 tentang Standar Kompetensi Lulusan serta Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 24 Tahun 2006 tentang Pelaksanaan Standar Isi dan Standar Kompetensi Lulusan, tersebut di atas.
Dengan berdasarkan Standar Isi (SI) dan Standar Kompetensi Lulusan (SKL) serta panduan, maka Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah diharapkan dapat mengembangkan Kurikilum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) sesuai dengan satuan pendidikan, potensi daerah/karakteristik daerah, sosial budaya masyarakat setempat, dan peserta didik. Mengingat bahwa Standar Isi, Standar Kompetensi Lulusan dan KTSP harus sudah dilaksanakan oleh semua satuan pendidikan dasar dan menengah, maka kegiatan sosialisasi dan pelatihan Standar Isi, Standar Kompetensi Lulusan dan pengembangan KTSP bagi para pendidik, tenaga kependidikan dan para pemangku kepentingan (stakeholders) pendidikan lainnya harus dilakukan kordinasi dan sinergi dengan semua pihak yang terkait, dan segera dilaksanakan secara terencana, terpadu dan berkelanjutan.
Oleh karenanya, diharapkan semua lapisan masyarakat yang terkait dengan pendidikan, baik secara langsung maupun tidak langsung, baik sebagai pengambil kebijakan, pelaksana, maupun masyarakat umum hendaknya memiliki pemahaman yang baik terhadap perubahan kebijakan tentang kurikulum tersebut. Dengan adanya kesetaraan pemahaman tersebut seluruh upaya peningkatan mutu pendidikan nasional akan mendapatkan dukungan dari segala penjuru dan hal ini yang akan menjamin keberhasilannya.
BAB II
PEMBAHASAN
Perjalanan Kurikulum Nasional
Berbicara tentang pendidikan tidak akan terlepas dari kegiatan belajar mengajar yang berlangsung di sekolah. Kegiatan belajar mengajar tidak dapat terlepas dari kurikulum yang sedang berlaku saat itu. Kurikulum merupakan salah satu hal yang cukup vital bagi dunia pendidikan. Dalam perjalanan sejarah bangsa Indonesia, sejak kemerdekaan RI tahun 1945, kurikulum pendidikan nasional telah mengalami perubahan, yaitu pada tahun 1947, 1952, 1964, 1968, 1975, 1984, 1994, dan 2004 yaitu Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) yang disempurnakan menjadi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) pada tahun 2006. Pada setiap periode kurikulum yang pernah diberlakukan tersebut model konsep kurikulum yang digunakan, prinsip dan kebijakan pengembangan yang digunakan, serta jumlah jenis mata pelajaran berikut kedalaman dan keluasannya tidak sama.
Perubahan tersebut merupakan konsekuensi logis dari terjadinya perubahan sistem politik, sosial budaya, ekonomi, dan iptek dalam masyarakat berbangsa dan bernegara. Sebab, kurikulum sebagai seperangkat rencana pendidikan perlu dikembangkan secara dinamis sesuai dengan tuntutan dan perubahan yang terjadi di masyarakat. Semua kurikulum nasional dirancang berdasarkan landasan yang sama, yaitu Pancasila dan UUD 1945, perbedaanya pada penekanan pokok dari tujuan pendidikan serta pendekatan dalam merealisasikannya.
1. Kurikulum 1968 dan Sebelumnya
a. Rentjana Pelajaran 1947
Setelah Indonesia merdeka, awalnya pada tahun 1947, kurikulum saat itu diberi nama Rentjana Pelajaran 1947. Ketika itu penyebutannya lebih populer menggunakan leer plan (rencana pelajaran) ketimbang istilah curriculum dalam bahasa Inggris. Pada saat itu, kurikulum pendidikan di Indonesia masih dipengaruhi sistem pendidikan kolonial Belanda dan Jepang, sehingga hanya meneruskan yang pernah digunakan sebelumnya. Karena situasi perpolitikan dengan gejolak perang revolusi, maka Rentjana Pelajaran 1947, baru diterapkan pada tahun 1950. Oleh karena itu Rentjana Pelajaran 1947 sering juga disebut kurikulum 1950. Susunan Rentjana Pelajaran 1947 sangat sederhana, hanya memuat dua hal pokok, yaitu daftar mata pelajaran dan jam pengajarannya, serta garis-garis besar pengajarannya.
Rentjana Pelajaran 1947 boleh dikatakan sebagai pengganti sistem pendidikan kolonial Belanda. Karena suasana kehidupan berbangsa saat itu masih dalam semangat juang merebut kemerdekaan maka pendidikan sebagai development conformism lebih menekankan pada pembentukan karakter manusia Indonesia yang merdeka dan berdaulat dan sejajar dengan bangsa lain di muka bumi ini.
Materi pelajaran dihubungkan dengan kejadian sehari-hari, perhatian terhadap kesenian, dan pendidikan jasmani. Mata pelajaran untuk tingkat Sekolah Rakyat ada 16, khusus di Jawa, Sunda, dan Madura diberikan bahasa daerah. Daftar pelajarannya adalah Bahasa Indonesia, Bahasa Daerah, Berhitung, Ilmu Alam, Ilmu Hayat, Ilmu Bumi, Sejarah, Menggambar, Menulis, Seni Suara, Pekerjaan Tangan, Pekerjaan Keputrian, Gerak Badan, Kebersihan dan Kesehatan, Didikan Budi Pekerti, dan Pendidikan Agama. Pada awalnya pelajaran agama diberikan mulai kelas IV, namun sejak 1951 agama juga diajarkan sejak kelas 1. Garis-garis besar pengajaran pada saat itu menekankan pada cara guru mengajar dan cara murid mempelajari.
b. Rentjana Pelajaran Terurai 1952
Setelah Rentjana Pelajaran 1947, pada tahun 1952 kurikulum di Indonesia mengalami penyempurnaan. Pada tahun 1952 ini diberi nama Rentjana Pelajaran Terurai 1952. Kurikulum ini sudah mengarah pada suatu sistem pendidikan nasional. Yang paling menonjol dan sekaligus ciri dari kurikulum 1952 ini bahwa setiap rencana pelajaran harus memperhatikan isi pelajaran yang dihubungkan dengan kehidupan sehari-hari. Silabus mata pelajarannya jelas sekali. Seorang guru mengajar satu mata pelajaran. Pada masa itu juga dibentuk Kelas Masyarakat, yaitu sekolah khusus bagi lulusan Sekolah Rakyat 6 tahun yang tidak melanjutkan ke SMP. Kelas masyarakat mengajarkan keterampilan, seperti pertanian, pertukangan, dan perikanan. Tujuannya agar anak yang tidak mampu sekolah ke jenjang SMP, bisa langsung bekerja.
c. Rentjana Pendidikan 1964
Usai tahun 1952, menjelang tahun 1964, pemerintah kembali menyempurnakan sistem kurikulum di Indonesia. Kali ini diberi nama Rentjana Pendidikan 1964. Pokok-pokok pikiran kurikulum 1964 yang menjadi ciri dari kurikulum ini adalah bahwa pemerintah mempunyai keinginan agar rakyat mendapat pengetahuan akademik untuk pembekalan pada jenjang SD, sehingga pembelajaran dipusatkan pada program lima kelompok bidang studi atau lebih dikenal dengan Pancawardhana, yaitu pengembangan moral, kecerdasan, emosional/artistik, keprigelan (keterampilan), dan jasmani. Pada saat itu pendidikan dasar lebih menekankan pada pengetahuan dan kegiatan fungsional praktis, yang disesuaikan dengan perkembangan anak. Cara belajar dijalankan dengan metode disebut gotong royong terpimpin. Selain itu pemerintah menerapkan hari sabtu sebagai hari krida. Maksudnya, pada hari Sabtu, siswa diberi kebebasan berlatih kegitan di bidang kebudayaan, kesenian, olah raga, dan permainan, sesuai minat siswa. Kurikulum 1964 adalah alat untuk membentuk manusia pancasilais yang sosialis Indonesia, dengan sifat-sifat seperti pada ketetapan MPRS No II tanun 1960.
Penyelenggaraan pendidikan dengan kurikulum 1964 mengubah penilaian di rapor bagi kelas I dan II yang asalnya berupa skor 10 – 100 menjadi huruf A, B, C, dan D. Sedangkan bagi kelas II hingga VI tetap menggunakan skor 10 – 100. Kurikulum 1964 bersifat separate subject curriculum, yang memisahkan mata pelajaran berdasarkan lima kelompok bidang studi (Pancawardhana).
d. Kurikulum 1968
Kurikulum 1968 merupakan pembaharuan dari Kurikulum 1964, yaitu dilakukannya perubahan struktur kurikulum pendidikan dari Pancawardhana menjadi pembinaan jiwa pancasila, pengetahuan dasar, dan kecakapan khusus. Kurikulum 1968 merupakan perwujudan dari perubahan orientasi pada pelaksanaan UUD 1945 secara murni dan konsekuen. Dari segi tujuan pendidikan, Kurikulum 1968 bertujuan bahwa pendidikan ditekankan pada upaya untuk membentuk manusia Pancasila sejati, kuat, dan sehat jasmani, mempertinggi kecerdasan dan keterampilan jasmani, moral, budi pekerti, dan keyakinan beragama. Isi pendidikan diarahkan pada kegiatan mempertinggi kecerdasan dan keterampilan, serta mengembangkan fisik yang sehat dan kuat.
Kurikulum 1968 bersifat correlated subject curriculum, artinya materi pelajaran pada tingkat bawah mempunyai korelasi dengan kurikulum sekolah lanjutan. Bidang studi pada kurikum ini dikelompokkan pada tiga kelompok besar: pembinaan pancasila, pengetahuan dasar, dan kecakapan khusus. Jumlah mata pelajarannya 9, yang memuat hanya mata pelajaran pokok saja. Muatan materi pelajarannya sendiri hanya teoritis, tak lagi mengkaitkannya dengan permasalahan faktual di lingkungan sekitar. Metode pembelajaran sangat dipengaruhi oleh perkembangan ilmu pendidikan dan psikologi pada akhir tahun 1960-an. Salah satunya adalah teori psikologi unsur. Contoh penerapan metode pembelajarn ini adalah metode eja ketika pembelajaran membaca.
2. Kurikulum 1975
Dibandingkan kurikulum sebelumnya, kurikulum ini lebih lengkap, jika dilihat dari pedoman yang dikembangkan dalam kurikulum tersebut. Pada kurikulum SD 7 unsur pokok yang disajikan dalam 3 buku. Tujuh unsur pokok tersebut adalah dasar, tujun, dan prinsip; struktur program kurikulum; GBPP; sistem penyajian; sistem penilaian; sistem bimbingan dan penyuluhan; pedoman supervisi dan administrasi. Pembuatan buku pedoman, pada kurikulum selanjutnya tetap dipertahankan.
Kurikulum 1975 sebagai pengganti kurikulum 1968 menggunakan pendekatan-pendekatan di antaranya sebagai berikut :
1. Berorientasi pada tujuan
2. Menganut pendekatan integrative dalam arti bahwa setiap pelajaran memiliki arti dan peranan yang menunjang kepada tercapainya tujuan-tujuan yang lebih integratif.
3. Menekankan kepada efisiensi dan efektivitas dalam hal daya dan waktu.
4. Menganut pendekatan sistem instruksional yang dikenal dengan Prosedur Pengembangan Sistem Instruksional (PPSI). Sistem yang senantiasa mengarah kepada tercapainya tujuan yang spesifik, dapat diukur dan dirumuskan dalam bentuk tingkah laku siswa.
5. Dipengaruhi psikologi tingkah laku dengan menekankan kepada stimulus respon (rangsang-jawab) dan latihan(drill).
Kurikulum 1975 hingga menjelang tahun 1983 dianggap sudah tidak mampu lagi memenuhi kebutuhan masyarakat dan tuntutan ilmu pengetahuan dan teknologi. Bahkan sidang umum MPR 1983 yang produknya tertuang dalam GBHN 1983 menyiratakan keputusan politik yang menghendaki perubahan kurikulum dari kurikulum 1975 ke kurikulum 1984. Karena itulah pada tahun 1984 pemerintah menetapkan pergantian kurikulum 1975 oleh kurikulum 1984.
3. Kurikulum 1984
Secara umum dasar perubahan kurikulum 1975 ke kurikulum 1984 di antaranya adalah sebagai berikut :
1. Terdapat beberapa unsur dalam GBHN 1983 yang belum tertampung ke dalam kurikulum pendidikan dasar dan menengah
2. Terdapat ketidakserasian antara materi kurikulum berbagai bidang studi dengan kemampuan anak didik
3. Terdapat kesenjangan antara program kurikulum dan pelaksanaannya di sekolah
4. Terlalu padatnya isi kurikulum yang harus diajarkan hampir di setiap jenjang.
5. Pelaksanaan Pendidikan Sejarah Perjuangan Bangsa (PSPB) sebagai bidang pendidikan yang berdiri sendiri mulai dari tingkat kanak-kanak sampai sekolah menengah tingkat atas termasuk Pendidikan Luar Sekolah.
6. Pengadaan program studi baru (seperti di SMA) untuk memenuhi kebutuhan perkembangan lapangan kerja.
Atas dasar perkembangan itu maka menjelang tahun 1983 antara kebutuhan atau tuntutan masyarakat dan ilmu pengetahuan/teknologi terhadap pendidikan dalam kurikulum 1975 dianggap tidak sesuai lagi, oleh karena itu diperlukan perubahan kurikulum. Kurikulum 1984 tampil sebagai perbaikan atau revisi terhadap kurikulum 1975. Kurikulum 1984 memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
1. Berorientasi kepada tujuan instruksional. Didasari oleh pandangan bahwa pemberian pengalaman belajar kepada siswa dalam waktu belajar yang sangat terbatas di sekolah harus benar-benar fungsional dan efektif. Oleh karena itu, sebelum memilih atau menentukan bahan ajar, yang pertama harus dirumuskan adalah tujuan apa yang harus dicapai siswa.
2. Pendekatan pengajarannya berpusat pada anak didik melalui cara belajar siswa aktif (CBSA). CBSA adalah pendekatan pengajaran yang memberikan kesempatan kepada siswa untuk aktif terlibat secara fisik, mental, intelektual, dan emosional dengan harapan siswa memperoleh pengalaman belajar secara maksimal, baik dalam ranah kognitif, afektif, maupun psikomotor.
3. Materi pelajaran dikemas dengan nenggunakan pendekatan spiral. Spiral adalah pendekatan yang digunakan dalam pengemasan bahan ajar berdasarkan kedalaman dan keluasan materi pelajaran. Semakin tinggi kelas dan jenjang sekolah, semakin dalam dan luas materi pelajaran yang diberikan.
4. Menanamkan pengertian terlebih dahulu sebelum diberikan latihan. Konsep-konsep yang dipelajari siswa harus didasarkan kepada pengertian, baru kemudian diberikan latihan setelah mengerti. Untuk menunjang pengertian alat peraga sebagai media digunakan untuk membantu siswa memahami konsep yang dipelajarinya.
5. Materi disajikan berdasarkan tingkat kesiapan atau kematangan siswa. Pemberian materi pelajaran berdasarkan tingkat kematangan mental siswa dan penyajian pada jenjang sekolah dasar harus melalui pendekatan konkret, semikonkret, semiabstrak, dan abstrak dengan menggunakan pendekatan induktif dari contoh-contoh ke kesimpulan. Dari yang mudah menuju ke sukar dan dari sederhana menuju ke kompleks.
6. Menggunakan pendekatan keterampilan proses. Keterampilan proses adalah pendekatan belajat mengajar yang memberi tekanan kepada proses pembentukkan keterampilan memperoleh pengetahuan dan mengkomunikasikan perolehannya. Pendekatan keterampilan proses diupayakan dilakukan secara efektif dan efesien dalam mencapai tujuan pelajaran.
4. Kurikulum 1994
Pada kurikulum sebelumnya, yaitu kurikulum 1984, proses pembelajaran menekankan pada pola pengajaran yang berorientasi pada teori belajar mengajar dengan kurang memperhatikan muatan (isi) pelajaran. Hal ini terjadi karena berkesesuaian suasan pendidikan di LPTK (lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan) pun lebih mengutamakan teori tentang proses belajar mengajar. Akibatnya, pada saat itu dibentuklah Tim Basic Science yang salah satu tugasnya ikut mengembangkan kurikulum di sekolah. Tim ini memandang bahwa materi (isi) pelajaran harus diberikan cukup banyak kepada siswa, sehingga siswa selesai mengikuti pelajaran pada periode tertentu akan mendapatkan materi pelajaran yang cukup banyak. Kurikulum 1994 dibuat sebagai penyempurnaan kurikulum 1984 dan dilaksanakan sesuai dengan Undang-Undang no. 2 tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Hal ini berdampak pada sistem pembagian waktu pelajaran, yaitu dengan mengubah dari sistem semester ke sistem caturwulan. Dengan sistem caturwulan yang pembagiannya dalam satu tahun menjadi tiga tahap diharapkan dapat memberi kesempatan bagi siswa untuk dapat menerima materi pelajaran cukup banyak.
Terdapat ciri-ciri yang menonjol dari pemberlakuan kurikulum 1994, di antaranya sebagai berikut :
1. Pembagian tahapan pelajaran di sekolah dengan sistem caturwulan
2. Pembelajaran di sekolah lebih menekankan materi pelajaran yang cukup padat (berorientasi kepada materi pelajaran/isi)
3. Kurikulum 1994 bersifat populis, yaitu yang memberlakukan satu sistem kurikulum untuk semua siswa di seluruh Indonesia. Kurikulum ini bersifat kurikulum inti sehingga daerah yang khusus dapat mengembangkan pengajaran sendiri disesuaikan dengan lingkungan dan kebutuhan masyarakat sekitar.
4. Dalam pelaksanaan kegiatan, guru hendaknya memilih dan menggunakan strategi yang melibatkan siswa aktif dalam belajar, baik secara mental, fisik, dan sosial. Dalam mengaktifkan siswa guru dapat memberikan bentuk soal yang mengarah kepada jawaban konvergen, divergen (terbuka, dimungkinkan lebih dari satu jawaban), dan penyelidikan.
5. Dalam pengajaran suatu mata pelajaran hendaknya disesuaikan dengan kekhasan konsep/pokok bahasan dan perkembangan berpikir siswa, sehingga diharapkan akan terdapat keserasian antara pengajaran yang menekankan pada pemahaman konsep dan pengajaran yang menekankan keterampilan menyelesaikan soal dan pemecahan masalah.
6. Pengajaran dari hal yang konkrit ke hal yang abstrak, dari hal yang mudah ke hal yang sulit, dan dari hal yang sederhana ke hal yang komplek.
7. Pengulangan-pengulangan materi yang dianggap sulit perlu dilakukan untuk pemantapan pemahaman siswa.
Selama dilaksanakannya kurikulum 1994 muncul beberapa permasalahan, terutama sebagai akibat dari kecenderungan kepada pendekatan penguasaan materi (content oriented), di antaranya sebagai berikut :
1. Beban belajar siswa terlalu berat karena banyaknya mata pelajaran dan banyaknya materi/substansi setiap mata pelajaran
2. Materi pelajaran dianggap terlalu sukar karena kurang relevan dengan tingkat perkembangan berpikir siswa, dan kurang bermakna karena kurang terkait dengan aplikasi kehidupan sehari-hari.
Permasalahan di atas terasa saat berlangsungnya pelaksanaan kurikulum 1994. Hal ini mendorong para pembuat kebijakan untuk menyempurnakan kurikulum tersebut. Salah satu upaya penyempurnaan itu diberlakukannya Suplemen Kurikulum 1994. Penyempurnaan tersebut dilakukan dengan tetap mempertimbangkan prinsip penyempurnaan kurikulum, yaitu :
1. Penyempurnaan kurikulum secara terus menerus sebagai upaya menyesuaikan kurikulum dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta tuntutan kebutuhan masyarakat.
2. Penyempurnaan kurikulum dilakukan untuk mendapatkan proporsi yang tepat antara tujuan yang ingin dicapai dengan beban belajar, potensi siswa, dan keadaan lingkungan serta sarana pendukungnya.
3. Penyempurnaan kurikulum dilakukan untuk memperoleh kebenaran substansi materi pelajaran dan kesesuaian dengan tingkat perkembangan siswa.
4. Penyempurnaan kurikulum mempertimbangkan berbagai aspek terkait, seperti tujuan materi, pembelajaran, evaluasi, dan sarana/prasarana termasuk buku pelajaran.
5. Penyempurnaan kurikulum tidak mempersulit guru dalam mengimplementasikannya dan tetap dapat menggunakan buku pelajaran dan sarana prasarana pendidikan lainnya yang tersedia di sekolah.
Penyempurnaan kurikulum 1994 di pendidikan dasar dan menengah dilaksanakan bertahap, yaitu tahap penyempurnaan jangka pendek dan penyempurnaan jangka panjang dan pada saat itu pula muncul Suplemen Kurikulum 1999, tetapi perubahannya lebih pada menambah sejumlah materi.
5. Kurikulum Berbasis Kompetensi – Versi Tahun 2002 dan 2004
Dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan yang dilakukan oleh pemerintah maupun pihak swasta terutama meningkatkan hasil belajar siswa dalam berbagai mata pelajaran terus menerus dilakukan, seperti penyempurnaan kurikulum, materi pelajaran, dan proses pembelajaran. Hal ini dilakukan karena kegiatan pembelajaran di jenjang sekolah merupakan suatu kegiatan yang harus dikaji terus menerus dan jika perlu diperbaharui agar dapat sesuai dengan kemampuan murid serta tuntutan lingkungan. Implementasi pendidikan di sekolah mengacu pada seperangkat kurikulum. Salah satu bentuk inovasi yang dikembangkan pemerintah guna meningkatkan mutu pendidikan adalah melakukan inovasi di bidang kurikulum. Kurikulum 1994 perlu disempurnakan lagai sebagai respon terhadap perubahan struktural dalam pemerintahan dari sentralistik menjadi desentralistik sebagai konsekuensi logis dilaksanakannya UU No. 22 dan 25 tahun 1999 tentang Otonomi Daerah.
Kurikukum yang dikembangkan saat itu diberi nama Kurikulum Berbasis Kompetensi. Pendidikan berbasis kompetensi menitikberatkan pada pengembangan kemampuan untuk melakukan (kompetensi) tugas-tugas tertentu sesuai dengan standar performance yang telah ditetapkan. Competency Based Education is education geared toward preparing indivisuals to perform identified competencies (Scharg dalam Hamalik, 2000: 89). Hal ini mengandung arti bahwa pendidikan mengacu pada upaya penyiapan individu yang mampu melakukan perangkat kompetensi yang telah ditentukan. Implikasinya adalah perlu dikembangkan suatu kurikulum berbasis kompetensi sebagai pedoman pembelajaran.
Sejalan dengan visi pendidikan yang mengarahkan pada dua pengembangan, yaitu untuk memenuhi kebutuhan masa kini dan kebutuhan masa datang, maka pendidikan di sekolah dititipi seperangkat misi dalam bentuk paket-paket kompetensi. Kompetensi merupakan pengetahuan, keterampilan, dan nilai-nilai dasar yang direfleksikan dalam kebiasaan berpikir dan bertindak. Kebiasaan berpikir dan bertindak secara konsisten dan terus menerus dapat memungkinkan seseorang untuk menjadi kompeten, dalam arti memiliki pengetahuan, keterampilan, dan nilai-nilai dasar untuk melakukan sesuatu. Dasar pemikiran untuk menggunakan konsep kompetensi dalam kurikulum adalah sebagai berikut :
a. Kompetensi berkenaan dengan kemampuan siswa melakukan sesuatu dalam berbagai konteks.
b. Kompetensi menjelaskan pengalaman belajar yang dilalui siswa untuk menjadi kompeten.
c. Kompeten merupakan hasil belajar (learning outcomes) yang menjelaskan hal-hal yang dilakukan siswa setelah melalui proses pembelajaran.
d. Kehandalan kemampuan siswa melakukan sesuatu harus didefinisikan secara jelas dan luas dalam suatu standar yang dapat dicapai melalui kinerja yang dapat diukur.
Kurikulum Berbasis Kompetensi merupakan perangkat rencana dan pengaturan tentang kompetensi dan hasil belajar yang harus dicapai siswa, penilaian, kegiatan belajar mengajar, dan pemberdayaan sumber daya pendidikan dalam pengembangan kurikulum sekolah. Kurikulum Berbasis Kompetensi berorientasi pada: (1) hasil dan dampak yang diharapkan muncul pada diri peserta didik melalui serangkaian pengalaman belajar yang bermakna, dan (2) keberagaman yang dapat dimanifestasikan sesuai dengan kebutuhannya. Rumusan kompetensi dalam Kurikulum Berbasis Kompetensi merupakan pernyataan apa yang diharapkan dapat diketahui, disikapi, atau dilakukan siswa dalam setiap tingkatan kelas dan sekolah dan sekaligus menggambarkan kemajuan siswa yang dicapai secara bertahap dan berkelanjutan untuk menjadi kompeten. Suatu program pendidikan berbasis kompetensi harus mengandung tiga unsur pokok, yaitu : pemilihan kompetensi yang sesuai, spesifikasi indikator-indikator evaluasi untuk menentukan keberhasilan pencapaian kompetensi, pengembangan sistem pembelajaran.
Kurikulum Berbasis Kompetensi memiliki ciri-ciri sebagai berikut :
1. Menekankan pada ketercapaian kompetensi siswa baik secara individual maupun klasikal.
2. Berorientasi pada hasil belajar (learning outcomes) dan keberagaman.
3. Penyampaian dalam pembelajaran menggunakan pendekatan dan metode yang bervariasi.
4. Sumber belajar bukan hanya guru, tetapi juga sumber belajar lainnya yang memenuhi unsur edukatif.
5. Penilaian menekankan pada proses dan hasil belajar dalam upaya penguasaan atau pencapaian suatu kompetensi.
Struktur kompetensi dalam Kurikulum Berbasis Kompetensi dalam suatu mata pelajaran memuat rincian kompetensi (kemampuan) dasar mata pelajaran itu dan sikap yang diharapkan dimiliki siswa. Struktur kompetensi dasar Kurikulum Berbasis Kompetensi ini dirinci dalam komponen aspek, kelas dan semester. Keterampilan dan pengetahuan dalam setiap mata pelajaran, disusun dan dibagi menurut aspek dari mata pelajaran tersebut. Pernyataan hasil belajar ditetapkan untuk setiap aspek rumpun pelajaran pada setiap level. Perumusan hasil belajar adalah untuk menjawab pertanyaan, “Apa yang harus siswa ketahui dan mampu lakukan sebagai hasil belajar mereka pada level ini?”. Hasil belajar mencerminkan keluasan, kedalaman, dan kompleksitas kurikulum dinyatakan dengan kata kerja yang dapat diukur dengan berbagai teknik penilaian.
Setiap hasil belajar memiliki seperangkat indikator. Perumusan indikator adalah untuk menjawab pertanyaan, “Bagaimana kita mengetahui bahwa siswa telah mencapai hasil belajar yang diharapkan?”. Guru akan menggunakan indikator sebagai dasar untuk menilai apakah siswa telah mencapai hasil belajar seperti yang diharapkan. Indikator bukan berarti dirumuskan dengan rentang yang sempit, yaitu tidak dimaksudkan untuk membatasi berbagai aktivitas pembelajaran siswa, juga tidak dimaksudkan untuk menentukan bagaimana guru melakukan penilaian. Misalkan, jika indikator menyatakan bahwa siswa mampu menjelaskan konsep atau gagasan tertentu, maka ini dapat ditunjukkan dengan kegiatan menulis, presentasi, atau melalui kinerja atau melakukan tugas lainnya.
6. Kurikulum Berbasis Kompetensi – Versi KTSP ( Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan )
Pendidikan nasional harus mampu menjamin pemerataan kesempatan pendidikan, peningkatan mutu dan relevansi serta efisiensi manajemen pendidikan. Pemerataan kesempatan pendidikan diwujudkan dalam program wajib belajar 9 tahun. Peningkatan mutu pendidikan diarahkan untuk meningkatkan kualitas manusia Indonesia seutuhnya melalui olahhati, olahpikir, olahrasa dan olahraga agar memiliki daya saing dalam menghadapi tantangan global. Peningkatan relevansi pendidikan dimaksudkan untuk menghasilkan lulusan yang sesuai dengan tuntutan kebutuhan berbasis potensi sumber daya alam Indonesia. Peningkatan efisiensi manajemen pendidikan dilakukan melalui penerapan manajemen berbasis sekolah dan pembaharuan pengelolaan pendidikan secara terencana, terarah, dan berkesinambungan.
Implementasi Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dijabarkan ke dalam sejumlah peraturan antara lain Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan. Peraturan Pemerintah ini memberikan arahan tentang perlunya disusun dan dilaksanakan pendidikan, yaitu : (1) standar isi, (2) standar proses, (3) standar kompetensi lulusan, (4) standar pendidik dan tenaga kependidikan, (5) standar sarana dan prasarana, (6) standar pengelolaan, standar pembiayaan, dan (7) standar penilaian pendidikan. Kurikulum dipahami sebagai seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu, maka dengan terbitnya Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005, pemerintah telah menggiring pelaku pendidikan untuk mengimplementasikan kurikulum dalam bentuk kurikulum tingkat satuan pendidikan, yaitu kurikulum operasional yang disusun oleh dan dilaksanakan di setiap satuan pendidikan.
KTSP bertujuan memandirikan dan memberdayakan satuan pendidikan melalui pemberian kewenangan (otonomi) kepada lembaga pendidikan. Prinsip pengembangan KTSP adalah :
o Berpusat pada potensi, pengembangan, kebutuhan, dan kepentingan peserta didik, dan lingkungannya.
o Beragam dan terpadu
o Tanggap terhadap perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni
o Relevan dengan kebutuhan kehidupan
o Menyeluruh dan berkesinambungan
o Belajar sepanjang hayat
o Seimbang antara kepentingan nasional dan kepentingan daerah
Terdapat perbedaan mendasar dibandingkan dengan kurikulum berbasis kompetensi sebelumnya (versi 2002 dan 2004), bahwa sekolah diberi kewenangan penuh menyusun rencana pendidikannya dengan mengacu pada standar-standar yang telah ditetapkan, mulai dari tujuan, visi-misi, struktur dan muatan kurikulum, beban belajar, kalender pendidikan, hingga pengembangan silabusnya.
BAB III
PENUTUP
Perubahan kurikulum harus senantiasa dilakukan, dengan tujuan kurikulum tersebut semakin sempurna sehingga tujuan pendidikan nasional dapat tercapai. Tetapi didalam melakukan perubahan kurikulum harus tetap mempertimbangkan prinsip penyempurnaan kurikulum, yaitu:
Penyempurnaan kurikulum secara terus menerus sebagai upaya menyesuaikan kurikulum dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta tuntutan kebutuhan masyarakat.
Penyempurnaan kurikulum dilakukan untuk mendapatkan proporsi yang tepat antara tujuan yang ingin dicapai dengan beban belajar, potensi siswa, dan keadaan lingkungan serta sarana pendukungnya.
Penyempurnaan kurikulum dilakukan untuk memperoleh kebenaran substansi materi pelajaran dan kesesuaian dengan tingkat perkembangan siswa.
Penyempurnaan kurikulum mempertimbangkan berbagai aspek terkait, seperti tujuan materi, pembelajaran, evaluasi, dan sarana/prasarana termasuk buku pelajaran.
Penyempurnaan kurikulum tidak mempersulit guru dalam mengimplementasikannya dan tetap dapat menggunakan buku pelajaran dan sarana prasarana pendidikan lainnya yang tersedia di sekolah.
DAFTAR PUSTAKA
1. Hamalik, Oemar, 1990, Pengembangan Kurikulum (Dasar-dasar dan Pengembangannya), CV. Mandar Maju, Bandung
2. Soetopo, Hendyat dan Soemanto, Wasty, 1991, Pembinaan dan Pengembangan Kurikulum sebagai substansi problem administrasi pendidikan, CV. Bumi Aksara, Jakarta.
3. Kumpulan Permendiknas Tentang Standar Nasional Pendidikan ( SNP ) dan Panduan KTSP