BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Efisiensi dan keberhasilan dari sebuah Pusat Sumber Belajar (PSB) untuk mencapai tujuan yang diharakan sangat ditentukan oleh kualitas dari sumber daya manusia (SDM) yang ada serta sistem komunikasi yang dibangun di dalam lembaga tersebut.
Pihak pengelolaan PSB pada institusi pendidikan formal seperti sekolah memiliki potensi yang besar dalam menciptakan guru, dan tenaga administrasi yang profesional serta sarana dan prasarana belajar. Kepala sekolah harus mampu menampilkan pengelolaan sumber daya secara transparan, demokratis, dan bertanggungjawab untuk meningkatkan kapasitas pelayanan kepada siswa. Pelaksanaan ini dituntut kemampuan profesional dan manajerial dari semua komponen warga sekolah di bidang pendidikan agar semua keputusan yang dibuat sekolah didasarkan atas pertimbangan mutu pendidikan. Khususnya kepala sekolah harus dapat memposisikan sebagai agen perubahan di sekolah. Oleh karena itu, kepala sekolah sebagai pengelola staf dan tenaga PBS memiliki:
1. Memiliki kemampuan untuk berkolaborasi dengan guru dan masyarakat sekitar sekolah
2. Memiliki pemahaman dan wawasan yang luas tentang teori pendidikan dan pembelajaran
3. Memiliki kemampuan dan ketrampilan untuk menganalisa situasi sekarang untuk memperkirakan kejadian di masa depan sebagai input penyusunan program sekolah
4. Memiliki kemampuan dan kemauan dalam mengidentifikasi masalah dan kebutuhan yang berkaitan dengan efektifitas pendidikan di sekolah
5. Mampu memanfaatkan berbagai peluang, menjadikan tantangan menjadi peluang, serta mengkonsepkan arah perubahan sekolah.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian diatas, maka yang menjadi permasalahan dalam makalah ini adalah:
1. Apa yang dimaksud dengan pengelolaan ?
2. Bagaimanakah struktur ketenagaan atau personalia yang ada pada PSB?
3. Bagaimanakah pengelolaan para staf dan tenaga PSB tersebut?
C. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah :
1. untuk mengetahui pengertian pengelolaan
2. untuk mengetahui struktur ketenagaan atau personalia yang ada pada PSB
3. untuk mengetahui pengelolaan para staf dan tenaga PSB tersebut
D. Manfaat Penulisan
Ada beberapa manfaat dari penulisan makalah ini, diantaranya adalah :
1. menambah pengetahuan mahasiswa Pasca Sarjana Program Studi Teknologi Pendidikan tentang pengelolaan staf dan tenaga psb.
2. sebagai bahan masukan mengenai pengelolaan staf dan tenaga psb.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Pengelolaan
Menurut Charles (1989) pengelolaan didefenisikan sebagai sebuah kegiatan pekerjaan dengan orang-orang secara pribadi maupun kelompok untuk mencapai tujuan organisasi, sedangkan Burhanuddin (1994) mendefenisikan pengelolaan sama dengan manajemen sebagai sebuah usaha pencapaian tujuan yang diinginkan dengan membangun suatu lingkungan atau suasana yang dinamis dan harmonis terhadap pekerjaan yang dilakukan oleh orang-orang dalam kelompok terorganisasi. Dari kedua pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa pengelolaan atau manajemen adalah merupakan usaha untuk mencapai tujuan melalui orang lain dengan menciptakan situasi kerja yang kondusif. Dengan kata lain bahwa pengelolaan atau manajemen adalah sebuah perilaku organisasi yang dilakukan oleh seorang pimpinan terhadap sumber daya yang ada.
B. Struktur ketenagaan atau personalia PSB
Fungsi dan prinsip-prinsip pengelolaan PSB, baru akan dapat berjalan apabila didukung oleh tenaga-tenaga yang kompeten, dinamis dan jumlah yang cukup. Hal ini dimaksudkan agar para tenaga tersebut dapat menjalankan tugas dan fungsi masing-masing dengan hasil yang memuaskan.
Mudhoffir (1992) mengelompokkan ketenagaan pada PSB sebagai berikut :
1. Pimpinan Pusat Sumber Belajar
Seorang pemimpin dari PSB adalah seorang yang berlatar belakang akademis yang kuat. Secara struktural dan bertanggung jawab langsung kepada pembantu rektor bidang akademis (PRI). Secara ideal ia harus menguasai bidang pengembangan insruksional, ahli media, dan sekaligus teknisi untuk dapat mengukur bawahannya secara menyeluruh dan mendalam, tidak sekedar koordinator. Tetapi apabila hal tersebut tidak mungkin, maka pilihan hendaknya kembali tertuju kepada orang yang mempunyai latar belakang dan pengalaman yang cukup didalam bidang akademis, khususnya sebagai pengembang instruksional ketimbang bidang lain
2. Pengembangan Instruksional
Kompetensi pengembangan instruksional dan proses pengembangan instruksional telah cukup jelas diuraikan dalam makalah yang berjudul Pengembangan Sistem Instruksional (Kelompok 4).
3. Ahli Media (media professional)
Ahli media tidak hanya menguasai teori tetapi juga terampil memproduksi Keterampilan memproduksi media dalam suatu pusat sumber belajar sekurang-kurangnya meliputi produksi berbagai media. Ahli media tidak hanya ahli didalam media saja dan berdiri sendiri, melainkan harus memahami kaitannya dengan bidang pendidikan dan pengajaran.
Beberapa prinsip dalam kaitannya dengan pendidikan dan pengajaran antara lain adalah sebagai berikut:
a. Ahli media berada di garis depan dalam program dan praktek pendidikan dan selalu berperan serta dalam mendorong pembaharuan proses belajar-mengajar.
b. Ahli media merupakan bagian dari staf pengajara.Oleh karena itu ikut serta dalam pengambilan keputusan instruksional
c. Dalam program media ahli media membutuhkan kerja sama dengan contet expert teknisi dan tenaga administrasi
d. Ahli media seyogyanya memiliki inisiatif dan dapat menerapkan program media dalam pendidikan, memiliki kemampuan dan keterampilan lebih dari satu keahlian dalam bidang teknologi pendidikan.
4. Tenaga Pelayanan Peminjaman dan Penyimpanan
Tenaga pelayanan peminjaman dan penyimpanan berikut dengan tugas-tugasnya sudah cukup jelas diuraikan dan dibahas pada makalah yang berjudul Fungsi dan Pelayanan PSB (kelomok 3)
5. Teknisi (technician)
Teknisi yang khusus dalam media yang telah dilatih dan memiliki cukup pengalaman kerja teknisi media. Status teknisi adalah sebagai pembantu dan bertanggung jawab kepada ahli media.
Perincian tugas teknisi ini antara lain adalah sebagai berikut :
a. Membantu ahli media dalam teknik pemprosesan informasi dan bahan-bahan
b. Membantu dalam memproduksi grafis, display dan pameran bahan-bahan seerti transparansi, poster, chart, lukisan dan bahan-bahan untuk program televisi
c. Membantu produksi program audio, fotografi, film, televisi
d. Memasang komponen-komponen sistem audio recording, televisi, film dan lain-lain
e. Memperbaiki dan memelihara peralatan
f. Menjadi operator semua peralatan untuk keperluan dosen dalam mengajar.
6. Tenaga Administrasi
Tenaga administrasi adalah staf yang berhubungan dengan cara-cara bagaimana tujuan dan prioritas program dapat tercapai. Tugas dari pada tenaga adalah yang berhubungan dengan semua segi program yang dilaksanakan dan akan melibatkan semua staf dan pemakai dengan cara yang sesuai.
7. Tenaga Bantu (Aide)
Tenaga bantu adalah staf atau petugas yang berkerja dalam bidang administrasi pelayanan dan pembantu produksi. Statusnya adalah pembantu dan tingkatnya lebih rendah dibanding dengan teknisi
Sebagai tenaga administrasi mereka bekerja dalan hubungan dengan tugas-tugas seperti:
a. Korespondensi
b. Pembuatan laporan
c. Pembuatan bibliografi
d. Pembukuan.
e. Inventarisasi
f. Pengetikan
g. Pencatatan dan lain-lain.
Sebagai tenaga petugas pelayanan, mereka berhadapan langsung dengan pemakai atau klien dan bekerja dalam hubungan dengan tugas-tugas seperti:
a. Menyiapkan memproses dan menerima order atau peminjaman atauun produksi media.
b. Memproses bahan-bahan
c. Menyimpan dan meminjamkan bahan-bahan maupun peralatan kepada klien dan membantu menggunakan bahan-bahan sumber belajar.
d. Membantu mengoperasikan perlatan dan mengadakan perbaikan kecil
e. Ikut memelihara peralatan dan bahan
f. Membuat daftar check dan bibliografi untuk mengetahui apakah bahan dan peralatan tersedia atau tidak
g. Melayani sirkulasi bahan dan peralatan, menagih, menarik denda, menyimpan dan mengembalikan jaminan, menyediakan dan mencatat pesan mengatur waktu penjadwalan dan pengiriman bahan serta peralatan
h. Melayani kebutuhan mahasiswa dan dosen pada khususnya dan klien lain pada umumnya.
C. Pengelolaan Staf
Kegiatan pusat sumber belakar yang dikelola oleh MBS sebagai management sekolah/institusi pendidikan Unit Pelaksana Teknisi (UPT) pada sebuah institusi lembaga pendidikan seperti universitas negeri dan swasta secara efesiensi dan efektivitas.
Pengelolaan staf dalam PSB oleh pihak pengelola yaitu antara lain:
a. Sumber daya
Sekolah harus mempunyai fleksibilitas dalam mengatur semua sumber daya sesuai dengan kebutuhan setempat.
b. Pertanggung jawaban (accountability)
Sekolah dituntut untuk memiliki akuntabilitas baik kepada masyarakat mauun pemerintah
c. Kurikulum
Berdasarkan kurikulum standar yang telah ditentukan secara nasional, sekolah bertanggung jawab untuk mengembangkan kurikulum baik dari standar materi dan proses penyampaiannya
• Pengembangan kurikulum tersebut harus memenuhi kebutuhan siswa.
• Bagaimana mengembangkan keterampilan pengelolaan untuk menyajikan kurikulum tersebut kepada siswa sedapat mungkin secara efektif dan efisien dengan memperhatikan sumber daya yang ada.
• Pengembangan berbagai pendekatan yang mampu mengatur perubahan sebagai fenomena alamiah di sekolah
d. Personil sekolah
Sekolah bertanggung jawab dan terlibat dalam proses rekrutmen (dalam arti penentuan jenis guru yang diperlukan) dan pembinaan
Struktur staf sekolah (kepala sekolah, wakil kepala sekolah, guru dan staf lainnya). Pembinaan profesional dalam rangka pembangunan kapasitas/kemampuan kepala sekolah dan pembinaan keterampilan guru dalam pengimplementasian kurikulum termasuk staf kependidikan lainnya dilakukan secara terus menerus atas inisiatif sekolah. Birokrasi di luar sekolah berperan untuk menyediakan wadah dan instrumen pendukung.
D. Pengelolaan Tenaga PSB
Implementasi pengelolaan tenaga PSB dengan benar akan memberikan dampak positif terhadap perubahan tingkah laku warga sekolah yang pada akhirnya diharapkan dapat meningkatkan kualitas pendidikan di sekolah.
Berdasarkan 9 wewenagan yang diserahkan kepada sekolah, maka hal yang harus dilakukan oleh kepala sekolah sebagai manager yang mengelola tenaga PSB adalah seperti diuraikan berikut ini :
1. Perencanaan dan Evaluasi
• Salah satu tugas pokok yang harus dilakukan oleh kepala sekolah sebelum merencanakan program peningkatan mutu sekolah adalah mendata sumber daya yang dimiliki sekolah (sarana dan prasarana, siswa, guru, staf administrasi, dan lingkungan sekitar)
• Menganalisis tingkat kesiapan semua sumber daya sekolah tersebut.
• Berdasarkan data dan analisis kesiapan sumber daya, kepala sekolah dengan warga sekolah secara bersama-sama menyusun program peningkatan mutu sekolah untuk jangka panjang, jangka menegah dan jangka pendek.
• Menyusun skala prioritas program peningkatan mutu untuk program jangka pendek yang akan dilaksanakan satu tahun ke depan.
• Melakukan evaluasi diri terhada pelaksanaan program sekolah secara jujur dan transparan kemudian ditindak lanjuti dengan perbaikan terus menerus.
• Melakukan refleksi diri terhadap semua rogram yang telah dilaksanakan
• Melatih guru dan tokoh masyarakat dalam implementasi PSB
• Menyelengarakan lokakarya untuk evaluasi
2. Pengelolaan Kurikulum
• Standar KBK yang akan diberlakukan telah ditentukan oleh pusat sekolah sudah menjabarkan kurikulum tersebut harus terlebih dahulu pemahaman kurikulum (silabus)
• Mengembangkan silabus berdasarkan kurikulum
• Mencari bahan ajar yang sesuai dengan materi pokok
• Menyusun kelompok guru sebagai penerima program pemberdayaan
• Mengembangkan kurikulum (memperdalam, memperkaya dan memodifikasi), namun tidak boleh mengurangi isi kurikulum yang berlaku secara nasional.
3. Pengelolaan Proses Belajar Mengajar
Proses belajar mengajar merupakan aktifitas yang sangat penting dalam proses pendidikan di sekolah. Disinilah guru dan siswa berinteraksi dalam rangka transfer ilmu dan pengetahuan kepada siswa. Keberhasilan sekolah dalam meningkatkan mutu pendidikan sangat bergantung pada apa yang dilakukan oleh guru di kelas. Oleh karena itu, guru diharakan dapat :
• Menciptakan pembelajaran yang berpusat pada siswa.
• Mengembangan model pembelajaran dengan menggunakan pembelajan kontekstual.
• Jumlah siswa per kelas tidak lebih dari 40 siswa.
• Memanfaatkan perpustakaan sebagai sumber belajar.
• Memanfaatkan lingkungan dan sumber daya lain diluar sekolah sebagai sumber belajar.
• Pemanfaatan laboratorium untuk pemahaman materi.
• Mengembangkan evaluasi belajar untuk 3 ranah (cognitif, afektif, psikomotorik)
• Mengembangkan bentuk evaluasi sesuai dengan materi pokok
• Mengintegrasikan life skill dalam proses pembelajaran
• Menumbuhkan kegemaran membaca
4. Pengelolaan Ketenagaan
• Menganalisis kebutuhan tenaga pendidikan dan non kependidikan
• Pembagian tugas guru dan staf yang jelas sesuai dengan kemamuan dan keahliannya.
• Melakukan pengembangan staf melalui MGMP, seminar
• Pemberian penghargaan kepada yang berprestasi dan sangsi kepada yang melanggar
5. Pengelolaan Fasilitas (Peralatan dan Perlengkapan)
• Mengetahui keadaan dan kondisi sarana dan fasilitas
• Mengadakan alat dan sarana belajar
• Menggunakan sarana dan fasilitas sekolah
• Memelihara dan merawat kebersihan
6. Pengelolaan Keuangan
• Semua dana yang dibutuhkan dan akan digunakan dimasukkan dalam RAPBS
• Mengelola keuangan dengan transparan dan akuntabel
• Pembukuan keuangan rapi
• Ada laporan pertanggungjawaban keuangan setiap bulan.
7. Pelayanan Siswa
• Mengembangkan bakat siswa
• Mengembangkan kreatifitas
• Membuat majalah dinding
• Mengikuti lomba-lomba bidang keilmuwan dan non keilmuwan
8. Hubungan Sekolah-Masyarakat
• Membentuk komite sekolah
• Menjaga hubungan baik dengan komite sekolah
• Mengembangkan hubungan yang harmonis antara sekolah dengan masyarakat
9. Pengelolaan Iklim Sekolah
• Menegakkan disiplin (siswa, guru,staf)
• Menciptakan kerukunan beragama
• Menciptakan kekeluargaan di sekolah
• Budaya bebas narkoba.
BAB III
KESIMPULAN
Kesimpulan
Keberhasilan dari sebuah pusat sumber belajar dalam mewujudkan tujuan-tujuan yang telah ditetapkan sangat ditentukan oleh kinerja dari seluruh personil PSB. Fungsi dan prinsip-prinsip pengelolaan PSB, baru akan dapat berjalan apabila didukung oleh tenaga-tenaga yang kompeten, dinamis dan jumlah yang cukup.
Mudhoffir (1992) mengelompokkan ketenagaan pada PSB sebagai berikut : Pimpinan pusat sumber belajar, Pengembangan instruksional, ahli media (media professional), Tenaga bantu (Aide), Tenaga pelayanan peminjaman dan pelayanan, Teknisi, Tenaga Administrasi.
Pengelolaan staf dalam PBS terdiri dari sumber daya, pertanggung jawaban, kurikulum, personil sekolah, sedangkan pengelolaan tenaga staf terdiri dari : Perencanaan dan evaluasi, pengelolaan kurikulum, pengelolaan proses belajar mengajar, pengelolaan ketenagaan, pengelolaan fasilitas, pengelolaan keuangan, pelayanan siswa, hubungan sekolah-masyarakat, pengelolaan iklim sekolah.
DAFTAR PUSTAKA
Dikmenum, 1999, Peningkatan Mutu Pendidikan Berbasis Sekolah:Suatu Konsepsi Otonomi Sekolah (paper kerja), Depdikbud, Jakarta.
………….., 1998. Upaya Perintis Peningkatan Mutu Pendidikan Berbasis Sekolah (paper kerja), Depdikbud, Jakarta
Mudhofir, 1992. Prinsip-prinsip Pengelolaan Pusat Sumber Belajar. Bandung : PT Remaja Rosdakarya.
.HRL. Zainuddin, 1984. Pusat Sumber Belajar. Jakarta:Diknas
Merril and Drob, 1997. Criteria for Palnning The College an University Learning Resources Center. Los Angeles Association of America Medical Colleges.
Yuhetty. Harina, 2005.Model Pusat Sumber Belajar. Jakarta. Pustekkom Depdiknas.
Analisis Kebutuhan Diklat
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Langkah paling utama dan pertama dalam penyusunan rancang bangun suatu program diklat adalah kegiatan Analisis Kebutuhan Diklat (AKD) atau Training Needs Assessment (TNA). Analisis kebutuhan diklat memiliki kaitan erat dengan perencanaan diklat. Perencanaan yang paling baik didahului dengan identifikasi kebutuhan. Kebutuhan pendidikan dan pelatihan dapat dilihat dengan membandingkan antara tingkat pengetahuan dan kemampuan yang diharapkan (sebagaimana terlihat pada misi, fungsi dan tugas) dengan pengetahuan dan kemampuan yang senyatanya dimiliki oleh pegawai.
Diklat dianggap sebagai faktor penting dalam peningkatan kinerja pegawai, proses dan organisasi, sudah luas diakui. Tapi masalahnya banyak diklat yang diselenggarakan oleh suatu organisasi tidak atau kurang memenuhi kebutuhan sesungguhnya. Misalnya yang diperlukan sesungguhnya adalah pelatihan B tetapi yang dilakukan A, akibatnya investasi yang ditanamkan melalui diklat kurang dapat dilihat hasilnya.
Kegiatan AKD/TNA diharapkan akan menghasilkan jenis-jenis diklat yang dibutuhkan oleh organisasi, sehingga dapat mewujudkan diklat yang tepat sasaran, tepat isi kurikulum dan tepat strategi untuk mencapai tujuan. Melalui kegiatan Analisis Kebutuhan Diklat, maka idealnya setiap program yang disusun dan dijabarkan dalam bentuk kegiatan merupakan perwujudan dari pemenuhan kebutuhan. Hasil yang diharapkan dari Analisis Kebutuhan Diklat akan memperjelas kaitan antara pelaksanaan pendidikan dan pelatihan dengan peningkatan kinerja lembaga yang merupakan akumulasi dari kinerja para pejabat di dalam suatu organisasi, disebutkan demikian karena setiap pejabat yang dilengkapi dengan jenis-jenis diklat yang dibutuhkan, selanjutnya akan dapat melaksanakan setiap rincian tugas dalam jabatannya.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka dapat dibuat rumusan masalah sebagai berikut:
1. Apakah pengertian kebutuhan diklat?
2. Bagaimana melakukan analisis kebutuhan dalam pelatihan?
C. Tujuan dan manfaat
1. Tujuan
Pembahasan pada makalah ini bertujuan untuk mengetahui:
1. defenisi kebutuhan diklat;
2. cara melakukan analisis kebutuhan dalam pelatihan.
2. Manfaat
Pembahasan makalah ini diharapkan dapat memberikan kontribusi ilmu dan pengetahuan kepada semua yang berkecimpung dalam dunia pendidikan dan pelatihan dalam merancang serta merencanakan diklat.
BAB II
PEMBAHASAN
A. KEBUTUHAN DIKLAT
1. Pengertian.
Kebutuhan menurut Briggs (AKD LAN, 2005 ) adalah “ketimpangan atau gap antara apa yang seharusnya dengan apa yang senyatanya”. Gilley dan Eggland ( AKD LAN, 2005 ) menyatakan bahwa kebutuhan adalah “kesenjangan antara seperangkat kondisi yang ada pada saat sekarang ini dengan seperangkat kondisi yang diharapkan. Dalam dunia kerja, kebutuhan juga diartikan sebagai masalah kinerja (Anung Haryono, 2004).
Diklat mempunyai arti penyelenggaraan proses belajar mengajar dalam rangka meningkatkan kemampuan dalam melaksanakan tugas dan jabatan tertentu. Kebutuhan diklat adalah jenis diklat yang dibutuhkan oleh seorang pemegang jabatan atau pelaksana pekerjaan tiap jenis jabatan atau unit organisasi untuk meningkatkan pengetahuan, keterampilan, dan sikap dalam melaksanakan tugas yang efektif dan efisien (Dephutbun dan ITTO,2000). Sedangkan menurut Lembaga Administrasi Negara kebutuhan diklat adalah kekurangan pengetahuan, ketrampilan dan sikap seorang pegawai sehingga kurang mampu melaksanakan tugas, tanggung jawab, wewenang dan haknya dalam suatu satuan organisasi. Dengan demikian kebutuhan diklat dapat diartikan sebagai kesenjangan kemampuan pegawai yang terjadi karena adanya perbedaan antara kemampuan yang diharapkan sebagai tuntutan pelaksanaan tugas dalam organisasi dan kemampuan yang ada (Hermansyah dan Azhari, 2002).
Konsep dasar pemikiran kebutuhan diklat adalah adanya deskrepansi kemampuan kerja. Sesuai dengan tingkatan dalam pengungkapan kebutuhan diklat maka deskrepansi dapat terjadi pada seseorang pejabat/pelaksana pekerjaan terhadap tugas di dalam organisasi, jabatan maupun terhadap tugas individu. Secara umum deskrepansi kemampuan kerja diilustrasikan sebagai berikut: Diskrepansi kemampuan kerja dinyatakan perbedaan antara kemampuan kerja seseorang pada saat kini dengan kemampuan kerja yang diinginkan atau seharusnya yang umumnya juga di kenal kemampuan kerja standar/baku.
2. Tujuan dan faktor.
Program diklat yang diselenggarakan harus sesuai dengan standar kompetensi untuk memenuhi kebutuhan pasar kerja (customer). Oleh karena itu untuk memberikan pelayanan yang berkualitas dan menitikberatkan pada unsur kepuasan kepada masyarakat umum maupun industri maka setiap peyelenggaraan program diklat perlu melakukan analisis kebutuhan diklat yang dibutuhkan pelanggan. Mengingat bahwa program diklat pada dasarnya diselenggarakan sebagai sarana untuk menghilangkan atau setidaknya mengurangi gap (kesenjangan) antara kompetensi yang ada saat ini dengan kompetensi standard atau yang diharapkan untuk dilakukan oleh seseorang, maka dalam hal ini analisis kebutuhan diklat merupakan alat untuk mengidentifikasi gap-gap yang ada tersebut dan melakukan analisis apakah gap-gap tersebut dapat dikurangi atau dihilangkan melalui suatu program diklat. Selain itu dengan analisis kebutuhan diklat maka lembaga penyelenggara diklat (HRD atau Divisi Training) dapat memperkirakan manfaat-manfaat apa saja yang bisa didapatkan dari suatu pelatihan, baik bagi partisipan sebagai individu (masyarakat umum) maupun bagi perusahaan/industri.
Menurut Johanes Popu (www.e-psikologi.com, 2002) Analisis kebutuhan pelatihan, memberikan beberapa tujuan, diantaranya adalah sebagai berikut:
1. Memastikan bahwa pelatihan memang merupakan salah satu solusi untuk memperbaiki atau meningkatkan kinerja pegawai dan produktivitas perusahaan.
2. Memastikan bahwa para partisipan yang mengikuti pelatihan benar-benar orang-orang yang tepat.
3. Memastikan bahwa pengetahuan dan ketrampilan yang diajarkan selama pelatihan benar-benar sesuai dengan elemen-elemen kerja yang dituntut dalam suatu jabatan tertentu.
4. Mengidentifikasi bahwa jenis pelatihan dan metode yang dipilih sesuai dengan tema atau materi pelatihan.
5. Memastikan bahwa penurunan kinerja/kurangnya kompetensi atau pun masalah yang ada adalah disebabkan karena kurangnya pengetahuan, ketrampilan dan sikap-sikap kerja; bukan oleh alasan-alasan lain yang tidak bisa diselesaikan melalui pelatihan memperhitungkan untung-ruginya melaksanakan pelatihan mengingat bahwa sebuah pelatihan pasti membutuhkan sejumlah dana.
Agar program pelatihan dan pengembangan dapat berhasil baik maka harus diperhatikan delapan faktor sebagai berikut (Dale Yorder dalam Moh. Asad 1987):
1. Individual differences
Sebuah program diklat akan berhasil jika kita memperhatikan individual diference para peserta diklat. Perbedaan individu meliputi faktor fisik maupun psikis. Oleh karena itu dalam perencanaan program diklat harus memperhatikan faktor fisik seperti bentuk dan komposisi tubuh, dan fisik, kemampuan panca indera maupun faktor psikis seperti intelegensi, bakat, minat , kepribadian, motivasi , pendidikan para peserta diklat. Keberhasilan program diklat sangat ditentukan oleh pemahaman karakteristik peserta diklat terkait dengan individual difference.
2. Relation to Job analisis
Untuk memberikan program diklat terlebih dahulu harus diketahui keahlian yang dibutuhkan. Dengan demikian program diklat dapat diarahkan atau ditujukan untuk mencapai keahlian tersebut. Suatu program diklat yang tidak disesuaikan dengan kebutuhan pasar kerja pada keahlian tertentu akan merugikan semua pihak baik masyarakat , industri maupun lembaga penyelenggara diklat itu sendiri.
3. Motivation
Motivasi adalah suatu usaha menimbulkan dorongan untuk melakukan tugas. Sehubungan dengan itu ,program diklat sebaiknya dibuat sedemikian rupa gara dapat menimbulkan motivasi bagi peserta. Penumbuhan motivasi itu sangat pentng sehingga mampu mendoromng peserta untuk mengikuti program diklat dengan baik dan mampu memberikan harapan lebih baik dibidang pekerjaan setelah berhasil menyelesaikan program diklat .
4. Active participation
Didalam pelaksanaan program diklat harus diupayakan keaktifan peserta didalam setiap materi yang diajarkan. Pemilihan materi dan strategi pembelajaran yang tepat oleh para trainer sangat menentukan keberhasilan. Pemberian umpan balik kepada peserta pada setiap komunikasi maupun evaluasi akan semakin mengembangkan motivasi dan pengetahuan yang diperoleh. Penyusunan materi(kurikulum) yang berbasis kompetensi maupun berbasis luas dengan pengembangan aspek kecakapan hidup peserta menjadi kekuatan untuk menarik perhatian dan minat peserta diklat.
5. Selection of trainess
Program diklat sebaiknya ditujukan kepada mereka yang berminat dan menunjukkan bakat untuk dpat mengikuti program diklat. Oleh karena ini sangan pentingan dilakukan proses seleksi untuk pelaksanaan program dilakukan. Berbagai macam tes seleksi dapat dilakukan misalnya test potensi akademik. Disampin itu adanya seleksi juga merupakan faktor perangsang untuk meningkatkan image peserta maupun penyelenggara diklat.
6. Selection of trainer
Pemilihan pemateri/pengajar untuk penyampaian materi diklat harus disesuaikan dengan kualifikasi yang dibutuhkan dan kemampuan mengajar. Seorang trainer yang cakap belum tentu dapat berhasil menyampaikan kepandaiannya kepada orang lain. Oleh karena itu pengajar program diklat harus memiliki kualifikasi dalam bidang pengajaran dan mampu memilih strategi pembelajaran yang tepat dengan memeprhatikan individual difference peserta diklat.
7. Trainer training
Kompetensi trainer juga perlu ditingkatakan. Untuk itu mengingat trainer menjadi ujung tombak dalam keberhasilan program diklat maka sebelum mengemban tanggung jawab untuk memberkan pelatihan maka para trainer harus diberikan pendidikan sebagai pelatih.
8. Training methods
Metode yang digunakan dalam program diklat harus sesuai dengan jenis diklat yang diberikan. Strategi pembelajaran menadi senjata utama dalam keberhasilan program diklat.
Berdasarkan analisis kebutuhan diklat sebagai sarana pengenalan pelanggan dan pengetahuan tentang faktor fator yang mempengaruhi keberhasilan program diklat maka dapat dijadikan dasar penyusunan standar pelayanan (excelen service) di lembaga pendidikan dan pelatihan. Analisis kebutuhan diklat dapat dilakukan dengan wawancara, angket, kuesioner ,analisis jabatan, observasi dan lain-lain.
3. Jenis tingkatan.
Tidak semua masalah kinerja dapat dipecahkan dengan diklat. Diklat dapat digunakan untuk memecahkan masalah yang berkaitan dengan kurangnya pengetahuan, keterampilan, dan sikap. Berdasarkan tingkat kebutuhannya, Kebutuhan Diklat dibedakan menjadi Kebutuhan Tingkat Organisasi, Tingkat Jabatan dan Tingkat Individu.
a) Kebutuhan Diklat tingkat Organisasi.
Kebutuhan Diklat Tingkat Organisasi merupakan himpunan data umum dari bagian atau bidang yang mempunyai kebutuhan Pelatihan.
b) Kebutuhan Diklat Tingkat Jabatan
Adanya kesenjangan KSA (knowledge, Skill, Attitude) yang diperlukan untuk menyelesaikan pekerjaan baik yang bersifat periodik/ insidentil. Kebutuhan Diklat tingkat jabatan dapat diketahui dengan mempergunakan analisis misi, fungsi, tugas dan sub tugas yang diuraikan menjadi kompetensi-kompetensi. Kemudian kompetensi-kompetensi itu dikelompokkan sedemikan rupa sehingga menghasilkan standar diklat untuk tiap-tiap jabatan.
c) Kebutuhan Diklat Tingkat Individu
Berkaitan dengan siapa dan jenis diklat apa yang diperlukan. Kebutuhan Diklat tingkat individu dapat disusun dengan mempergunakan TNA Tool (Training Needs Assessment), yakni dengan membandingkan kesenjangan standar kompetensi dalam jabatan terhadap kompetensi yang dimiliki oleh seorang PNS yang bekerja dalam unit jabatan tersebut.
4. Fungsi dan Manfaat
Hasil TNA adalah identifikasi performance gap. Kesenjangan kinerja tersebut dapat diidentifikasi sebagai perbedaan antara kinerja yang diharapkan dan kinerja aktual individu. Kesenjangan kinerja dapat ditemukan dengan mengidentifikasi dan mendokumentasi standar atau persyaratan kompetensi yang harus dipenuhi dalam melaksanakan pekerjaan dan mencocokkan dengan kinerja aktual individu tempat kerja. Adapun fungsi dari analisis kebutuhan diklat adalah :
1. Mengumpulkan informasi tentang skill, knowledge dan feeling pekerja;
2. Mengumpulkan informasi tentang job content dan job context;
3. Mendefinisikan kinerja standar dan kinerja aktual dalam rincian yang operasional;
4. Melibatkan stakeholders dan membentuk dukungan;
5. Memberi data untuk keperluan perencanaan
Ada beberapa manfaat yang dapat diambil dari kegiatan analisis kebutuhan diklat, yaitu manfaat langsung dan tidak langsung.
Manfaat langsung adalah :
1. Menghasilkan program diklat yang disusun sesuai dengan kebutuhan organisasi, jabatan dan individu.
2. Sebagai dasar penyusunan program diklat yang tepat.
3. Menambah motivasi peserta diklat dalam mengikuti diklat karena sesuai dengan minat dan kebutuhannya.
Sedangkan manfaat tidak langsung adalah :
1. Menjaga produktivitas kerja
2. Meningkatkan produktivitas dalam menghadapi tugas-tugas baru.
3. Efisiensi biaya organisasi
B. LANGKAH ANALISIS KEBUTUHAN DIKLAT
Untuk mendapatkan hasil pelatihan yang diinginkan, dibutuhkan analisis dari siapa yang mengikuti pelatihan, pelatihan apa yang dilakukan dan sebagainya. Analisis kebutuhan diartikan sebagai proses mengumpulkan dan menganalisis kebutuhan dalam rangka mengidentifikasi hal-hal apa saja dalam sebuah perusahaan atau organisasi yang perlu ditingkatkan. Tujuannya untuk mendapatkan data yang akurat mengenai pelatihan apa yang seharusnya dilakukan. Analisis kebutuhan dilakukan untuk menganalisis atau mengidentifikasi kesenjangan yang ada sehingga dapat dikurangi atau bahkan dihilangkan.
Langkah-langkah dalam analisis kebutuhan diklat, adalah sebagai berikut:
1. Merancang Analisis Kebutuhan Diklat dengan merumuskan masalah dan tujuannya melalui model-model analisis kebutuhan diklat.
Model tersebut sebagai berikut : a) Model Internal. Kebutuhan diklat pada model ini dilihat dari dalam organisasi. Aktivitas dimulai dengan analisis kesenjangan antara tingkah laku dan keberhasilan pegawai dalam melaksanakan tugas, dibandingkan dengan tujuan dan sasaran yang telah ditentukan. b) Model Eksternal. Kebutuhan diklat pada model ini dilihat dari luar organisasi. Aktivitas dimulai dengan melihat manfaat dari hasil didik bagi masyarakat atau organisasinya. c) Model Gabungan. Model ini mengacu pada model sistem organisasi bahwa sesuatu terjadi di dalam organisasi tidak dapat lepas dari apa yang terjadi di luar organisasi (lingkungan eksternal mempengaruhi lingkungan internal)
2. Menyusun instrumen dengan pertanyaan tentang diklat, misalnya ”apa saja yang dibutuhkan dan topik apa yang perlu dipelajari oleh peserta diklat”. Data yang harus didapat melalui instrumen ini adalah uraian tugas pokok, kompetensi kerja standar, dan kompetensi kerja nyata dari masukan dari atasan (pimpinan), bawahan, teman sejawat, dst, serta tingkat kesulitan, kepentingan, keseringan dari pekerjaan.
3. Mengumpulkan dan menganalisis data dengan menggunakan teknik dan metode yang tepat.
Beberapa teknik yang dapat digunakan dalam melaksanakan aktivitas ini, yaitu : a) berdasarkan perencana diklat yang secara intuitif merencanakan kebutuhan diklat berdasarkan pada kebutuhan riil organisasi atau berdasarkan ulasan pimpinan. b) analisis data sekunder yaitu upaya menemukan kebutuhan diklat dengan cara mempelajari dokumen (catatan-catatan/laporan pelaksanaan kegiatan diklat, tata kerja dan struktur organisasi, serta perencanaan tenaga kerja). c) analisis litingring adalah analisis yang berdasarkan pada analisis jabatan dengan memperhatikan tingkat kesulitan, tingkat kepentingan dan tingkat keseringan. d) pendekatan kompetensi dengan mencari diskrepansi kinerja yaitu selisih antara kinerja standar dan kinerja yang dimiliki. e) rapid rural appraisal (RRA) atau participatory rural appraisal (PRA). RRA adalah bentuk kegiatan pengumpulan data/informasi yang dilaksanakan oleh orang dari luar organisasi. PRA adalah bentuk kegiatan pengumpulan data/informasi dan menganalisisnya dengan supervisi dari luar oraganisasi. f) fokus group dan nominatif group. Fokus group adalah upaya penilaian kebutuhan diklat secara kualitatif dengan cara memusatkan pada kebutuhan diklat apa dalam satu kelompok sasaran. Nominatif group adalah penelusuran diklat kebutuhan diklat berdasarkan pada materi diklat yang diunggulkan dalam satu kelompok sasaran penilaian kebutuhan diklat. Semakin banyak data dan informasi yang bisa dikumpulkan dalam analisis kebutuhan diklat maka akan semakin mudah bagi perancang program diklat untuk menggambarkan persyaratan-peryaratan yang diinginkan oleh organisasi, kemampuan dan ketrampilan yang dimiliki pegawai, kesenjangan antara pengetahuan, ketrampilan dan kemampuan yang ada dengan yang diharapkan serta bagaimana cara terbaik untuk menghilangkan kesenjangan tersebut.
4. Menyusun laporan. Laporan analisis kebutuhan diklat berisi fokus kegiatan analisis kebutuhan diklat, tujuan kegiatan, metoda serta peralatan yang digunakan, kerangka kerja, tahapan kerja dan teknik analisis data, interprestasi dan formulasi kesimpulan serta saran analisis kebutuhan diklat. Laporan ini digunakan untuk menetapkan jenis kegiatan diklat. Laporan ini juga sebagai alat monitoring pelaksanaan kegiatan analisis kebutuhan diklat, alat pengawasan dan pengendalian. Kualifikasi laporan yang baik dan benar mengikuti persyaratan sebagai berikut : a) Isi laporan harus benar dan objektif; b) Bahasa laporan harus jelas dan mudah dimengerti; c) Laporan harus langsung mengenai sasaran atau inti permasalahan; d) Laporan harus lengkap dalam segala segi laporan tertulis; e) Uraian isi laporan harus tegas dan konsisten; f) Waktu pelaporan harus tepat; dan g) Penerima laporan harus tepat. Rincian jenis diklat, jenjang diklat dan kompetensi diklat merupakan kesimpulan dan saran yang menjadi essensi dari kegiatan analisis kebutuhan diklat. Kegiatan analisis kebutuhan diklat mutlak dan wajib dilaksanakan oleh analis kebutuhan diklat di unit diklat dalam hal ini adalah Pusdiklat untuk mendapatkan potret kebutuhan diklat, jenis pelatihan dan kompetensi diklat yang ingin dicapai melalui pelaksanaan kegiatan diklat.
BAB III
PENUTUP
A. Simpulan
Kebutuhan adalah ketimpangan atau gap antara apa yang seharusnya dengan apa yang senyatanya atau kesenjangan antara seperangkat kondisi yang ada pada saat sekarang ini dengan seperangkat kondisi yang diharapkan.
Diklat mempunyai arti penyelenggaraan proses belajar mengajar dalam rangka meningkatkan kemampuan dalam melaksanakan tugas dan jabatan tertentu. Kebutuhan diklat adalah jenis diklat yang dibutuhkan oleh seorang pemegang jabatan atau pelaksana pekerjaan tiap jenis jabatan atau unit organisasi untuk meningkatkan pengetahuan, keterampilan, dan sikap dalam melaksanakan tugas yang efektif dan efisien.
Program diklat pada dasarnya diselenggarakan sebagai sarana untuk menghilangkan atau setidaknya mengurangi gap (kesenjangan) antara kompetensi yang ada saat ini dengan kompetensi standard atau yang diharapkan untuk dilakukan oleh seseorang.
Adapun langkah-langkah dalam analisis kebutuhan diklat, adalah sebagai berikut:
1. Merancang Analisis Kebutuhan Diklat dengan merumuskan masalah dan tujuannya melalui model-model analisis kebutuhan diklat.
2. Menyusun instrumen dengan pertanyaan tentang diklat
3. Mengumpulkan dan menganalisis data dengan menggunakan teknik dan metode yang tepat.
4. Menyusun laporan.
B. Saran
Program diklat yang akan disusun dapat berlangsung sukses baik dalam pelaksanaannya maupun pada saat para peserta didik kembali ke tempat kerja untuk menerapkan pengetahuan, keterampilan dan kemampuan yang diperoleh pada pekerjaan mereka sehari-hari. Dengan melakukan analisis kebutuhan diklat secara sungguh-sungguh maka niscaya program pelatihan yang dirancang akan dapat dilaksanakan secara efisien dan efektif.
DAFTAR PUSTAKA
http://indosdm.com/analisa-kebutuhan-training
http://khoirulazis.com/?p=16
http://www.e-psikologi.com/epsi/industri_detail.asp?id=129
http://blog-indonesia.com/blog-archive-4177-32.html
http://www.aidaconsultant.com/news_events/Public%20-%20TNA.htm
http://batikyogya.wordpress.com
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Langkah paling utama dan pertama dalam penyusunan rancang bangun suatu program diklat adalah kegiatan Analisis Kebutuhan Diklat (AKD) atau Training Needs Assessment (TNA). Analisis kebutuhan diklat memiliki kaitan erat dengan perencanaan diklat. Perencanaan yang paling baik didahului dengan identifikasi kebutuhan. Kebutuhan pendidikan dan pelatihan dapat dilihat dengan membandingkan antara tingkat pengetahuan dan kemampuan yang diharapkan (sebagaimana terlihat pada misi, fungsi dan tugas) dengan pengetahuan dan kemampuan yang senyatanya dimiliki oleh pegawai.
Diklat dianggap sebagai faktor penting dalam peningkatan kinerja pegawai, proses dan organisasi, sudah luas diakui. Tapi masalahnya banyak diklat yang diselenggarakan oleh suatu organisasi tidak atau kurang memenuhi kebutuhan sesungguhnya. Misalnya yang diperlukan sesungguhnya adalah pelatihan B tetapi yang dilakukan A, akibatnya investasi yang ditanamkan melalui diklat kurang dapat dilihat hasilnya.
Kegiatan AKD/TNA diharapkan akan menghasilkan jenis-jenis diklat yang dibutuhkan oleh organisasi, sehingga dapat mewujudkan diklat yang tepat sasaran, tepat isi kurikulum dan tepat strategi untuk mencapai tujuan. Melalui kegiatan Analisis Kebutuhan Diklat, maka idealnya setiap program yang disusun dan dijabarkan dalam bentuk kegiatan merupakan perwujudan dari pemenuhan kebutuhan. Hasil yang diharapkan dari Analisis Kebutuhan Diklat akan memperjelas kaitan antara pelaksanaan pendidikan dan pelatihan dengan peningkatan kinerja lembaga yang merupakan akumulasi dari kinerja para pejabat di dalam suatu organisasi, disebutkan demikian karena setiap pejabat yang dilengkapi dengan jenis-jenis diklat yang dibutuhkan, selanjutnya akan dapat melaksanakan setiap rincian tugas dalam jabatannya.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka dapat dibuat rumusan masalah sebagai berikut:
1. Apakah pengertian kebutuhan diklat?
2. Bagaimana melakukan analisis kebutuhan dalam pelatihan?
C. Tujuan dan manfaat
1. Tujuan
Pembahasan pada makalah ini bertujuan untuk mengetahui:
1. defenisi kebutuhan diklat;
2. cara melakukan analisis kebutuhan dalam pelatihan.
2. Manfaat
Pembahasan makalah ini diharapkan dapat memberikan kontribusi ilmu dan pengetahuan kepada semua yang berkecimpung dalam dunia pendidikan dan pelatihan dalam merancang serta merencanakan diklat.
BAB II
PEMBAHASAN
A. KEBUTUHAN DIKLAT
1. Pengertian.
Kebutuhan menurut Briggs (AKD LAN, 2005 ) adalah “ketimpangan atau gap antara apa yang seharusnya dengan apa yang senyatanya”. Gilley dan Eggland ( AKD LAN, 2005 ) menyatakan bahwa kebutuhan adalah “kesenjangan antara seperangkat kondisi yang ada pada saat sekarang ini dengan seperangkat kondisi yang diharapkan. Dalam dunia kerja, kebutuhan juga diartikan sebagai masalah kinerja (Anung Haryono, 2004).
Diklat mempunyai arti penyelenggaraan proses belajar mengajar dalam rangka meningkatkan kemampuan dalam melaksanakan tugas dan jabatan tertentu. Kebutuhan diklat adalah jenis diklat yang dibutuhkan oleh seorang pemegang jabatan atau pelaksana pekerjaan tiap jenis jabatan atau unit organisasi untuk meningkatkan pengetahuan, keterampilan, dan sikap dalam melaksanakan tugas yang efektif dan efisien (Dephutbun dan ITTO,2000). Sedangkan menurut Lembaga Administrasi Negara kebutuhan diklat adalah kekurangan pengetahuan, ketrampilan dan sikap seorang pegawai sehingga kurang mampu melaksanakan tugas, tanggung jawab, wewenang dan haknya dalam suatu satuan organisasi. Dengan demikian kebutuhan diklat dapat diartikan sebagai kesenjangan kemampuan pegawai yang terjadi karena adanya perbedaan antara kemampuan yang diharapkan sebagai tuntutan pelaksanaan tugas dalam organisasi dan kemampuan yang ada (Hermansyah dan Azhari, 2002).
Konsep dasar pemikiran kebutuhan diklat adalah adanya deskrepansi kemampuan kerja. Sesuai dengan tingkatan dalam pengungkapan kebutuhan diklat maka deskrepansi dapat terjadi pada seseorang pejabat/pelaksana pekerjaan terhadap tugas di dalam organisasi, jabatan maupun terhadap tugas individu. Secara umum deskrepansi kemampuan kerja diilustrasikan sebagai berikut: Diskrepansi kemampuan kerja dinyatakan perbedaan antara kemampuan kerja seseorang pada saat kini dengan kemampuan kerja yang diinginkan atau seharusnya yang umumnya juga di kenal kemampuan kerja standar/baku.
2. Tujuan dan faktor.
Program diklat yang diselenggarakan harus sesuai dengan standar kompetensi untuk memenuhi kebutuhan pasar kerja (customer). Oleh karena itu untuk memberikan pelayanan yang berkualitas dan menitikberatkan pada unsur kepuasan kepada masyarakat umum maupun industri maka setiap peyelenggaraan program diklat perlu melakukan analisis kebutuhan diklat yang dibutuhkan pelanggan. Mengingat bahwa program diklat pada dasarnya diselenggarakan sebagai sarana untuk menghilangkan atau setidaknya mengurangi gap (kesenjangan) antara kompetensi yang ada saat ini dengan kompetensi standard atau yang diharapkan untuk dilakukan oleh seseorang, maka dalam hal ini analisis kebutuhan diklat merupakan alat untuk mengidentifikasi gap-gap yang ada tersebut dan melakukan analisis apakah gap-gap tersebut dapat dikurangi atau dihilangkan melalui suatu program diklat. Selain itu dengan analisis kebutuhan diklat maka lembaga penyelenggara diklat (HRD atau Divisi Training) dapat memperkirakan manfaat-manfaat apa saja yang bisa didapatkan dari suatu pelatihan, baik bagi partisipan sebagai individu (masyarakat umum) maupun bagi perusahaan/industri.
Menurut Johanes Popu (www.e-psikologi.com, 2002) Analisis kebutuhan pelatihan, memberikan beberapa tujuan, diantaranya adalah sebagai berikut:
1. Memastikan bahwa pelatihan memang merupakan salah satu solusi untuk memperbaiki atau meningkatkan kinerja pegawai dan produktivitas perusahaan.
2. Memastikan bahwa para partisipan yang mengikuti pelatihan benar-benar orang-orang yang tepat.
3. Memastikan bahwa pengetahuan dan ketrampilan yang diajarkan selama pelatihan benar-benar sesuai dengan elemen-elemen kerja yang dituntut dalam suatu jabatan tertentu.
4. Mengidentifikasi bahwa jenis pelatihan dan metode yang dipilih sesuai dengan tema atau materi pelatihan.
5. Memastikan bahwa penurunan kinerja/kurangnya kompetensi atau pun masalah yang ada adalah disebabkan karena kurangnya pengetahuan, ketrampilan dan sikap-sikap kerja; bukan oleh alasan-alasan lain yang tidak bisa diselesaikan melalui pelatihan memperhitungkan untung-ruginya melaksanakan pelatihan mengingat bahwa sebuah pelatihan pasti membutuhkan sejumlah dana.
Agar program pelatihan dan pengembangan dapat berhasil baik maka harus diperhatikan delapan faktor sebagai berikut (Dale Yorder dalam Moh. Asad 1987):
1. Individual differences
Sebuah program diklat akan berhasil jika kita memperhatikan individual diference para peserta diklat. Perbedaan individu meliputi faktor fisik maupun psikis. Oleh karena itu dalam perencanaan program diklat harus memperhatikan faktor fisik seperti bentuk dan komposisi tubuh, dan fisik, kemampuan panca indera maupun faktor psikis seperti intelegensi, bakat, minat , kepribadian, motivasi , pendidikan para peserta diklat. Keberhasilan program diklat sangat ditentukan oleh pemahaman karakteristik peserta diklat terkait dengan individual difference.
2. Relation to Job analisis
Untuk memberikan program diklat terlebih dahulu harus diketahui keahlian yang dibutuhkan. Dengan demikian program diklat dapat diarahkan atau ditujukan untuk mencapai keahlian tersebut. Suatu program diklat yang tidak disesuaikan dengan kebutuhan pasar kerja pada keahlian tertentu akan merugikan semua pihak baik masyarakat , industri maupun lembaga penyelenggara diklat itu sendiri.
3. Motivation
Motivasi adalah suatu usaha menimbulkan dorongan untuk melakukan tugas. Sehubungan dengan itu ,program diklat sebaiknya dibuat sedemikian rupa gara dapat menimbulkan motivasi bagi peserta. Penumbuhan motivasi itu sangat pentng sehingga mampu mendoromng peserta untuk mengikuti program diklat dengan baik dan mampu memberikan harapan lebih baik dibidang pekerjaan setelah berhasil menyelesaikan program diklat .
4. Active participation
Didalam pelaksanaan program diklat harus diupayakan keaktifan peserta didalam setiap materi yang diajarkan. Pemilihan materi dan strategi pembelajaran yang tepat oleh para trainer sangat menentukan keberhasilan. Pemberian umpan balik kepada peserta pada setiap komunikasi maupun evaluasi akan semakin mengembangkan motivasi dan pengetahuan yang diperoleh. Penyusunan materi(kurikulum) yang berbasis kompetensi maupun berbasis luas dengan pengembangan aspek kecakapan hidup peserta menjadi kekuatan untuk menarik perhatian dan minat peserta diklat.
5. Selection of trainess
Program diklat sebaiknya ditujukan kepada mereka yang berminat dan menunjukkan bakat untuk dpat mengikuti program diklat. Oleh karena ini sangan pentingan dilakukan proses seleksi untuk pelaksanaan program dilakukan. Berbagai macam tes seleksi dapat dilakukan misalnya test potensi akademik. Disampin itu adanya seleksi juga merupakan faktor perangsang untuk meningkatkan image peserta maupun penyelenggara diklat.
6. Selection of trainer
Pemilihan pemateri/pengajar untuk penyampaian materi diklat harus disesuaikan dengan kualifikasi yang dibutuhkan dan kemampuan mengajar. Seorang trainer yang cakap belum tentu dapat berhasil menyampaikan kepandaiannya kepada orang lain. Oleh karena itu pengajar program diklat harus memiliki kualifikasi dalam bidang pengajaran dan mampu memilih strategi pembelajaran yang tepat dengan memeprhatikan individual difference peserta diklat.
7. Trainer training
Kompetensi trainer juga perlu ditingkatakan. Untuk itu mengingat trainer menjadi ujung tombak dalam keberhasilan program diklat maka sebelum mengemban tanggung jawab untuk memberkan pelatihan maka para trainer harus diberikan pendidikan sebagai pelatih.
8. Training methods
Metode yang digunakan dalam program diklat harus sesuai dengan jenis diklat yang diberikan. Strategi pembelajaran menadi senjata utama dalam keberhasilan program diklat.
Berdasarkan analisis kebutuhan diklat sebagai sarana pengenalan pelanggan dan pengetahuan tentang faktor fator yang mempengaruhi keberhasilan program diklat maka dapat dijadikan dasar penyusunan standar pelayanan (excelen service) di lembaga pendidikan dan pelatihan. Analisis kebutuhan diklat dapat dilakukan dengan wawancara, angket, kuesioner ,analisis jabatan, observasi dan lain-lain.
3. Jenis tingkatan.
Tidak semua masalah kinerja dapat dipecahkan dengan diklat. Diklat dapat digunakan untuk memecahkan masalah yang berkaitan dengan kurangnya pengetahuan, keterampilan, dan sikap. Berdasarkan tingkat kebutuhannya, Kebutuhan Diklat dibedakan menjadi Kebutuhan Tingkat Organisasi, Tingkat Jabatan dan Tingkat Individu.
a) Kebutuhan Diklat tingkat Organisasi.
Kebutuhan Diklat Tingkat Organisasi merupakan himpunan data umum dari bagian atau bidang yang mempunyai kebutuhan Pelatihan.
b) Kebutuhan Diklat Tingkat Jabatan
Adanya kesenjangan KSA (knowledge, Skill, Attitude) yang diperlukan untuk menyelesaikan pekerjaan baik yang bersifat periodik/ insidentil. Kebutuhan Diklat tingkat jabatan dapat diketahui dengan mempergunakan analisis misi, fungsi, tugas dan sub tugas yang diuraikan menjadi kompetensi-kompetensi. Kemudian kompetensi-kompetensi itu dikelompokkan sedemikan rupa sehingga menghasilkan standar diklat untuk tiap-tiap jabatan.
c) Kebutuhan Diklat Tingkat Individu
Berkaitan dengan siapa dan jenis diklat apa yang diperlukan. Kebutuhan Diklat tingkat individu dapat disusun dengan mempergunakan TNA Tool (Training Needs Assessment), yakni dengan membandingkan kesenjangan standar kompetensi dalam jabatan terhadap kompetensi yang dimiliki oleh seorang PNS yang bekerja dalam unit jabatan tersebut.
4. Fungsi dan Manfaat
Hasil TNA adalah identifikasi performance gap. Kesenjangan kinerja tersebut dapat diidentifikasi sebagai perbedaan antara kinerja yang diharapkan dan kinerja aktual individu. Kesenjangan kinerja dapat ditemukan dengan mengidentifikasi dan mendokumentasi standar atau persyaratan kompetensi yang harus dipenuhi dalam melaksanakan pekerjaan dan mencocokkan dengan kinerja aktual individu tempat kerja. Adapun fungsi dari analisis kebutuhan diklat adalah :
1. Mengumpulkan informasi tentang skill, knowledge dan feeling pekerja;
2. Mengumpulkan informasi tentang job content dan job context;
3. Mendefinisikan kinerja standar dan kinerja aktual dalam rincian yang operasional;
4. Melibatkan stakeholders dan membentuk dukungan;
5. Memberi data untuk keperluan perencanaan
Ada beberapa manfaat yang dapat diambil dari kegiatan analisis kebutuhan diklat, yaitu manfaat langsung dan tidak langsung.
Manfaat langsung adalah :
1. Menghasilkan program diklat yang disusun sesuai dengan kebutuhan organisasi, jabatan dan individu.
2. Sebagai dasar penyusunan program diklat yang tepat.
3. Menambah motivasi peserta diklat dalam mengikuti diklat karena sesuai dengan minat dan kebutuhannya.
Sedangkan manfaat tidak langsung adalah :
1. Menjaga produktivitas kerja
2. Meningkatkan produktivitas dalam menghadapi tugas-tugas baru.
3. Efisiensi biaya organisasi
B. LANGKAH ANALISIS KEBUTUHAN DIKLAT
Untuk mendapatkan hasil pelatihan yang diinginkan, dibutuhkan analisis dari siapa yang mengikuti pelatihan, pelatihan apa yang dilakukan dan sebagainya. Analisis kebutuhan diartikan sebagai proses mengumpulkan dan menganalisis kebutuhan dalam rangka mengidentifikasi hal-hal apa saja dalam sebuah perusahaan atau organisasi yang perlu ditingkatkan. Tujuannya untuk mendapatkan data yang akurat mengenai pelatihan apa yang seharusnya dilakukan. Analisis kebutuhan dilakukan untuk menganalisis atau mengidentifikasi kesenjangan yang ada sehingga dapat dikurangi atau bahkan dihilangkan.
Langkah-langkah dalam analisis kebutuhan diklat, adalah sebagai berikut:
1. Merancang Analisis Kebutuhan Diklat dengan merumuskan masalah dan tujuannya melalui model-model analisis kebutuhan diklat.
Model tersebut sebagai berikut : a) Model Internal. Kebutuhan diklat pada model ini dilihat dari dalam organisasi. Aktivitas dimulai dengan analisis kesenjangan antara tingkah laku dan keberhasilan pegawai dalam melaksanakan tugas, dibandingkan dengan tujuan dan sasaran yang telah ditentukan. b) Model Eksternal. Kebutuhan diklat pada model ini dilihat dari luar organisasi. Aktivitas dimulai dengan melihat manfaat dari hasil didik bagi masyarakat atau organisasinya. c) Model Gabungan. Model ini mengacu pada model sistem organisasi bahwa sesuatu terjadi di dalam organisasi tidak dapat lepas dari apa yang terjadi di luar organisasi (lingkungan eksternal mempengaruhi lingkungan internal)
2. Menyusun instrumen dengan pertanyaan tentang diklat, misalnya ”apa saja yang dibutuhkan dan topik apa yang perlu dipelajari oleh peserta diklat”. Data yang harus didapat melalui instrumen ini adalah uraian tugas pokok, kompetensi kerja standar, dan kompetensi kerja nyata dari masukan dari atasan (pimpinan), bawahan, teman sejawat, dst, serta tingkat kesulitan, kepentingan, keseringan dari pekerjaan.
3. Mengumpulkan dan menganalisis data dengan menggunakan teknik dan metode yang tepat.
Beberapa teknik yang dapat digunakan dalam melaksanakan aktivitas ini, yaitu : a) berdasarkan perencana diklat yang secara intuitif merencanakan kebutuhan diklat berdasarkan pada kebutuhan riil organisasi atau berdasarkan ulasan pimpinan. b) analisis data sekunder yaitu upaya menemukan kebutuhan diklat dengan cara mempelajari dokumen (catatan-catatan/laporan pelaksanaan kegiatan diklat, tata kerja dan struktur organisasi, serta perencanaan tenaga kerja). c) analisis litingring adalah analisis yang berdasarkan pada analisis jabatan dengan memperhatikan tingkat kesulitan, tingkat kepentingan dan tingkat keseringan. d) pendekatan kompetensi dengan mencari diskrepansi kinerja yaitu selisih antara kinerja standar dan kinerja yang dimiliki. e) rapid rural appraisal (RRA) atau participatory rural appraisal (PRA). RRA adalah bentuk kegiatan pengumpulan data/informasi yang dilaksanakan oleh orang dari luar organisasi. PRA adalah bentuk kegiatan pengumpulan data/informasi dan menganalisisnya dengan supervisi dari luar oraganisasi. f) fokus group dan nominatif group. Fokus group adalah upaya penilaian kebutuhan diklat secara kualitatif dengan cara memusatkan pada kebutuhan diklat apa dalam satu kelompok sasaran. Nominatif group adalah penelusuran diklat kebutuhan diklat berdasarkan pada materi diklat yang diunggulkan dalam satu kelompok sasaran penilaian kebutuhan diklat. Semakin banyak data dan informasi yang bisa dikumpulkan dalam analisis kebutuhan diklat maka akan semakin mudah bagi perancang program diklat untuk menggambarkan persyaratan-peryaratan yang diinginkan oleh organisasi, kemampuan dan ketrampilan yang dimiliki pegawai, kesenjangan antara pengetahuan, ketrampilan dan kemampuan yang ada dengan yang diharapkan serta bagaimana cara terbaik untuk menghilangkan kesenjangan tersebut.
4. Menyusun laporan. Laporan analisis kebutuhan diklat berisi fokus kegiatan analisis kebutuhan diklat, tujuan kegiatan, metoda serta peralatan yang digunakan, kerangka kerja, tahapan kerja dan teknik analisis data, interprestasi dan formulasi kesimpulan serta saran analisis kebutuhan diklat. Laporan ini digunakan untuk menetapkan jenis kegiatan diklat. Laporan ini juga sebagai alat monitoring pelaksanaan kegiatan analisis kebutuhan diklat, alat pengawasan dan pengendalian. Kualifikasi laporan yang baik dan benar mengikuti persyaratan sebagai berikut : a) Isi laporan harus benar dan objektif; b) Bahasa laporan harus jelas dan mudah dimengerti; c) Laporan harus langsung mengenai sasaran atau inti permasalahan; d) Laporan harus lengkap dalam segala segi laporan tertulis; e) Uraian isi laporan harus tegas dan konsisten; f) Waktu pelaporan harus tepat; dan g) Penerima laporan harus tepat. Rincian jenis diklat, jenjang diklat dan kompetensi diklat merupakan kesimpulan dan saran yang menjadi essensi dari kegiatan analisis kebutuhan diklat. Kegiatan analisis kebutuhan diklat mutlak dan wajib dilaksanakan oleh analis kebutuhan diklat di unit diklat dalam hal ini adalah Pusdiklat untuk mendapatkan potret kebutuhan diklat, jenis pelatihan dan kompetensi diklat yang ingin dicapai melalui pelaksanaan kegiatan diklat.
BAB III
PENUTUP
A. Simpulan
Kebutuhan adalah ketimpangan atau gap antara apa yang seharusnya dengan apa yang senyatanya atau kesenjangan antara seperangkat kondisi yang ada pada saat sekarang ini dengan seperangkat kondisi yang diharapkan.
Diklat mempunyai arti penyelenggaraan proses belajar mengajar dalam rangka meningkatkan kemampuan dalam melaksanakan tugas dan jabatan tertentu. Kebutuhan diklat adalah jenis diklat yang dibutuhkan oleh seorang pemegang jabatan atau pelaksana pekerjaan tiap jenis jabatan atau unit organisasi untuk meningkatkan pengetahuan, keterampilan, dan sikap dalam melaksanakan tugas yang efektif dan efisien.
Program diklat pada dasarnya diselenggarakan sebagai sarana untuk menghilangkan atau setidaknya mengurangi gap (kesenjangan) antara kompetensi yang ada saat ini dengan kompetensi standard atau yang diharapkan untuk dilakukan oleh seseorang.
Adapun langkah-langkah dalam analisis kebutuhan diklat, adalah sebagai berikut:
1. Merancang Analisis Kebutuhan Diklat dengan merumuskan masalah dan tujuannya melalui model-model analisis kebutuhan diklat.
2. Menyusun instrumen dengan pertanyaan tentang diklat
3. Mengumpulkan dan menganalisis data dengan menggunakan teknik dan metode yang tepat.
4. Menyusun laporan.
B. Saran
Program diklat yang akan disusun dapat berlangsung sukses baik dalam pelaksanaannya maupun pada saat para peserta didik kembali ke tempat kerja untuk menerapkan pengetahuan, keterampilan dan kemampuan yang diperoleh pada pekerjaan mereka sehari-hari. Dengan melakukan analisis kebutuhan diklat secara sungguh-sungguh maka niscaya program pelatihan yang dirancang akan dapat dilaksanakan secara efisien dan efektif.
DAFTAR PUSTAKA
http://indosdm.com/analisa-kebutuhan-training
http://khoirulazis.com/?p=16
http://www.e-psikologi.com/epsi/industri_detail.asp?id=129
http://blog-indonesia.com/blog-archive-4177-32.html
http://www.aidaconsultant.com/news_events/Public%20-%20TNA.htm
http://batikyogya.wordpress.com